chapter 6

386 89 13
                                    

Acara makan malam di rumah kediaman Bagas tampak sangat tenang. Mereka semua bercanda tawa, tentu tanpa menganggap Bagas ada di situ.

"Kamu kuliah yang bener Rey, sebentar lagi lulus,"pesan Farhan.

"Iya pa,"

"Kamu nanti gak usah lanjut kuliah ya gas, bantu kakak kamu kerja aja."ucap Ratna pada Bagas.

Bagaimana bisa? Sedangkan kuliah dan lulus dengan nilai terbaik sudah menjadi impian Bagas dari dulu. Dan sekarang belum saja ia tamat sudah di minta untuk tidak lanjut kuliah.

Kenapa semua orang hanya ingin menyuarakan pendapat mereka tanpa mendengarkan pendapat orang lain.

"Tapi ma, aku mau kuliah."bantah Bagas.

"Sudah lah kamu itu gak usah kuliah, kamu kerja rutin 4 tahun saja sudah bisa bangun rumah,"

"Tapi pa aku juga mau jadi orang berpendidikan!"

"Halah orang yang berpendidikan saja belum tentu dapat pekerjaan! Apalagi kamu! Sudah lah apa susah nya mengikuti omongan orang tua kamu!"

"Tau lu, Uda ada gue buat banggain mama sama papa. Lu mah bantu gue aja, ntar gue gaji santai aja kali,"saut Rey.

Ayolah siapa sih di dunia ini yang ingin menjadi bawahan, semua orang pasti ingin menjadi pemimpin bukan menjadi anak buah! Begitu juga dengan Bagas ia ingin menggapai cita cita nya bukan menjadi bawahan.

"Uda ya kamu gak usah lanjut kuliah, bener yang di bilang papa sama kak Rey. Ntar kamu bantuin kak Rey aja,"saut Ratna.

"Terserah!"putus Bagas.

Kenapa semua orang selalu mengatur dirinya seolah dirinya adalah robot yang siap menerima semua perintah. Dia juga ingin bebas dengan semua keputusasaannya. Tapi sayang nya takdir tak pernah berpihak padanya, ia hidup hanya untuk di atur.

"Di kasih tau kok jawaban nya gak sopan, gitu mau jadi orang berpendidikan. Ngabisin uang saja,"sindir Farhan.

Bagas meletakkan sendok nya sedikit kasar dan menatap Farhan yang membuang muka seolah enggan menatap dirinya. Mungkin di mata Farhan, Bagas layaknya sampah.

"Terus aku harus jawab apa? Bukan nya aku gak ada pilihan lagi?!"ucap Bagas menahan emosi.

"Halah emang kamu tuh anak gak tau di untung,"ucap Farhan.

Gimana rasanya di katain oleh orang tua Sendiri. Sepertinya Bagas hanya ingin mendapatkan kasih sayang dari orang tua nya. Tapi kenapa rasanya begitu sulit? Apa iya tidak pantas untuk bahagia?

"Katain aja terus pa!"

"Ya emang faktanya kamu itu nyusahin kan?!"

"Mas Uda!"lerai Ratna.

"Nih ya gue kasih tau, seharusnya lu bersyukur papa masih mau biayain lu sekolah. Kalau papa gak sayang sama lu gak mungkin papa biayain lu kuliah."

"Iya gue salah kalian benar,"

Bagas meletakan sendok nya dengan kasar dan pergi meninggalkan ruang makan.

"Gitu tuh anak gak punya sopan santun,"sindir Farhan.

Bagas sama sekali tak menggubris nya, ia mendengar nya namun terlalu malas untuk meladeni nya.

Sesampainya di kamar, Bagas mengunci pintu kamar nya dan berjalan duduk di samping kasur beralaskan lantai.

Bagas hanya ingin hidup bahagia dengan segalanya, maksudnya bukan dengan uang tapi segala kebahagiaan yang bisa mereka dapatkan.

Bagas iri dengan mereka yang bisa mendapatkan semuanya. Bagas iri dengan mereka yang bisa mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, iri dengan mereka yang bisa berpendidikan tinggi dan mendapatkan support dari orang tua dan Bagas iri dengan mereka yang bisa hidup harmonis dalam keluarga nya.

Ia mengacak rambutnya kasar, lalu naik ke tempat tidur. Ia menatap langit langit nya dalam hingga akhirnya ia tertidur.

*****

Pagi hari nya, Bagas terbangun. Ia segera bangun dan bergegas untuk pergi ke sekolah. Setelah merasakan semua nya sudah selesai ia bangkit dan turun ke bawah menemui keluarga nya. Eh ralat keluarga atau orang asing?

Ia melihat keluarga nya yang sedang tertawa ceria namun sekejap tawa itu langsung hilang saat Bagas datang.
Bagas tersenyum pahit dalam batinnya. Sepertinya saat ini lebih baik ia tidak sarapan di sini.

"Bagas pamit,"ucap Bagas menyalim tangan Farhan dan Ratna namun yang menjawab hanya Ratna. Ah sudahlah lah sudah biasa.

Bagas mulai memajukan motornya menuju rumah Kara dan untunglah Kara sudah berada di halaman rumah.

"Maaf Uda buat nunggu,"Bagas menyodorkan helm ke arah Kara.

Kara tersenyum dan naik ke arah motor sport Bagas,"Iya gapapa,"

Motor itu kembali melaju hingga berhenti tepat di parkiran sekolah mereka.

Baru saja dua langkah Kara dan Bagas pergi meninggalkan tempat parkir motor, sebuah suara menghentikan langkah mereka.

"KAK BAGASSS!"panggil Raina.

Ternyata gadis itu bersekolah di sini juga, tapi kenapa Bagas dan Kara tidak pernah melihat nya di sekolah.

"Ternyata kak Bagas sama Ara sekolah di sini juga. Aku baru aja pindah ke sini,"senyum Raina ramah.

Pantas saja mereka tidak pernah nampak, ternyata murid baru.

"Tadi aja yang di sapa cuma Bagas,"gumam Kara kesal.

"Eh kak Bagas antarin ke ruang kepala sekolah dong,"

"Belajar yang rajin, aku duluan."ucap Bagas tersenyum kecil ke arah Kara dan pergi berlalu begitu saja tanpa menghiraukan permintaan Raina, bahkan menoleh ke arah gadis itu saja tidak.

Kini tinggallah Kara dan Raina.
"Mau Ara antar ke ruang kepala sekolah?"tanya Kara. Meskipun sebenarnya dia malas, soal nya tadi yang ia panggil cuma Bagas.

"Gak ngerepotin,"

"Ngerepotin banget!"batin Kara.

"Enggak, Ayok."

Mereka pun berjalan ke arah ruang kepala sekolah. Sepanjang perjalanan banyak siswa yang memuji kecantikan Raina. Bahkan hingga mereka sampai di ruangan kepala sekolah.

"Tunggu sini ya?"mohon Raina.

Kara mengangguk. Hingga 15 menit Raina keluar.

"Kelas 11 IPS-2 di mana?"tanya Raina.

"Kelas Ara,"

"Yey kita sekelas,"

"Yauda ayok ke kelas,"

"Heem,"balas Raina

Terus ikuti cerita Bagas dan Kara:)
Jangan lupa vote dan komen nya

Jangan Follow medsos fii
WP: @fii_putri
Ig: @fii_wlnaptr30

💙

BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang