🌱🌱🌱🌱🌱
Ramen instan jadi perantara gue buat bilang maaf karena udah marah-marah sama Dejun. Lagian dia bisa-bisanya membangunkan singa betina yang tidur. Sambil menikmati tiga bungkus ramen di panci yang sama, kita baikan lagi dan gue gak jadi ngusir Dejun.
"Lo lagi selingkuh?" Orang yang gue tanya, langsung nunjukin ekspresi kagetnya.
"Bisa aja kan gue cepu ke cewek lo kalau lo disini lagi makan ramen sama gue, berdua, sambil nonton Netflix pula." Walaupun gue gak ada nyali buat ngomong sama pacarnya, tapi gak baik juga kan, berduaan di apartemen kayak gini.
"Emang lo merasa lagi jadi selingkuhan gue gitu?"
"Ih najis anjir, ogah!"
"Nah, yaudah." Dejun kelihatan gak peduli sama ancaman gue barusan.
"Jadi sekarang udah mau cerita?" Orang yang lagi kalap makan mie instan itu langsung mengalihkan topik pembicaraan. Kayaknya dia gak nyaman kalau gue singgung masalah hubungan asmara nya.
"Males ah, lo pasti cuma kepo."
"Gue beneran peduli, anjir!"
Gue lihat dia serius juga nanggepi gue. Sambil muter otak, gue cari cara gimana supaya Dejun gak over reaction. Terakhir yang gue ingat, dia emang suka lebay kalau menanggapi sesuatu, tapi gak tau kalau sekarang.
"Quarter life crisis nih kayaknya. Gue sering over thinking sampai panik gak jelas dan itu pusing banget. Tidur aja gak bikin pusing gue hilang, jadi yaudah gue cari aja di google obat yang cocok buat tanda-tanda yang gue alami."
Ini gue cerita jujur dan gak ada yang di tutupi. Emang bener gue suka panikan orang nya. Di prank teman kantor yang bilang gue kerja gak bener aja gue sampai nangis. Terus lagi sekarang gue sering insomnia. Double dah itu pusing nya.
"Gegabah banget lo! Itu namanya self diagnose, jangan sok tahu!"
"Tapi kan emang bener, setelah minum obat itu gue jadi bisa tidur tenang. Lo gak paham gimana sakitnya kepala gue kalau udah over thinking."
Di pikir-pikir, baru kali ini gue curhat panjang lebar lagi sama Dejun. Terakhir kali curhat itu kalau gak salah sebelum gue ketemu sama produser Kun, kali ya?
"Sakit kepala? Lo beneran over thinking sampai sakit kepala, atau lo sakit kepala terus gak tertahan sampai bikin lo over thinking?" Gue diem karena bingung harus jawab apa.
"Kan! Lo sendiri bingung. Saran gue sih mending lo beneran konsultasi sama dokter biar dapat penanganan yang tepat. Lo malah main self diagnose seenaknya."
"Tapi gue cuma gak tahan sama sakit kepala nya aja, Jun. Gue gak mau, apalagi ke psikiater. Lo mikir akal sehat gue hilang satu strip gitu?!"
Dejun langsung nyimpen sumpit ramen terus minum sisa cola dari gelasnya. "Masa lo gak seterbuka itu sih, sama pasien psikiater? Katanya dua tahun hidup di Eropa, tapi pikiran lo masih sempit. Dengar ya, pasien ketemu psikiater itu bukan karena gila atau apa lah itu istilahnya. Udah deh besok lo cuti aja, ntar gue antar."
"Enak aja ngatur! Males ah."
"Daripada makin parah?"
"Yaudah, gue kerja setengah hari aja. Awas lo janji besok anter!"
Setelah negosiasi yang cukup panjang sama Dejun, akhirnya untuk pertama kalinya gue memberanikan diri buat cek keadaan gue ke dokter.
***
Keesokan hari nya, gue minta izin cuti setengah hari ke kantor dengan alasan gak enak badan dan beruntung langsung diizinkan.
Sebenernya gue masih ragu buat ketemu dokter atau engga, soalnya gue takut. Apalagi Dejun kemarin menyarankan gue buat ketemu dokter saraf atau psikiater.
Sesampainya di rumah sakit, gue langsung menuju ke ruangan Dejun karena tadi pagi dia ngasih tau katanya kalau mau ke rumah sakit, samperin dia dulu di ruangannya. Setelah mengonfirmasi kedatangan gue sama perawat yang ada di depan, gue dipersilahkan masuk ke ruangan Dejun.
Gue langsung membeku di tempat pas buka pintu ternyata Dejun lagi ngobrol sama seseorang. "E,eh..maaf. Saya kira gak ada orang."
"Sini Fa, masuk aja!" Dejun nyuruh gue masuk setelah gue mundur dan mau nutup pintu nya dari luar.
"Kok gak bilang lagi ada tamu? Kan gue malu!"
"Itu Anna." Jawab Dejun. Akhirnya gue gak jadi masuk karena kayaknya mereka lagi ngobrol serius.
"Oh, ada pasien ya?" Gue langsung deg-degan ketika Anna ikutan keluar dan natap gue kesal.
"Dejun, think about it!" Anna nepuk bahu Dejun terus dia langsung cabut. Gue jadi gak enak karena ceweknya Dejun kelihatan kesal sama gue. Rasa bersalah itu tiba-tiba berubah jadi sakit kepala yang hebat.
"Fa, lo gapapa?"
Sambil mengurut kepala, gue menggeleng karena gak mau berbuat kekacauan lebih banyak lagi. Gue minta waktu istirahat sebentar sebelum Dejun nganter gue buat ketemu dokter.
***
Alur pemeriksaannya cukup panjang dan memakan waktu. Gue cuma menjelaskan keluhan yang gue rasain terus abis itu dokter melakukan beberapa tindakan. Mulai dari CT scan, ambil sampel darah, sampai sampel cairan otak yang di ambil lewat tulang belakang.
Padahal keluhan gue cuma pusing tapi gak nyangka bisa sampai sebanyak ini data yang di butuhkan buat menyimpulkan hasilnya.
Dokter menyarankan gue buat kontrol lagi kesini tiga hari ke depan sekalian ngambil hasil pemeriksaannya. Setelah efek obat biusnya habis, gue baru merasa sakit di bagian punggung.
Sekarang gue cuma dikasih resep obat buat meredakan sakit kepala dan setelah selesai konsultasi sama dokter, gue langsung pulang.
"Dejun, makasih ya."
"Lo mau pulang ke apartemen atau ke rumah orangtua?" Tanya dia setelah gue selesai nebus obat di bagian Farmasi.
"Ke apartemen lah, gue gak mau nyokap khawatir."
"Yaudah lo hati-hati ya, cepet sembuh!" Gue ngangguk dan keluar setelah kendaraan yang gue pesan sampai di pintu masuk.
Sekitar jam sembilan malam, gue baru sampai di apartemen. Dengan situasikayak gini, lagi-lagi gue harus bergantung dan mengandalkan diri sendiri.
Setelah makan malam, gue langsung minum obat supaya cepet tidur karena gue gak mau terjaga semalaman, mikirin banyak hal yang di satu sisi gue sadar hal itu gak perlu gue pikirin.
Sesulit inikah jadi orang dewasa?
Sesulit inikah juga, berdamai dengan semua keadaan?
—tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA
RomanceE.nig.ma [a person or thing that pazzling and difficult to understand] Susah, ini emang susah. Susah untuk di mengerti, susah untuk di jelaskan. Semuanya selalu berawal dari kebetulan. Kebetulan kenal, kebetulan bersahabat, kebetulan terpisah, eh se...