24. Edward Yang Sebenarnya

208 35 10
                                    

SELAMAT MALAM~

Maaf banget yah akhir-akhir ini aku sibuk sama urusan rl jadi gak sempat edit sana sini padahal janjinya up kemaren kemaren:(

Jadi gantinya chap kali ini lumayan panjang dari kemaren. Kalau masih ada yang bilang pendek, awas kamu🔪
Bhaha canda doang😂

HAPPY READING!

Siluet matahari cerah mengintip dari balik celah gunung dengan malu-malu seolah mendukung Broxton dalam memeriahkan acara yang akan digelar tak lama lagi. Burung-burung gereja berkicau riuh di setiap dahan yang disinggahinya bersiap untuk mencari makanan untuk anak-anaknya. Suara gaduh bahagia rakyat yang asyik bergotong royong menggema, sebenarnya tak ada pembangunan besar dalam waktu dekat, mereka hanya berinisiatif untuk membenahi ibukota agar lebih cantik dengan hiasan di setiap pohon dan kerlipan lampu yang menyerupai lampion berukir hampir memenuhi seluruh sudut kota. Sebagai bukti bahwa rakyat merestui Lizette Kenward mengambil alih takhta selanjutnya.


Begitu juga dengan tamu yang diundang Broxton ke seluruh negeri. Sejak dini hari kereta kuda silih datang menuju istana tanpa henti. Bendera dengan lambang yang berasal dari berbagai negeri berkibar di atas tandu yang masing-masing mereka bawa. Berkilo-kilo emas, berkotak-kotak berlian, bahkan budak terbaik telah disiapkan sebagai hadiah kali ini. Tapi hal yang tak disangka-sangka adalah; utusan dari Ashvar juga turut berhadir mengingat hubungan kedua kerajaan yang akhir-akhir ini sempat memburuk.


Dan itu adalah Pangeran Elbert sendiri.


"Menurutmu apakah Putri Lizette masih mau menemuiku?" tanya pangeran Elbert resah berjalan menuju pintu masuk istana yang dihadang oleh beberapa pengawal yang membungkuk hormat.


Bangsawan tinggi sekaligus saudara beda ibu sang putra mahkota, Romero menoleh pada kakak keduanya itu. "Sepertinya kau belum bisa berpaling darinya, kak."


"Kata siapa?"


"Ucapanmu barusan memperjelasnya," sahut Romero santai. "Ah, begini saja. Kita coba bertaruh."


Elbert sedikit tertarik. "Bertaruh macam apa?"


"Jika Putri Lizette mau bertemu denganmu, kau masih bisa berharap memilikinya," ujar Romero. "Sebaliknya jika Putri Lizette enggan bahkan tak sudi melihatmu mengingat kau adalah penyebab ia sempat diasingkan, sebaiknya kau pulang sekarang juga."


"Untuk apa aku jauh-jauh kemari jika harus pulang di hari yang sama?" sergah Elbert kesal. "Jika dia enggan bertemu denganku, aku berjanji tak akan mengejarnya lagi."


Romero mengangguk setuju. "Kita lihat saja."





•••••




Wajah terkagum-kagum terpatri cantik pada gadis yang baru saja memasuki taman dengan gaun biru juga payung dengan warna senada. Langkahnya teratur dan berirama, gemeletuk sepatunya bahkan hampir tak terdengar. Dengan surai pirang dan bola mata cerah yang dapat digambarkan seperti Aurora Borealis, siapa yang bisa menolak pesona seorang gadis yang memenuhi semua standar kecantikan dunia pada saat itu?


Seharian ini Lizzie sibuk berjalan-jalan di taman. Sendirian. Pagi-pagi sekali sebelum jadwal kegiatannya tiba Lizzie bergegas membersihkan diri dibantu oleh beberapa pelayannya yang kebingungan. Bukan karena apa-apa, ia hanya tak sanggup bertemu dengan Edward setelah pernyataan pria itu malam tadi.

Sungguh mengejutkan. Pria sedingin Edward bisa mengatakan hal seromantis itu hanya untuknya dan sekarang justru Lizzie yang merasa malu atas tindakannya sendiri yang berani memeluk Edward lebih dulu, hingga sebisa mungkin ia menghindari suaminya itu setidaknya hingga hari ini berakhir. Senyum senantiasa terkulum di bibirnya setiap kali mengingat kejadian semalam. Astaga, dia benar-benar tidak waras disebabkan oleh pria bersurai pekat itu.

ÁGUILA REALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang