7. Unexpecting Expected

508 123 145
                                    

(source: Pinterest)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(source: Pinterest)

Menjatuhkan pilihan berkarir di tempat ini bikin gue harus bersedia menerima segala konsekuensinya, termasuk jadi nine to four person. Kadang gue iri lihat orang lain yang kerjanya gak terikat waktu, tapi balik lagi semua ini adalah pilihan dan gue yakin setiap pilihan pasti ada plus and minus nya.

Ngomongin soal pekerjaan, gue jadi inget kata-kata atasan gue tempo hari yang sangat membolehkan gue untuk mengembangkan kemampuan di tempat lain. Gue pernah dengar seseorang ngomong kalau dalam pekerjaan itu ada tiga elemen penting, yaitu salary, atasan, dan rekan kerja.

Katanya sih, ketiga elemen itu gak akan pernah seimbang, salah satunya pasti ada yang bikin kita merasa gak nyaman. Entahlah, di kantor gue kayaknya gak berlaku. Buat gue ketiga elemen itu berjalan seimbang dan bikin gue nyaman-nyaman aja selama kerja disini.



Langkah kecil yang gue ambil buat mengembangkan kemampuan di tempat selain kantor gue mulai hari ini. Setelah menyelesaikan tanggung jawab di kantor, gue langsung berangkat ke sebuah restoran di rooftop hotel buat ketemu sama produser yang kemarin meminang tulisan gue buat di jadikan naskah film.

Cukup sulit buat kita mencocokan jadwal karena kesibukan masing-masing, akhirnya ketemu sambil makan malam adalah titik tengah setelah kita ngobrol lewat telpon beberapa waktu lalu.

Gue langsung menghampiri meja yang udah di pesan sang produser buat kita tempati. "Permisi, maaf menunggu." Gue langsung nyapa satu-satunya orang yang duduk di sana.

"Ah, Hanifa? Tidak apa-apa, silahkan duduk." Orang itu berdiri dan nyambut kedatangan gue yang sebenernya gak telat-telat amat.

"Saya Kun, senang bertemu dengan Anda." Kita bersalaman dan Kun langsung manggil waitress buat konfirmasi pesanan makan malam setelah gue pilih menu nya.

Sambil menikmati hidangan makan malam, kita ngobrol ringan dalam rangka mengakrabkan diri dan memecah situasi canggung. Manis juga ini orang, gue gak nyangka karya-karya nya ganas dan berhasil mendobrak pasar Asia.

"Iya jadi Yuta memang teman dekat saya, yaa kita ngobrol banyak hal sampai akhirnya saya meminta bantuan dia untuk mencarikan penulis yang karya nya layak untuk saya pertimbangkan. Dia menyarankan Anda, lalu saya pelajari tulisan itu kemudian yeah, what a great author you are."

"No, I'm not. Bahkan tulisan saya belum menjadi sebuah buku cetak, bukan kah film yang di adaptasi dari novel itu harus novel yang best seller?" Gue malu karena pujian Kun itu terlalu berlebihan.

Dia menggeleng dan buru-buru meluruskan kesalah pahaman gue tentang marketing suatu karya fiksi. "Sesuatu di katakan best seller karena dia ada di pasar yang tepat. Kamu percaya kan, berlian itu berasal dari bongkahan senyawa karbon? Rapuh, tidak banyak di lirik, namun ketika dia sampai di tangan yang tepat, kamu bisa lihat berapa banyak orang yang menginginkannya? Begitu pun tulisan mu. Saya yakin dia hanya perlu sedikit sentuhan magic and voila..it would be such a masterpiece. Believe me."

ENIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang