15. Recalling Memory pt.2

371 88 54
                                    

Why?
Why here?
Why now?
Why you?
Why did the winds sweep me here,
To this life,
And this love

Why? Why here? Why now?Why you? Why did the winds sweep me here,To this life, And this love

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍃🍃🍃🍃🍃

Komplek pemakaman.

Begitu gue bangun, tempat ini langsung terpampang di depan mata. Entah berapa lama perjalanan kita ke sini tapi gue sama sekali gak expect kalau Dejun mau bawa gue ke tempat ini.


Sebelum tadi kita berangkat, gue sempat ngomong kalau dia mau bawa gue kabur, gue pengen ke tempat yang udaranya segar dan banyak pohon. Tempat ini sebenarnya memenuhi kriteria itu, tapi ini pemakaman. Gue masih belum paham sama jalan pikiran Dejun.


"Ih, kursi rodanya!" Gue kira dia buka pintu bagasi buat ngeluarin kursi roda, ternyata dia malah bawa benda lain.

"Kalau lo bisa jalan sampai gazebo yang ada di sana, nanti gue kasih makan." Dejun gendong tasnya dan nenteng lunch box yang dia keluarin dari kursi belakang.


"Cih, kesepakatan macam apa?! Gak mau, gazebonya kejauhan!" Ya, setidaknya untuk kondisi gue sekarang, jarak 100 meter agaknya terlalu jauh dan kaki gue udah pegal duluan lihat jaraknya.

"Ah, kalau udah sehat juga dari sini ke sana lo bisa lari. Cepetan, kangen lari gak?"

Apa yang Dejun bilang tadi ada benarnya. Gue gak mau terlalu memanjakan rasa sakit akhirnya setuju sama tantangan dia tapi gue mau ngajuin syarat. Should I? Semoga permintaan gue gak dianggap manja.


"Tapi pegangin." Ada sedikit rasa sungkan pas gue minta hal itu sama Dejun karena tiba-tiba gue merasa gak seharusnya kayak gini.

"Iya, hayu sini." Dejun ngulurin tangannya dan kita berdua mulai jalan menuju gazebo.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit buat kita sampai di gazebo dan duduk di tempat itu. Kayaknya komplek pemakaman ini mahal, karena dari depan sini juga tata letaknya udah estetik.

Hampir gak kelihatan kalau ini ternyata tempat berkumpulnya para jasad yang udah gak bernyawa.


"Anak pinter, udah lancar ya jalannya." Pujian itu terdengar kayak ejekan berkedok babying tapi anehnya gue malah ketawa. Padahal gue cape banget, haus, dan lapar. Dejun langsung mengeluarkan peralatan makannya dan membuka kotak bekal yang dia bawa.

"Nah karena lo udah pinter, sekarang kita makan siang."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ENIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang