5. (Pesan Dari Fahrian)

239 22 2
                                    


Selamat membaca 💙

_______


Lia menatap pantulan dirinya di depan cermin, sekarang ia sudah lengkap memakai batik dan roknya. Sekali lagi Lia menghela napas melihat penampilannya. Waktu seolah berjalan cepat. Seolah tak membiarkannya untuk menyadari semua yang terjadi, realita yang berkecamuk dalam dada.

"Lia lo udah siap?" Dea memasuki kamar dengan pakaian yang serupa dengan Lia.

"Ayo berangkat. Lo kenapa diem aja?"

Lia berusaha menenggelamkan pahit dan ruang kosong di hati. Melempar senyuman ke arah Dea. "Ayo."

Belum juga Lia menaiki motor, Dea lebih dulu menghentikan pergerakan Lia. "Lo ngerasa gak rela dia nikah?"

Bibir Lia terkunci rapat, seolah enggan memberitahu kebenaran hatinya. "Gak! Bukan karena itu. Aku lagi gak mood aja," alibi Lia disertai dengan sebuah cengiran, yang sebenarnya hanya palsu.

Meski Lia tahu Dea tak bisa dibohongi. Tapi Dea memilih mengakhiri percakapan ini. Mungkin dia juga paham bagaimana perasaan Lia saat ini. Lia tahu Dea orang yang begitu peka.

Langit begitu cerah pagi ini. Pukul 09.45 Lia dan Dea baru sampai di acara pernikahan Fahrian dan Adinda. Entah kebetulan atau bagaimana. Ternyata Adinda adalah sepupu jauhnya Dea. Lia baru tahu fakta itu saat di jalan tadi Dea tiba-tiba bercerita mengenai Adinda.

"Makan yuk!" ajak Dea.

Lia hanya menggeleng. Mood-nya sedang tak baik hari ini, terlebih lagi Lia memaksakan diri untuk datang ke acara ini. Untunglah Dea mengerti keadaannya, dia sengaja datang ke rumah agak siang jadilah Lia tak perlu repot-repot menyaksikan akad nikah itu.

Lia melirik Dea yang menyimpan sebuah piring di depannya. "Makan!" perintah Dea.

"De, aku lagi gak mood."

"Ah, lo mah gitu. Jangan nyiksa diri cuma karena COWOK." Dea sengaja menekankan kata cowok di akhir kalimatnya.

"Udah, iya aku makan."

Dea tersenyum.

"Gue gak nyangka sih lo bisa suka sama si kepala batu itu."

Lia memerhatikan deretan orang-orang yang berbaris panjang memberi selamat pada pasangan pengantin baru itu. Ia mengalihkan pandangan ke arah piringnya yang kosong.

"Eh, Lia itu siapa yah yang ngajak ngobrol Fahrian sampe di ajak ke tempat sepi. Cowok sih, tapi siapa?"

"Palingan juga temen bisnisnya."

"Oh iya gue baru sadar tuh orang 'kan emang kaya."

_____

Minggu berikutnya Lia yang sedang merapikan beberapa pakaian muslimah dikejutkan dengan kedatangan Adinda. Maa syaa allah alhamdulillah Adinda sudah menutup auratnya. Meski dengan model kerudung modern.

"Assalamualaikum, Mbak."

"Waalaikumsalam," jawab Lia dengan seutas senyum.

"Lama gak jumpa, Mbak. Saya mau beli beberapa pakaian muslimah."

"Oh, iya silakan."

"Mbak datang ke acara nikah saya tidak? Soalnya saya gak lihat Mbak," tanya Adinda sambil memilih-milih pakaian.

Lia melirik Adinda sekilas. "Aku datang, kok. Cuma sebentar soalnya ada urusan mendadak. Maaf, yah jadi gak sempet ucapin selamat."

"Gak apa lah, Mbak."

"Lia!" Aliya tiba-tiba langsung menarik tangan Lia menjauh.

"Lo kerja aja di dalam. Biar gue yang ngurusin pelanggan."

"Lho kak ini 'kan giliranku yang layanan pelanggan. Ko—"

"Ah elah, banyak omong. Udah lo diem aja di situ. Gue kasian aja lihat lo yang terus-terusan mendem sakit gitu. Lo kira gue gak tahu."

"Kak!"

"Bye."

Fiks, pasti menurut pandangan Aliya dan Dea Lia terlihat begitu lemah. Lia pun tak paham, dimana kiranya ia yang dulu? Yang dulu bisa menjaga hati dan diri. Yang dulu begitu bodo amat masalah asmara. Kemana?

Ya Rabb semoga saja kau tunjukan sebuah kebenarannya. Aku tak mau terus seperti ini. Aku merasa  dibodohi oleh kata cinta.

Ponsel Lia bergetar. Ia melihat ada notif WA dari nomor tak di kenal.

+62453****
[Assalamualaikum]

[Ada sesuatu hal yang mau gue bicarain. Itu pun kalau lo mau ketemu gue. Mungkin sementara waktu kita berkomunikasi lewat WA]

[Fahrian]

Lia mati-matian menahan diri untuk tidak melemparkan ponsel ini ke lantai. Kepala Lia rasanya mendidih, bagaimana tidak? Dia dengan begitu santainya mengirim pesan padanya. Untuk apa? Semakin dicari semakin tak dimengerti jalan pikir Fahrian.

Ponsel Lia kembali bergetar.

+62453****
[Gak perlu terlalu dipikirin. Nanti juga lo bakalan tahu yang sebenarnya]

Keningku mengernyit. Kenapa pesannya seperti teka-teki. Aku tak mengerti. Apa maksudnya?

________

Jumat, 30 Oktober 2020
Revisi : 30/04/2022

Adakah yang bisa menebak maksud pesan Fahrian?

See you next part 😎

Sorry and Thanks 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang