13. (Memastikan)

183 23 12
                                    


Selamat membaca 💙

________


Sudah empat hari semenjak Fahrian memutuskan untuk pergi ke Jerman menemani  Sami. Sampai saat ini ia tak mendapat kabar apapun dari Rian mengenai jawaban Lia. Apa Rian lupa? Atau tak ada kuota dan pulsa? Tapi itu sangat mustahil bagi Rian. Karena Rian memegang perusahaan milik ayahnya. Tidak mungkin bukan ia kekurangan kuota atau pulsa.

Nada sambung terdengar begitu Fahrian menelpon Rian. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Rian di seberang telepon.

"Ke mana aja lo? Gak ada kabar?"

Namun tak ada jawaban dari Rian. "Jawab woy! Lo lupa atau pura-pura lupa hah? Bukannya gue udah bilang, yah soal jawaban Lia kirim chat lewat lo. Atau lo sengaja gak kasih ta—"

"Berhenti lo!"

"Apa?" tanya Fahrian.

"Lo masih cuti kerja?"

"Iya, kenapa?"

"Berapa hari lagi habis cuti lo?"

"Tiga hari. Lo jangan ngalihin topik, deh. Sekarang lo jawab jujur kenapa sampai sekarang gue gak nerima kabar apapun soal jawaban Lia?" Fahrian sedikit geram dengan kelakuan Rian. Dia di Jerman, tapi jangan kira ia tidak peduli dengan jawaban Lia.

"Kenapa lo diem?" tanya Fahrian lagi karena Rian tak kunjung menjawab.

"Gue gak bisa jawab," ucap Rian dengan nada melemah.

"Gue gak mau tahu lo harus jawab!" gertak Fahrian nyaris ia menghancurkan ponselnya sendiri dengan genggaman tangan yang sangat kuat.

"Gue gak mau lo kecewa."

"Gue cuma mau tahu jawaban Lia."

"Dia nolak lo."

"Kenap—"

"Lo udah kecewain dia lagi, dia kecewa karena lo memilih Sami dibandingkan dengan dia. Dengan berat hati gue cuma mau bilang, sebaiknya lo berhenti mengharapkan Lia."

"APA MAKSUD LO!" Nyaris saja Fahrian melempar ponselnya, untunglah ada Sami yang menahan.

"Kamu kenapa Fahri?"

Fahrian menghela napas. "Gak papa," ucap Fahrian dengan senyuman.

"Ouh ya udah, aku mau balik lagi ke rumah sakit."

"Biar aku anter." Emosi Fahrian mulai mereda begitu melihat Sami. Ia langsung memutuskan panggilan telepon lalu memasukannya ke saku celana.

"Tapi, emang gak papa? Tadi telepon penting 'kan?"

Senyum Fahrian terbit. "Gak ada yang lebih penting selain kamu."

"Ah, o-oke."

______

Rian
[Lia udah dilamar dan bulan besok dia bakalan nikah]

Mata Fahrian membola. Ini sungguh di luar dugaan. Ia buru-buru mengetikkan balasan.

  
                                                                         Me
                           [Lo gak lagi becanda 'kan, Yan?]

Rian
[Gak ada guna gue becandain masalah ginian]

Fahrian melempar ponselnya sembarang arah hingga menyentuh lemari. Entah bagaimana nasib ponsel itu. Mungkin besok ia harus beli ponsel baru.

Sorry and Thanks 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang