19. (Hadiah Dari Ali)

191 21 2
                                    


Selamat membaca 💙

_______________


H-4 semua persiapan pernikahan Lia dan Ali sudah lumayan siap. Tinggal mengepak beberapa undangan yang akan di bagikan sesuai dengan alamatnya masing-masing. Sedangkan yang di luar dari wilayah Jakarta atau sedang di luar negeri bisa dipaketkan atau bisa difotokan lalu dikirim ke orang yang dituju.

"Ali?" Kening Lia berkerut begitu melihat beberapa tumpuk undangan yang dibawa Ali di masukan ke dalam kardus.

"Eh, sorry tadi gak denger. Kenapa?" Ali yang semula sibuk dengan pekerjaannya tiba-tiba beralih menatap Lia begitu menyadari keberadaannya.

"Eum ... itu undangan kok masih banyak, bukannya udah sebagian dikirim, yah?"

Ali tersenyum sekilas. Meski Lia sedikit melihat kedut dibibir Ali. Lia pikir Ali berusaha menahan tawa dengan senyuman.

"Itu 'kan temen-temen kamu, kalau temen-temenku yah ... beda lagi ceritanya. Ini juga baru mau kirim ke sana."

"Aku bantuin, yah."

"Oke, nanti biar aku yang bawa ke mobil."

Senyum Lia terbit begitu Ali berlalu dari hadapannya. Lia berbalik menatapnya yang membawa kardus keluar rumah.

__________

Sehabis ashar Lia dan Ali baru saja sampai dari mengantarkan undangan. Keduanya tentu saja bagi tugas. Lia bawa sekardus juga Ali bawa sekardus lalu di kirim dengan menggunakan mobil masing-masing.

Lia dan Ali tengah mengobrolkan tentang resepsi pernikahan keduanya nanti. Tapi, belum selesai keduanya bicara, dari arah belakang tiba-tiba ada seseorang  tak sengaja menubruk Lia.

Alhasil Lia yang kaget terdorong ke depan yang kebetulan Ali memang ada di hadapannya. Sungguh nasib tidak sebaik itu. Bukannya Lia tertangkap oleh Ali. Eh, Lia  malah terjerembab ke lantai dan terantuk meja. Sungguh memalukan pikir Lia.

"ALI!!" Ajeng—Ibu Ali berteriak keras.

Ali tampak bingung dan gelagapan. Ia bukannya tak mau menolong hanya saja dia dan Lia 'kan belum mahramnya.

"Aduh, Lia ayo berdiri, Nak." Bu Ajeng membantu Lia berdiri.

Sambil mengusap kepalanya yang tertutup kerudung hijau tua, Lia hanya tersenyum pada Ali bergitu berpapasan melewatinya.

"Maaf Lia," ucap Ali. Namun Lia sudah tak menatapnya lagi dan sudah jauh melewatinya.

Ali sedikit merasa bersalah karena tak menolong Lia. Iya mungkin harusnya menolong Lia, jika saja ia tak ikutan shock tadi hingga langsung menghindar begitu Lia terdorong ke arahnya.

Ali berniat mengetuk pintu kamar Lia untuk sekedar minta maaf. Namun belum sempat Ali mengetuk. Yang punya kamar sudah membuka pintu duluan.

"Eh, Ali?"

"Lia, maaf soal tadi."

Lia mengangguk. "Iya gak apa-apa."

"Masih sakit?" tanya Ali meski terdengar nada keraguan di dalamnya.

Senyum simpul saja yang Lia tunjukkan. "Ada lagi yang mau ditanyakan?"

"Ah, tidak. Maaf mengganggu."

"Iya."

Begitu melewati Ali, degup jantungnya seperti lari maraton saja. Entahlah, ia berusaha menyembunyikannya dengan bersikap biasa saja di depan Ali. Jujur Lia bukannya marah pada Ali karena tidak menolongnya tadi. Tapi, justru ia dibuat ngakak sendiri karena nasibnya yang sungguh tak mengenakan hari ini.

Sorry and Thanks 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang