4. (Surat Dari Fahrian)

256 24 5
                                    


Selamat membaca 💙

______


Hari minggu adalah hari libur bagi Lia. Yah dalam satu pekan ia menetapkan hari minggu sebagai libur kerja, meski keputusan itu sempat ditentang Aliya. Dia bilang dikondisi butik yang kurang baik ini mengadakan libur itu sangat tidak mungkin. Namun, Lia mengabaikannya, lagi pula ia juga butuh istirahat. Tidak harus setiap hari kerja dan kerja.

Di dalam kamar Lia sibuk melihat foto-foto baju muslimah di Instagram. Mungkin bisa jadi inovasi baru untuknya. Tapi, ketenangannya tiba-tiba terganggu karena Aliya yang tiba-tiba membuka pintu dengan kasar. Hingga menimbulkan suara 'BRAK'

"Astaghfirullah, Kak Al ...." Lia yang semula tengkurap di atas kasur, langsung terduduk.

Aliya mengguncangkan kedua bahu Lia. "Lia, lo harus tahu ... Fah ... rian ... dia ...," ucapnya sedikit terengah-engah.

"Stop! Duduk dulu, Kak," titah Lia memotong ucapan Aliya.

"Lihat ini, gue gak percaya sumpah Fahrian udah mau nikah sama Adinda. Dia Fahrian yang dulu nyatain cintanya sama lo. Dia orang yang sama Lia," jelas Aliya menggebu-gebu seraya menyodorkan sebuah foto.

Lia berusaha bersikap biasa saja. Meski hatinya bertabuh keras. "Kak, dia itu gak mirip. Beda banget malah. Oke, kalau sifatnya sih sama. Tapi...."

"Lia, kakak dapat foto ini pun gak sengaja jatuh dari jasnya Fahrian calon suami Adinda!!"

Semakin pusing kepala Lia, ia tak tahu bagaimana perasaannya menghadapi realita ini. Tak bisa dideskripsikan lagi rasa ini. Apa kecewa? Marah? Atau biasa saja. Lia tak paham.

Lia melirik sebuah foto Fahrian di depan rumahnya saat dulu masih SMA yang diberikan Aliya. Meski ia berusaha mengelak, tapi jujur saja Lia masih bingung. Antara senang dan tidak.

Pintu kamar Lia diketuk. "Lia ada Fahrian di depan."

Lia membuka pintu kamar. "Fahrian?"

"Iya katanya, ibu juga gak tahu pasti dia itu Fahrian tetangga kita dulu atau bukan habis wajahnya beda."

Tanpa menanggapi ucapan sang ibu, Lia berjalan menuju pintu depan. Lalu membukanya, yah memang benar Fahrian, tapi dia itu calon suaminya Adinda. Untuk apa dia kesini?

"Ada perlu apa?"

Dia menyodorkan sebuah kotak berwarna pink dengan pita ungu. "Terima ini," ucapnya. Lantas pergi setelah mengucapkan salam.

"Apa itu?" tanya Aliya kepo.

Setelah menutup pintu, Lia bergegas pergi ke kamar lalu menguncinya. Lia membuka kotak tersebut. Sebuah surat.

For : Amalia

Assalamualaikum wr. wb

Gue gak tahu gimana mengawali surat ini, tapi yang pasti kita udah lama gak saling jumpa. Apa lo masih ingat gue? Gak tahu sih, gue sih berharap lo masih ingat gue. Ingat kenangan masa SMA dulu. Dan gue berterimakasih sama lo karena dengan penolakan dan buku lo saat itu gue bisa bangkit dari keterpurukan dan segala sedih di hidup gue.

Lo gak perlu merasa bersalah karena udah nolak gue. Justru gue yang harusnya berterimakasih sama lo.

Dan terakhir gue pernah kasih lo surat sebelum  gue pindah sekolah. Apa lo masih nyimpen? Dan gantungan di dalam surat itu, apa lo juga masih nyimpen?

Semoga lo selalu bahagia.

Tertanda
Fahrian

Tanpa sadar Lia mengeratkan pegangannya pada surat itu, hingga surat tersebut lecek. Ia mengambil gantungan itu yang  disimpan rapi di dalam kotak di dalam lemari.

Kenapa? Setelah sekian lama dia pergi. Kenapa harus kembali? Aku sadar telah jatuh hati padanya semenjak kepergiannya dulu.

Lia harus menguatkan hati. Lagi pula tak sepatutnya ia terus memikirkan orang yang bahkan akan menikah dengan orang lain. Dalam waktu satu bulan lagi, dan lagi Lia akan diundang oleh Adinda.

______

Seninnya, Lia sibuk kerja dari mulai pagi, alhamdulillahnya butiknya kembali menunjukan peningkatan pemesanan. Yah, setelah ide membuat pakaian muslimah terbaru.

"Lia, kemarin Fahrian kasih apa?"

Pagi-pagi begini Aliya menanyakan hal yang tak ingin dijawabnya. "Stop kak, aku gak mau bahas itu lagi. Oke?"

"Iyah, tapi katanya Fahrian mau ke sini."

"Mau apa?"

"Gak tahu."

Lia lebih memilih menyibukkan diri dengan membuat desain baju muslimah dibuku khusus.

"Lia," panggil Aliya.

"Hm," jawab Lia tanpa menoleh.

"Lo masih ada rasa sama Fahrian? Ingat dia udah mau nikah sama orang lain."

Kesabaran Lia sepertinya sedang diuji. Ia menghela napas. "Aku tahu. Jadi, kak Aliya jangan menganggap aku masih mengharapkannya."

Meski hati ini berusaha tegar, berusaha bodo amat. Tapi, sesak di dada ini tidak bisa dibohongi. Rasanya ada sebilah belati yang menancap kuat di hati. Namun, berusaha ditutupi. Lia beranjak dari kursi. "Aku pergi ketemu pelanggan dulu, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

_______

Kamis, 29 Oktober 2020
Revisi : 30/04/2022

Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya?

See you next part 😎

Sorry and Thanks 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang