enam

2K 255 179
                                    

Mark dan Jisung akhirnya memutuskan untuk pergi ke Taman hanya berdua. Awalnya Mark malas sekali dan hanya ingin rebahan seharian di Rumah. Tetapi, karena Jisung yang dari tadi menangis meraung-raung sambil berguling-guling membuat Mark mau tidak mau menuruti keinginan anak semata wayangnya itu.

Kini mereka berdua tengah duduk di bangku taman sambil menikmati secontong ice cream. Mark yang melihat anaknya memakan ice cream hingga belepotan membuat Mark reflek membersihkan mulut Jisung menggunakan tisu.

"Jisung, makannya jangan belepotan, ah" ucap Mark masih membersihkan mulut Jisung dari noda ice cream.

Jisung mengangguk lucu"Iya, Mom. Mommy juga kalau makan ice cream jangan belepotan" Jisung membersihkan sudut bibir Mark yang terdapat noda ice cream menggunakan ibu jarinya.

"Iya, terima kasih" Mark mengusap lembut rambut Jisung. "Jisung, masih marah sama Daddy?" Tanya Mark penasaran.

"Iya, Jisung masih marah sama Daddy. Pokoknya Jisung benci Daddy yang suka memberi harapan palsu" kesal Jisung kemudian mengerucutkan bibirnya.

"Ehh... gak boleh gitu sayang. Seharusnya Jisung ngertin Daddy. Daddy bekerja kan juga buat kita, sayang" Mark mencoba memberi pengertian kepada anaknya agar tidak membeci daddynya.

"Tapi, Mom. Daddy udah sering bohongin Jisung. Gak cuma satu dua kali, tapi berkali-kali" Jisung memakan contong ice cream, mengunyahnya perlahan kemudian menelannya "Bahkan waktu itu Jisung pernah lihat Daddy sama cowok cantik di Cafe"

"Jisung lihat Daddy sama cowok cantik di Cafe?"

Jisung mengangguk"Iya, Mom. Mereka hanya berdua saja. Awalnya Jisung mau nyamperin Daddy. Tapi, karena Chenle gak sabar pengen cepat sampai di Lotte World makanya Jisung gak jadi nyamperin mereka"

"Mungkin itu klien Daddy. Bukannya waktu itu Daddy bilang mau nemuin kliennya di Cafe"

"Klien kok suap-suapan, pegang-pegangan tangan. Gak mungkin lah Mom kalau hanya sebatas klien"

"Iya juga ya" lirih Mark.



Sementara di sebuah Apartemen mewah sepasang kekasih tengah duduk bermersaan di balkon. Saling mentautkan tangan mereka menikmati keindahan kota seoul dari lantai atas Apartemen.

"Lucas, kapan hubungan kita mau dibawa kearah yang lebih serius?" Tanya pemuda manis kepada kekasihnya sambil bersandar di bahu lebarnya.

"Kakak tahu kan aku masih sama Mark." Lucas mengusap lembut rambut hitam kekasih manisnya itu-- Kim Jungwoo.

Jungwoo mengerucutkan bibirnya"Yaudah ceraikan saja Mark" ucapnya santai.

"Gak bisa gitu, Kak. Aku gak bisa langsung lari dari tanggung jawab." Lucas memandang lurus ke depan. "--Kakak tahu kan, kalau hubungan kita itu salah, jadi kecil kemungkinan kalau kita mau membawanya kearah yang lebih serius" lanjut Lucas.

Jungwoo memandang wajah Lucas dari samping dengan pandangan sendu "Aku tahu, Cas. Tapi apa aku gak boleh kalau menjadi satu-satunya di hidup mu. Bukan salah satunya. Aku ingin menjadi yang pertama bukan yang kedua"

"Aku dulu gak maksa kakak kan buat jadi kekasih ku. Tapi kakak sendiri yang datang ke aku"

"Jadi kamu nyalahin aku, Cas!" Ucap Jungwoo penuh emosi.

"Aku gak nyalahin kamu, kak. Kalau kakak mau ngajakin debat. Lebih baik aku pulang. Anak dan istri ku menunggu di rumah" Baru saja Lucas bangkit dari duduknya, tangannya langsung di tarik kembali oleh Jungwoo untuk kembali duduk.

"Maaf, Cas. Aku gak bermaksud" Jungwoo mengusap lembut pipi Lucas.

Lucas hanya mengangguk tanpa membalas ucapan dari kekasihnya itu.

Keluarga WongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang