Selamat membaca 💙_________
M. Fahrian melirik jam tangannya sekali lagi. Ia menatap jendela yang menampilkan jalanan. Lalu beralih menatap pintu cafe. Kenapa sih dia datang disaat waktu yang tidak tepat. Padahal sebentar lagi jam makan siang kantor habis. Dan setelah itu ia ada meeting dengan client dari Singapura.Walau M. Fahrian enggan meninggalkan meeting. Tapi mau tak mau aku harus meninggalkannya demi teman. Untunglah ia bisa mempercayakan meeting kali ini kepada asistennya.
"Apa kabar?" tanya laki-laki bertopi hitam dengan tas besar di sampingnya.
"Baik, seperti yang dilihat," balas M. Fahrian sedikit menatapnya kesal.
"Muka lo asem banget," ucapnya dengan wajah yang menyebalkan.
"Fine, bisa gak langsung ke intinya aja." Sejujurnya M. Fahrian malas melihatnya. Apa lagi setelah laki-laki dihadapannya menyuruhnya membantu hal yang cukup ekstrim.
"Em, gimana perkembangannya?"
"Gak baik," jawab M. Fahrian singkat.
"Gak baik gimana?"
M. Fahrian memandang dengan wajah datar. Merasa kesal sekaligus marah melihat laki-laki di hadapannya sekarang. Dan sekarang ia menyesal telah membantu laki-laki itu untuk menjalankan rencana yang bahkan membuatnya merasa bersalah sekarang. Bagaimana pun rencana ini hanya sebuah tipu daya belaka. Walau nyatanya teman M. Fahrian mengatakan hanya ingin memantau saja.
"Yah, menurutmu. Apa dengan mengirim benda-benda semacam hadiah itu buat dia senang?" M. Fahrian menyesap kopinya yang tinggal seperempat.
"Ngak! Kamu salah besar," lanjut M. Fahrian tegas.
"Cih, gue gak berharap dia mau terima gue lagi. Gue cuma mau dia tahu ...." Pandangannya menerawang ke arah macetnya jalan raya.
"Jadi, langsung ke sini? Kamu gak balik dulu?" tanya M. Fahrian menatapnya yang masih melihat jalan raya lewat kaca.
BRAK!
Laki-laki itu menggebrak meja dengan kepalan tangannya sampai urat-uratnya timbul.
"Woy, ada ap—"
"Dia pasti mikir gue pengecut. Hah, gue cuma gak mau bikin dia gak nyaman. Itu aja."
"Tapi, dengan ngejauh dan buat dia bingung justru buat dia semakin sakit," tekan M. Fahrian lagi, berusaha menyadarkan laki-laki itu bahwa tindakannya sudah salah besar.
Laki-laki itu beranjak dari tempat duduk, lalu mengambil tasnya dan pergi. M. Fahrian tak tahu apa sebenarnya yang menjadi masalahnya itu. Hanya saja ia tak bisa selalu membantunya terus-terusan. Pasti ada saatnya semuanya akan terbongkar dan dia harus terima resikonya.
_____
"Kenapa, Mas?" tanya Adinda setelah meletakan secangkir kopi di meja kerja.
"Muka surem gitu, ada masalah?"
Ah, ya. M. Fahrian belum memberitahu istrinya perihal temannya yang meminta bantuan. Apa jika ia bicara sejujurnya Adinda akan menerima dan mendukungnya? M. Fahrian sedikit ragu.
"Gak apa, cuma pusing sama kerjaan."
Adinda duduk di sofa yang ada di ruang kerja M. Fahrian. "Yang, kalau ada masalah tuh jujur. Kamu kira aku gak tahu kalau kamu itu bohong. Jujur aja pasti ada masalah serius!"
M. Fahrian yang semula mencoba menyibukkan diri dengan kerjaan kantor, mendadak tersentak mendengar penuturan Adinda. Perlahan ia menatap Adinda. Lalu menghela napas. "Ini gak seperti yang kamu pikirkan, aku gak yakin kamu bakalan setuju sama tindakan yang aku ambil buat masalah ini."
"Makanya jujur dong! Dasar, kebiasaan banget sih nyembunyiin masalah. Untung aku peka. Cepet cerita!"
Lagi-lagi M. Fahrian sulit mengungkapkannya.
PLAK! Adinda memukul lengan M. Fahrian. Dan pukulannya itu dahsyat sekali.
Kalau sudah begini M. Fahrian tak mungkin bisa menyembunyikannya lagi. Jadilah malam ini ia menceritakan semua kejadiannya. Tentang temannya yang tiba-tiba menghubungi lalu minta bantuan padanya. Hingga sekarang terakhir dia menemuinya setelah dua tahun dia bekerja di luar negeri.
"Serius? Pantesan aja."
"Kamu gak merasa terganggu?" tanyaku.
Adinda menatap M. Fahrian. "Menurut kamu aku bakalan marah gak?"
"Em, iya."
"Kalau begini ceritanya aku gak mungkin nyalahin kamu sepihak, dong. Harusnya aku bicara sama temen kamu."
"Yes!"
"Apaan tuh yes yes. Dasar yah, kesenengan kalau giliran masalah cewek mah!"
"Aw." M. Fahrian mencoba melepaskan jeweran Adinda. Tapi, sialnya tidak bisa.
"Lepasin, Yang," mohon M. Fahrian memelas.
Akhirnya Adinda mau melepaskan. "Jangan marah," bujuk M. Fahrian.
"Gak, pokoknya malam ini tidur di luar! TITIK."
"Tap—"
BRAK!
_________
Minggu, 1 November 2020
Revisi : 9 Mei 2022Yah jadi salah paham deh.
Siapa yah temen Fahrian itu? Terus apa sih yang diminta temen Fahrian?
See you next part 😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry and Thanks 2 [TAMAT]
Ficción General(SEQUEL SORRY AND THANKS) [Disarankan membaca cerita 'Sorry and Thanks' dulu] Luka, air mata, dan sesak menggerogoti hati Amalia. Perasaan cintanya seolah hilang tak berbekas ketika Fahrian datang hanya memberikan luka yang amat menyakitkan. Bagaim...