Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Pindah ke Cambridge dan lanjutkan pendidikan kamu ke Harvard, atau—jangan pernah menanggap kamu jadi bagian dari keluarga Lazuardi.”
Lia tertawa sarkas, menatap Dharis dengan tidak percaya. “Bahkan belum satu tahun Lia menetap di Jakarta, Pa. Dan sekarang apa lagi?”
“Cukup ambil studi disana paling tidak selama 5 tahun, setelah itu kamu bisa hidup bebas semau kamu.”
“Lia nggak yakin Papa bebasin Lia begitu aja, dimata Papa Lia itu apa sih? Boneka? Lia bener-bener capek,”
“Itu semua demi kebaikan kamu!”
“Persetan! Demi kebaikan Lia? Kalau demi kebaikan Lia, baik Mama maupun Papa nggak bakal terus ngatur-ngatur Lia kayak gini! Bahkan sebentar lagi, Lia bakal naik kelas 12. Dan Papa malah nyuruh Lia pindah ke US?!”
“Maka dari itu, Papa coba buat kasih kamu kebebasan! Kamu Papa izinkan berpacaran setelah selesaikan studi kamu, kamu dekat sama Arkasa itu kan?”
“Lia sama Arkasa nggak pacaran!”
“Tapi kamu suka sama dia?”
Lia terdiam.
“Papa akan kasih kamu waktu untuk berpikir sampai kamu lulus, tetap nurut lanjutin studi ke Harvard. Atau, jangan anggap kamu anak dari kami lagi.”
“Pemikiran Papa terlalu sampah.” Ujar Lia dengan geram, lalu ia pergi dan berangkat ke sekolah, meskipun baru pukul setengah enam pagi.
Suasana hati nya begitu kacau, bahkan saat perjalanan menuju sekolah. Ia mencoba untuk tidak menangis. Meskipun ia lelah, sangat lelah. Ia sangat lelah selalu menjadi boneka bagi orang tuanya.
Bahkan, suasana sekolah pun masih cukup sepi ketika ia sampai. Hanya ada beberapa ibu-ibu dan bapak kantin yang menyiapkan dagangan dan pak satpam serta penjaga sekolah yang tinggal disana.
Lia berjalan dengan santai menuju kelasnya, tetapi begitu ia masuk ia berpapasan dengan Tiara yang tengah menatapnya.
“Ikut gue.” Tiara langsung menarik tangan Lia menuju toilet.
Begitu sampai dan memastikan tidak ada orang di dalam bilik. Tiara segera melepas tautan tangannya dengan Lia lalu menatap gadis itu dengan tajam.
“Jauhin Arkasa.”
Lia tidak merespon, ia malah mengeryit heran dengan ucapan gadis Prameswari itu.
“Gue minta lo jauhin Arkasa.”
“Atas dasar?” tanya Lia.
“Gue nggak suka lihat lo deket sama dia, disini yang lebih deket sama Arkasa itu gue. Bukan lo. Lo itu penghalang persahabatan gue sama Arkasa, jadi stop bersikap seolah-olah lo juga deket sama Arkasa.”
“Lo sahabat deketnya, dan lo jauh lebih tahu tentang Arkasa dibanding gue. Harusnya, lo ngedukung dia dalam keadaan apapun. Lo nggak berhak ngelarang Arkasa buat berteman sama siapapun, gue nggak bersikap seolah-olah gue paling deket sama Arkasa. Gue cuma bersikap jadi temen yang baik buat Arkasa, jadi gue juga minta lo buat stop jadi parasit dan penghalang hidup Arkasa.” Ujar Lia sambil menunjuk Tiara dengan telunjuknya. Lalu, ia beranjak pergi meninggalkan Tiara tetapi di tahan oleh gadis itu.