"Ran, awas!!" teriak Arka, saat melihat sebuah mobil yang sedang berjalan tanpa arah dan ugal-ugalan.
Cowok itu segera mendorong Kirana, gadis itu terjatuh tapi ia menjerit histeris.
Brakk..
"ARKA!!" teriak Kirana, ketika mobil itu malah menghantam Arka dengan keras.
Gadis itu menangis, melihat Arka yang sudah berlumuran darah. Matanya memburam melihat darah itu, tapi ia memilih menghampiri Arka.
"Ar! Bangun Ar.."
"Pak Sani! Pak tolongin Arka!"
"Ar, gue mohon lo harus bertahan Ar. Demi Vivi, gue mohon."
"Ar lo sahabat gue kan, lo harus bangun! Lo harus kuat, sadar Ar!"
"Ar, pliss jangan buat gue takut."
Gadis itu terus meracau, badannya yang sudah lemas dan bergemetar itu terus memastikan bahwa Arka baik-baik saja.
"Pak, cepetan jalan mobilnya." pekik Kirana pada pak Sani.
Kini mereka sudah berada di dalam mobil, menuju rumah sakit terdekat untuk segera menangani Arka.
Gadis itu terus meraung, menahan rasa mual dan kesadarannya untuk tetap terjaga.
Kirana mengusap rambut Arka, kening Arka mengeluarkan darah, dan banyak luka-luka di tangannya.
"Ar, jangan buat gue takut."
"Ar, lo harus bertahan."
"Jangan tinggalin gue, hiks.."
Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah sakit. Arka langsung dibawa ke UGD, pak Sani juga segera menghubungi keluarga Arka, dan mengurus administrasi Arka. Sedangkan Kirana terduduk di lantai, gadis itu segera menelpon Andi.
"Kak, tolong aku. Aku di UGD rumah sakit Pelita Harapan."
Sebelum Andi menjawab ucapan Kirana sambungan telpon itu terputus, gadis itu sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya.
Penglihatannya memburam, indera pendengarnya mulai samar-samar. Yang ia rasakan saat ini adalah rasa perih dari telapak tangannya, yang terus mengeluarkan darah sejak tadi, tapi ia sendiri harus terus menahan itu agar tidak membuat keadaan menjadi lebih parah.
Meski nyatanya ia pun malah memperparah keadaan dirinya sendiri.
Padahal tadi ia hanya berbohong pada Arka, dia tidak berjanji dengan Seira. Gadis itu hanya ingin membeli makanan kesukaan Andi. Selain itu, ia sedang ingin sendirian, karena ia merasa akhir-akhir ini tubuhnya terasa begitu lelah.
"Maafin gue, Ar." gumam Kirana lirih, setelah itu semuanya menjadi menggelap.
--
Sudah satu hari, Arka dan Kirana masih belum sadar. Teman-teman sekelasnya pun tidak bisa menjenguk keadaan Arka dan Kirana.
Andi duduk di kursi, dekat ranjang Kirana. Cowok itu memilih memainkan game di ponselnya. Mendapat bagian menunggu Kirana di rumah sakit membuatnya sedikit bosan.
"Ekhh.." suara rintihan itu membuat Andi menyimpan ponselnya di nakas.
"Ran? Lo sadar?"
Perlahan pemilik bola mata yang indah itu mengerjapkan matanya.
"Ha--us." ucap Kirana terbata.
Andi segera mengambilkan air minun, cowok itu menahan tubuh Kirana agar ia bisa minun dengan mudah. Setelah itu membaringkan Kirana kembali.
"Ada yang sakit nggak?" tanya Andi.
Kirana menggelengkan kepalanya, "Arka, gimana keadaan Arka, kak?"
"Arka belum sadar, tapi lukanya nggak parah kok. Katanya dia masih kepengaruh obat bius karena kemarin keningnya harus dijahit. Trus yang lainya cuma lecet-lecet doang."
"Yang harus dikhawatirin tuh lo, lo udah ngabisin satu kantong darah gara-gara pendarahan."
"Gue udah bilang kan, istirahat di rumah. Kalo lo di rumah, pasti nggak akan ada kejadian kaya gini."
Kirana memutar bola matanya malas,
"Kak, nggak ada yang tau kan apa yang akan terjadi di masa depan."
"Kalo gue tahu gini kan juga, gue pasti udah diem rebahan di rumah, bukan di rumah sakit."
"Pokoknya, lo nggak boleh ikut camping."
Kirana membulatkan matanya, "Kok jadi gitu, nggak bisa gitu dong kak!"
"Lo itu lemah, Ran. Lo bisa aja terluka nanti, apalagi bakal ada jurid malam, perjalanan yang jauh dalam keadaan gelap bisa bahaya buat lo, selain kecapekan lo juga bisa aja kan kesandung jatoh trus luka-luka."
"Iya gue tau, gue lemah. Tapi, gue cuma mau buat kenangan indah sama temen-temen gue."
"Temen? Temen lo bilang? Sekarang gue tanya, kenapa temen-temen lo nggak ada yang nanyakin kabar lo? Kenapa nggak ada satu pun dari mereka yang peduliin lo?"
Andi kesal bukan main, "Jujur ya, gue nggak suka sama temen-temen lo itu. Lo terlalu naif, Ran."
"Seenggaknya, biarin gue ngerasain rasanya punya temen banyak disekolah."
"Punya temen banyak di dunia nyata,"
-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Here (Selesai)
Teen FictionKirana Dewi Lucyta, seorang gadis yang menginginkan kehidupan normal. Menginginkan tidak perlu lagi melihat hal yang tak seharusnya bisa dilihat, tidak perlu lagi membuat orang-orang disekitarnya menjadi sial dan celaka karena ulahnya. Dibalik s...