Teguh POVSetelah mengantarkan Galang dan mampir kekantor. Ternyata ada barang yang tertinggal, yaitu handphone. Jadilah saya kembali kerumah.
Saat sampai dirumah dan masuk sambil mengucapkan salam, tidak ada jawaban dari dalam. Dan hanya ada belanjaan milik istri saya.
Saya berjalan ke arah kamar berniat mengambil handphone terlebih dahulu baru mencari keberadaan Siwy.
Saat membuka pintu kamar, saya disambut dengan suara isakan. Dan itu berasal dari seorang perempuan yang duduk di pinggir ranjang sambil menatap kosong ke arah depan. Tidak lupa dengan bahu yang bergetar.
Saya mulai berjalan kearahnya dan menepuk bahunya, sepertinya ia melamun. Dan saat dilihat dari dekat wajahnya sudah sembab. Ia memalingkan wajahnya dan menghapus air matanya.
"Eh ko mas pulang lagi? Emang ga ke kantor? Atau ada yang ketinggalan?" Pertanyaan yang ia lontarkan sambil menghapus air matanya.
Aku menakap dagunya lalu ku tarik agar ia menatapku.
"Kenapa nangis hmm?" Tanya ku lembut dan aku mendapatkan sebuah kesedihan di dalam matanya.
"Aku ga papa ko mas." Ucapnya dengan tersenyum manis, dan aku tahu dia bohong.
"Kamu ga pandai berbohong, sayang."
"Aku beneran ga papa ko, mas kenapa kembali lagi. Ada yang ketinggalan?" Tanyanya.
"Jujur sama mas sekarang juga." Ucapku dengan penekanan di setiap kata.
Ia melepaskan tangan ku yang memegang dagunya, lalu menggeleng dengan senyuman manisnya.
"Aku ga papa mas, mas kenapa kembali lagi kerumah? Oh apa ada yang ketingalan ya?" Dia melihat lihat dan menemukan handphone di atas nakas.
"Oh pasti handphone kamu ya yang ketinggalan? Lain kali kamu jangan sampe ketinggalan lagi ya mas." Ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya dan membawa ponselku.
Aku hanya menatapnya dengan datar. "Ini mas." Ia menyodorkan ponselku.
"Saya kembali dulu." Aku keluar dari rumah tanpa mengecup keningnya. Biarkan lah dia harus tahu bahwa aku itu tidak suka dibohongi.
Saya keluar dari rumah lalu langsung menaiki motorku dan melesat menuju kantor, moodku pagi ini sudah hancur karna istriku membohongiku. Saya tahu ia memang bisa menyimpan bebannya sendiri, tapi itu dulu. Sekarang ia memeliki saya, saya suaminya dan ia seharusnya bercerita dan membagikan bebannya pada saya. Namun apa? Ia malah menyimpannya sendiri.
Saya turun dari motor, setelah memarkirkannya di parkiran. Jarak dari rumdin ke kantor lumayan jauh, maka dari itu saya membawa motor.
"Selamt pagi kapten," sapa para juniorku.
"Pagi." Balasku
Saya memasuki ruangan saya dan mulai memeriksa beberapa berkas. Sedang asik asiknya membaca dokumen. Pintu ruanganku di ketuk oleh seseorang.
"Masuk," perintahku.
Ternyata ia adalah Robi.
"Izin kapten, saya ingin mengantarkan berkas ini. Dan ada yang ingin saya bicarakan." Ucapnya.
"Silahkan duduk." Perintahku.
"Siap, terimakasih kapten."
Robi duduk di depan saya, lalu ia menghembuskan nafasnya. Sepertinya ada sesuatu serius yang ingin ia sampaikan.
"Ada apa, pratu Robi." Tanyaku.
"Siap kapten, ini menyangkut istri anda. Tadi pagi saat istri saya belanja di warung dan kebetulan ia bareng dengan bu Siwy. Saat akan sampai di warung, istri saya mendengar ibu ibu menggosipkan hal yang tidak tidak." Jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siwy (On Going)
Random⚠️WARNING 18+⚠️ welcome to my second story. kali ini aku bawa lagi kisah tentang militer nih, story yang sekarang menceritakan seorang dokter dan tentara. semoga kalian suka ya🤗 kisah ini adalah murni dari otak author ya, bukan copas copas dan plag...