14. Masalalu Roni

10 4 0
                                    

Sesampainya di dalam kelas, Rey berjalan ke arah kursinya. Namun sebelumnya dia menyuruh semua murid yang ada di kelasnya untuk keluar terlebih dahulu. Dia ingin fokus mendengarkan Roni.

Entah kenapa Rey menjadi seorang yang sangat kepo dan penasaran akan masalah orang lain.

Rey duduk, begitu pula dengan Roni yang duduk di depannya. Sedang Erdis duduk di atas meja sebelah Rey.

Apa hubungannya Roni dan Joan, Rey masih tidak mengerti, lebih tepatnya belum tau. Roni terlihat menarik nafas panjang, mungkin kali ini akan menjelaskan rincinya.

"Jadi awal mula gue kenal sama dia itu pas gue kelas 2 SD kalo ga salah. Jadi, waktu itu hotel yang depan rumah gue masih dalam proses pembangunan. Dan suatu ketika bokapnya si Joan itu ngontrol proyek pembangunan hotel itu, dan si Joan ikut, dia masih kecil, masih TK kali lah gw gatau. Gue yang waktu itu lagi main sepedahan di halaman rumah ngeliat si Joan yang di suruh nunggu di luar, dan setelah itu dia nunggu sembari jongkok mainin tanah."

Rey dan Erdis mengangguk mengerti,

"Nahh gue gak tega tuh liat dia main sendirian. Akhirnya gue samperin dia, yaa namanya juga masih kecil, kita kenalan dan dia langsung aja ngangguk pas gue ajak main. Dia main sama gue, dia minjem sepeda gue, tapi dia gak bisa mainin sepedah. Gue ajarin dia, sampe dia bisa dan akhirnya dia harus ikut papanya pulang. Waktu itu dia gamau pulang, mungkin udah nyaman kalo bahasa sekarang namah. Papanya coba ngebujuk dia, baru dia mau. Dan lama kelamaan karna papanya sering ngontrol proyeknya, Dan Joan juga sering ikut. Dari sana kita sering main bareng, bahkan dia juga sering nginep di rumah gue, karna di rumah gue banyak mainan mainan robot mobil mobilan gitu. Sampe sampe dia pengen sekolah SD bareng gue, ya meski kita gak sekelas karna umur kita yang beda 2thun, tapi dia tetep mau sesekolah sama gue. Dan pas gue keluar SD lanjut SMP, gue udah jarang banget main sama dia, dianya juga punya temen temen baru di SDnya. Dan setelah itu gue rasa hubungan pertemanan kita itu putus, karna semenjak gue SMP , dia udah ga ada kabar sama sekali." Jelas Roni panjang lebar.

Rey diam mengerti. Begitu pula dengan Erdis, namun dia lebih memilih bodoamat dengan apa yang sedang Roni ceritakan lagipula itu bukan urusannya.

"Lo tau kabar dia di Drop Out dari SMPnya?"

"Iya gue tau, gue sempet denger-. Tapi lo tau darimana kalo si Joan di keluarin dari SMP nya, lo kenal si Joan aja baru sekarang." Heran Roni.

"Ya-, yaa kan dia-, dia anak baru yang lagi heboh di sekolah ini, dan yaa gue sempet denger dari anak anak." Rey mencoba mencari alasan, meski dia tau ini gak logis.

"Tapi tadi Kenapa Lo nanya kalo dia bisa sekolah disini?" Tanya Rey lagi, entah kenapa dia sangat ingin mengetahui semua hal yang bersangkutan dengan Joan.

"Ya kan lu tau sendiri kalo dia itu di DO dari SMPnya. Dann kenapa dia bisa ngelanjutin Ke SMA ini. Sekolah kita itu terkenal dengan muridnya yang pinter pinter, tapi kenapa seorang Joan yang katanya di DO pas SMP nya, dia malah bisa masuk ke SMA ini. Gue ga habis fikir,"

Rey mengangguk, sedangkan Erdis hanya diam, dia tak tahu apa apa.

"Lo tau alasan kenapa Joan di keluarin dari sekolahnya?" Dan mungkin ini pertanyaan terakhir.

