Selamat membaca....
Prana kembali. Setelah minggu lalu hatinya seakan dihantam bongkahan batu besar, ia kembali menginjakkan kakinya ke rumah Kakek Hamid. Laki-laki itu berpamitan pada Alya. Hanya dua hari untuk meninjau pabriknya. Lebih dari itu, ia memberikan Alya sedikit waktu untuk memikirkan kembali perkataan perempuan itu.
Ia ingin Alya berpikir lebih jernih lagi. Pernikahan mereka telah melewati angka dua tahun. Tapi berpisah bukan hal baik bagi Prana untuk keduanya. Bahkan, setiap kali wajah perempuan lain muncul di pikirannya, Prana tidak pernah memandang perceraian sebagai masa depannya dengan Alya. Tidak pernah sekali pun.
Bercerai tidak pernah ada dalam mimpinya. Bersama Alya, setidaknya ia tahu siapa yang akan menemani hari-harinya nanti. Dulu, ia hanya berpikir jika Alya hanyalah seorang teman hidupnya. Ya, hanya sebatas teman berbagi cerita karena hatinya sudah tertanam pada Noëlle. Kini, pikiran itu seolah mampu dibolak-balikkan dengan begitu dahsyat oleh Sang Pencipta. Ia menginginkan Alya sepanjang hidupnya. Ia menginginkan Alya sebagai perempuan yang mencintai dan dicintainya.
Ia menghentikan mobilnya di depan pagar rumah Kakek Hamid. Saat itu, barulah Prana menyadari apa yang ada di hadapannya. Sebuah plang yang tidak terlalu besar tapi tulisan di sana mampu dibacanya dengan jelas. Bahkan, tulisan itu mampu dibaca orang yang melewati jalan ini.
Prana tidak mengerti dengan jalan pikiran Alya. Perempuan seolah menjadi sosok yang semakin sulit ia pahami. Atau, mungkin karena selama ini ia tidak pernah mencoba mengenal lebih jauh istrinya sendiri. Ia terlalu larut dalam nostalgianya sendiri.
Dengan tergesa, Prana membuka pagar itu dan membawa mobilnya masuk. Ia ingin segera menemui Alya. Ia harus berbicara pada perempuan itu. Harus ada pembicaraan pada hal besar seperti ini.
Rasanya kepala Prana ingin pecah. Setelah mendengar kalimat perpisahan dari mulut istrinya, ia kembali mendapat kejutan dari Alya. Sebuah plang di depan rumah Kakek Hamid. Tulisan yang cukup besar untuk dilihat orang lewat.
Rumah ini dijual. Hubungi 089876543210.
Perempuan itu jelas ingin segera menjauh dari hidupnya. Alya bukan hanya ingin bercerai darinya tapi juga pergi jauh. Menjual rumah ini dan tinggal di mana perempuan itu tidak bisa melihatnya lagi.
Alya sudah memutuskan untuk menutup buku kehidupan mereka. Tapi, Prana tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan terus berusaha meraih hati istrinya. Bila dulu, Alya yang berlari ke arahnya, kini saat ia yang melakukannya.
Ia tidak menemukan Alya di ruang tamu. Ruangan besar karena menyatu dengan ruang keluarga itu hanya menyisakan sofa dan lemari televisi. Tanpa ada perempuan yang belakangan terus menghantui malam-malam Prana.
Laki-laki itu melihat Alya di dapur. Ia melihat Alya duduk di meja makan sambil tangannya memotong sayuran. Seketika sebersit senyum menghampiri Prana. Alya baik-baik saja. Perempuan itu sudah mencoba menerima kenyataan mengenai kepergian kakek tercintanya.
Hembusan napas lega dan suara langkah menghentikan gerakan tangan Alya. Ia menoleh dan mendapati suaminya berdiri di ujung ruangan. Laki-laki itu masih menggunakan kemeja dan celana bahan hitam. Ada raut lelah di wajahnya. Saat jarum jam menunjukkan waktu menjelang malam, Prana baru kembali dari pekerjaannya.
Dulu, ketika ia belum menyadari kehadiran Noëlle di tengah-tengah pernikahan mereka, ia selalu suka menyiapkan masakan untuk makan malam suaminya. Melihat Prana lahap memakan masakannya membuat hatinya selalu menghangat. Laki-laki itu tidak pernah protes dengan apapun yang Alya masak. Selalu menerima dan memakan sampai habis. Bahkan, tidak jarang untuk meminta tambahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hari Setelah Kemarin (Selesai)
RomancePrana meninggalkan Kota Paris dengan sesuatu yang tertinggal. Di tempat itu, ia merajut asa dan membangun mimpinya. Ketika mimpi itu musnah-hanya selangkah sebelum ia menggapainya, separuh jiwanya ia titipkan di sana. Mampukah Prana mengembalikanny...