15 [H-1]

2.5K 136 26
                                    

"maaf menunggu lama, ada sesuatu yang belum beres tadi"

"santai saja, sepertinya kami juga datang terlalu awal, bagaimana kalau kita membicarakan kerjasama kita dulu?"

"ide bagus, bagaimana kalau di ruang kerjaku?" Jihyuk mengangguk.

"sayang ayo" Jihyuk mengajak Claretta untuk ikut mendiskusikan kerjasama antara suaminya dan Arnold. Claretta sendiri memang pandai dalam hal bisnis, sebenarnya ia juga ingin bekerja tapi suaminya tidak pernah mengizinkannya.

"aku harus menjaga Lea"

"ah benar"

"eomma Lea mau itu!" Lea menunjuk mainan yang ada dipojok ruangan, mainan yang pagi tadi ia mainkan bersama Lucas.

"duduk saja disini, ok?"

"engga mau eomma, ayo main" Lea terus menarik tangan Claretta sambil merengek dan itu membuat Claretta sedikit kerepotan.

Lucas yang memerhatikan interaksi mereka sejak tadi tersenyum miring "Lea akan bermain denganku tante, tante bisa ikut bekerja dengan paman"

"serius? ah... tante merepotkanmu lagi bukan?"

"tidak sama sekali" Arnold menatap was was kearah Lucas, hati dan pikirannya sama sekali tidak tenang 'apa Lucas akan mengambil Lea sekarang?' tapi itu tidak mungkin, Lucas bukan orang yang ceroboh, ia akan menyusun dahulu semuanya dengan rapih baru mengerjakannya.

"eomma ayoo..." Lea mulai menangis sambil terus menarik tangan Claretta.

Lucas berjalan menghampiri Lea, lalu berjongkok didepan Lea dengan senyum yang mengembang, senyum yang belum pernah dilihat oleh siapapun. "Lea mau main sama kakak?"

"Lea mau main sama eomma aja"

"eomma lagi sibuk sekarang, Lea mau menganggu eomma? nanti eomma bakal pusing lalu eomma sakit, Lea mau?" Lea menggeleng cepat.

"engga, Lea mau main sama kakak aja, Lea gak mau eomma sakit" Lucas mengulurkan tangannya dan langsung diterima Lea.

"eomma kerja dulu ya? Lea jangan nakal ok? jangan merepotkan kak Lucas" ucap Claretta yang hanya dibalas gumaman oleh Lea.

"Lucas anak yang baik, kakak yang baik"

"ya betul, saat kemarin aku menitipkan Lea, Lea sama sekali tidak menangis, dia nyaman dengan Lucas" Arnold tersenyum menanggapinya, mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Lea tunggu sebentar, jangan kemana mana" wajahnya kembali datar. setelah memastikan Arnold, Jihyuk dan Claretta masuk ruangan, Lucas dengan cepat masuk ke kamarnya dan mengambil kamera kesayangannya, kamera dengan satu objek, Lea.

Lucas keluar dari kamar dengan kamera dan buku gambarnya, dari pintu kamar Lucas langsung bisa melihat Lea dengan segera dia memotret beberapa photo.

"Ini apa?" Lucas sedikit terkejut namun segera digantikan dengan senyuman miring "mainan"

"mainan? Bagaimana cara bermainnya" Lucas mengambil benda itu lalu menekannya dan keluar sebuah pisau, sebenarnya itu adalah pisau lipat yang lupa ia simpan di tempatnya kembali. "Pisau! Itu buat masak? Kita akan main masak-masak?" Lucas menggeleng.

"Lea ingin tahu cara bermainnya?" Lea mengangguk. Lucas mengarahkan pisau itu ke jari telunjuknya lalu menyayatnya perlahan.

Lea panik lalu memegang jari telunjuk Lucas yang sudah penuh darah. "Kakak berdarah kita harus bilang paman!" Mata Lea melebar dengan napas yang terengah engah dan terus memperhatikan telunjuk Lucas.

"Apa sakit?" Lucas menggeleng sambil tersenyum memerhatikan wajah khawatir Lea. "Kakak tunggu disini sebentar ya" Lucas menahan Lea yang ingin pergi.

"Lea mau ini cepat sembuh?" Lea mengangguk "Bantu kakak cuci luka ini, nanti akan langsung sembuh setelah dicuci"

Lea membantu Lucas untuk membasuh luka dengan tergesa gesa yang seharusnya membuat rasanya lebih sakit namun itu tidak berpengaruh sama sekali pada Lucas, tidak terasa apapun.

"Masih sakit?" Lucas tersenyum "sedikit--" padahal ia sama sekali tidak merasa sakit "--terimakasih, Lea udah mau bantu kakak sembuhin luka ini" Lea mengangguk lalu tersenyum.

"Anak anak, kalian dimana?" Dengan segera Lea dan Lucas beranjak keluar dari kamar mandi. "Kalian ngapain? Lea kenapa di baju kamu ada darah?!"

Lea melihat bajunya yang terdapat beberapa noda darah lalu mengosok gosoknya "jari kak Lucas berdarah tadi, eomma tadi juga Lea bantu kak Lucas sembuhin lukanya" ucap Lea sambil berlari ke arah ibunya.

"Lucas, apa sudah pakai obat merah?" Lucas menggeleng. "Lucas ikut paman kita obati dulu luka kamu, maaf aku harus mengobati Lucas dulu sebentar" Arnold membungkuk sedikit lalu menuntun Lucas kedalam kamar."Ya tidak apa apa Arnold, Lucas lebih penting"

Di dalam kamar

"Kamu menyakiti diri sendiri lagi?" Lucas tidak menyahut sibuk memperhatikan lukanya sendiri dengan wajah datarnya.

"Tolong jangan sakiti diri sendiri lagi Lucas, kamu tidak tahu seberapa khawatirnya paman?"

"Dengan satu syarat"

"Apa?"

"Lea, jadikan Lea milikku paman, aku tidak akan berbuat macam macamnya padanya, aku akan menjaganya, tolong bantu aku paman" Lucas memegang kedua tangan Arnold dengan raut memohon.

Di ruang makan

"Eomma tadi kak Lucas menyayat telunjuknya sendiri" kedua orang tuannya membulatkan matanya lalu tertawa "Lea jangan mengada ngada, itu tidak lucu" Jihyuk malah mengejeknya dan membuat Lea cemberut "engga Lea gak bohong"

Setelah beberapa jam kemudian mereka baru menyelesaikan makan malamnya "terima kasih makan malamnya sekarang kita impas" Arnold terkekeh "ya sama sama"

"Ya sudah aku pamit dulu, sekali lagi terima kasih dan Lucas juga terima kasih" Jihyuk membungkuk pada mereka berdua. "Ya hati hati di jalan, jaga anakmu juga" Awalnya Jihyuk merasa aneh namun ia tetap berpikur positif "itu pasti"

"Kenapa? Ada masalah?" sambil menuntun Lea di lorong apartment. Jihyuk menoleh "Hanya terpikirkan ucapan Arnold saja"

"Aku juga, perasaanku tidak enak, seperti akan terjadi seduatu pada kita, tapi semoga itu hanya perasaan ku saja" Jihyuk tersenyum dan menepuk nepuk pundak istrinya.



•••••




vote

ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang