14. Not The Same Place

437 96 66
                                    


🌱🌱🌱🌱🌱

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌱🌱🌱🌱🌱

Ada harga yang harus di bayar untuk setiap perbuatan yang kita lakukan di waktu yang lalu. Gue rasa, mungkin ini yang harus gue terima setelah gue bertindak gegabah dan bikin banyak masalah.

Setelah kejadian itu, objek yang tertangkap oleh mata semuanya mengabur dan suara yang gue dengsr semuanya hilang.

Semuanya bener-bener hilang dan sekarang gue gak tau ada dimana. Entah berapa lama gue ada disini, tapi setiap waktu yang gue lakuin cuma menyusuri sekitar dan nyari jalan keluar tapi selalu berakhir buntu.

"Tuhan, aku cape!" Gue bersandar di dinding dan mengeluh.

Tempat ini hampa, sama kayak perasaan gue sekarang. Terlalu kompleks untuk menjelaskan semua yang terjadi di sini.

Gue gak tahu ini di mana, tapi gue gak mau ada disini. Gue juga pengen pulang, tapi gue gak tahu pulang ke mana yang gue maksud.

"Adek, pulang ya nak?" Di tengah keputus asaan ini, gue terperanjat ketika ada seseorang yang ngulurin tangannya buat gue.

"Kakek?" Gue langsung lihat wajah orang yang ngulurin tangannya dan diperhatiin itu kayak kakek, tapi tampilannya lebih muda dari yang terakhir gue lihat sebelum beliau meninggal beberapa tahun yang lalu.

Uluran tangan itu langsung gue terima dan kakek langsung ngajak gue duduk di tempat yang lebih layak dibanding cuma nyender di dinding kayak barusan. "Kakek, ini di mana?"

"Hm..coba adek perhatiin, ini di mana?" Kakek malah balik nanya sambil megangin tangan gue.

Gue melihat ke sekitar. Tempat ini lebih mirip kayak ruang tunggu di bandara tapi jauh lebih sepi, bersih, dan gak ada lagi orang kecuali kita berdua. "Bandara kan, Kek?"

"Oh gitu?" Kakek gue malah meragukan jawaban itu. "Berarti kalau ini bandara, adek harus pulang. Jangan takut, Kakek anter kemanapun adek memilih untuk pulang."

"Emang aku bisa milih?" Kakek cuma senyum dan ngajak gue jalan ke arah yang lain.

"Bisa, adek mau ikut kakek boleh atau mau kesana dan ketemu lagi sama Mama, adek masih bisa." Kita berdiri diantara dua gate yang berlawanan arah.

"Kalau adek ikut kakek, gimana?"

"Kamu yakin? Kakek tahu kamu pasti cape, tapi kamu harus pertimbangkan semuanya dengan matang." Kakek ngajak gue ke gate pertama dan disana gue bisa langsung lihat ada Mama sama Papa lagi ngobrol sama dokter.


"Ikhlasin ya dek, kasihan kakak kamu." Bokap gue masih nenangin Ecan yang udah nangis gak karuan. Mereka semua ngumpul ditemenin sama seorang dokter, dan gue lihat Dejun ikutan berdiri di belakang Ecan sambil nunduk.

"Jangan Pa, Ecan mohon, Teteh pasti bangun!" Walaupun disini Papa kelihatan paling tegar, tapi gue lihat dari sorot mata mereka, gak ada yang gak sedih atas kejadian ini.

ENIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang