Selamat membaca 💙________
Pukul 17.00 Lia baru saja akan menutup butik muslimah dan pakaian muslimah yang dirintisnya semenjak menginjak bangku perkuliahan semester dua. Alhamdulillahnya usaha ini berjalan dengan lancar.
Gerakannya terhenti. Seorang laki-laki dengan setelan jas dan seorang perempuan dengan pakaian modisnya memasuki butik.
Mau tak mau Lia mengurungkan niatnya untuk menutup butik ini. "Selamat datang di Amalia's Butik, ada yang bisa dibantu?"
Perempuan bersurai curly sebahu itu tersenyum. Sedangkan laki-laki di sampingnya sibuk dengan ponsel. Perempuan bersurai curly sebahu itu menyenggol lengan laki-laki di sampingnya.
"Cepetan sih, Yang."
"Pilih sendiri aja, gue tunggu."
Perempuan bersurai curly sebahu itu memberangut kesal. Ia menarik tangan Lia untuk mengikutinya. "Mbak, tadi pacarnya atau calon suami?" tanya Lia kepo.
Perempuan bersurai curly sebahu itu menengok kearah Lia. "Calon suami, Mbak. Tapi, ya gitu sikapnya ngeselin banget. Dingin, anehnya saya suka dia," jawabnya.
"Em, mungkin ada sesuatu hal yang buat mbak suka," kata Lia menanggapi.
"Iyah. Eh, nama mbak siapa?" tanyanya.
"Saya Amalia."
"Saya Adinda."
"Dinda! Lo ngapain aja? Cepetan gue gak ada waktu nungguin lo lebih lama," teriak laki-laki dengan setelan jas itu.
"Yang ini saja, Mbak. Tolong disimpan dulu, nanti saya kembali lagi ke sini."
Lia mengangguk. Dari balik gaun pengantin yang berjejer rapi, ia melihat interaksi keduanya. Meski ada sedikit getar aneh melihat laki-laki dengan setelan jas itu. Apa mungkin hanya kebetulan. Semoga saja.
Setelah itu, Lia menyimpan gaun pengantin yang dipilih Adinda di tempat khusus. Lalu, setelah semuanya beres, ia menutup butik muslimah.
"Mbak."
Lia terkejut dengan kedatangan laki-laki dengan setelan jas tadi kini berdiri di hadapannya. "Saya mau bayar buat gaunnya."
"Nanti saja mas, 'kan katanya nanti akan ke sini lagi," kata Lia. Jujur saja ia ingin cepat pulang, lalu istirahat.
"Sekarang aja, Mbak."
"Maaf, Mas. Tapi butiknya sudah tutup."
"Mbak ini butuh uang 'kan? atau bila perlu saya lipat gandakan saja harganya," tawar laki-laki tersebut.
"Sekali lagi maaf, tidak bisa." Lia benar-benar kesal dengan sikap laki-laki di hadapannya ini. Pemaksaan banget.
"Belagu bener, sih Mbak ini, baru juga punya butik segitu. Kalau pun saya mau, saya bisa beli butik milik mbak!"
Lia tersentak dengan kalimat terakhirnya. Melihat sikap laki-laki itu mengingatkan Lia pada dia. Ia menghela napas mencoba mengatur emosinya "Maaf ya mas, kalau pun mas mau membatalkan pesanan ini saya terima. Tapi, maaf masnya jangan berbicara seperti itu mengenai butik saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry and Thanks 2 [TAMAT]
Ficción General(SEQUEL SORRY AND THANKS) [Disarankan membaca cerita 'Sorry and Thanks' dulu] Luka, air mata, dan sesak menggerogoti hati Amalia. Perasaan cintanya seolah hilang tak berbekas ketika Fahrian datang hanya memberikan luka yang amat menyakitkan. Bagaim...