"Itu-.., gatau gue takut salah jawab."

"Maksud Lo?"

"Ya-, yang gue denger sih karna pelecehan seksual pada salah satu murid perempuan yang dia gilai di SMPnya. Tapi gue gak yakin, gak mungkin Joan yang gue kenal anak baik baik ngelakuin itu."

Rey terdiam, apa itu ada hubungannya dengan Anees?, Karna Anees perempuan yang Joan kejar kejar sampai saat ini. Pikirnya

"Hahhhh, gue kangen dia yang dulu. Dia yang Deket banget sama gue, sampe sampe gue dan dia saling menghapal kepribadian masing masing. Warna favorit, makanan favorit, sampe angka 14 yang dia sukai, gue masih inget itu."

"Angka 14?," Tanya Erdis sambil terkekeh.

"Iya, menurut dia angka 14 itu adalah angka keberuntungan dia. Karna di taggal itu dia lahir, di tanggal itu dia kenal sama gue yang dia anggap adalah suatu kebahagiaan yang bisa dia miliki, Dann pada tanggal itu juga papanya sukses dan keluarganya jadi kaya raya." Roni menunduk lesu, lalu mendongak kembali.

"Hahahh, lucu ya. Terkadang orang yang Deket banget sama kita, dia bisa ngilang dan tiba tiba jauh dari hidup kita. Hehh," Roni tertawaa kecut dengan ucapannya.

Rey terdiam, masalalu Roni sama seperti dirinya. kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidupnya, dan yang slalu ia jaga di setiap langkahnya. Tapi dia harus pergi, Karna Anees. Tangan Rey mengepal memikirkannya.

"Yaelah, itukan cuman masalalu. Udah lupain aja, lagian kan sekarang lu udah bahagia ada kita." Ucap Erdis yang hampir merangkul Rey, namun segera Rey menepis tangan Erdis kasar.

"Gak semua kenangan buruk di masalalu mudah untuk kita lupain, karna terkadang banyak kenangan berharga di dalamnya yang membuat kita ragu untuk melupakannya." Ucap Rey dengan tatapan lurus.

"Woah woahh, sejak kapan seorang Rey pamungkas bisa menjadi seorang puitis kaya gini?" Ucap Erdis sembari menutup mulutnya tak percaya.

"Sejak Lo banyak komentar tentang kehidupan orang,"

"Heh?, Gue? Ko gue?"

***

"Ness gue duluan ya."

"Y." Jawab Anees singkat,

Bell pulang sudah berbunyi sedari tadi, Hari ini jadwal Anees piket.

Citta berjalan keluar kelasnya, meninggalkan Anees yang ada di dalamnya. Namun belum jauh dari kelasnya tiba tiba tangannya di cekal dari arah samping. Sontak Citra langsung melirik ke arah tangan berkulit sawo matang itu.

"Anees mana?"

"Atas dasar apa lo nanyain Anees?" Ujar Citra dingin sembari menepis kasar tangan Hazel.

Hazel menghela nafas pelan. Dia tau Citra mempunyai sikap dingin, cuek, kasar. Apalagi dia adiknya Diana, makin takut aja murid sama Citra. Bahkan yang Hazel tau Citra itu hanya Deket dengan satu anak dari jutaan murid di sekolahnya, yaitu Anees.

"Gue tanya Anees ada dimana?." Tanya Hazel sekali lagi,

Citra menatap datar wajah Hazel lalu mengalihkan pandangannya melirik kearah kelasnya. Menunjukan bahwa Anees ada di kelas itu.

Hazel mengikuti pandangan Citra dan benar saja, disana ada Anees yang sedang bersih bersih kelasnya.

"Hazel!"

Baru saja Hazel akan melangkahkan kakinya menemui Anees, namun tiba tiba Dewi, teman eskulnya memanggilnya.

"Cepetan ini dah mau dimulai!" Teriak Dewi di tengah lapangan.

Citta mendengus kesal, hari ini dia eskul childers, beserta Anak basket.

Baru saja Hazel akan berterimakasih pada Citra, namun dia sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan Hazel.

****

Vote and comment

Mistakes In The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang