chapter 12

2.3K 154 21
                                    

Kulihat lagi tangan mungil itu, kemudian beralih ke manik indah miliknya, rasanya aku sudah jatuh cinta pandangan pertama padanya, kusentuh lembut jemari kecilnya, selamat datang putri cantikku, jadilah hatimu secantik parasmu, walau papa dan mamamu melakukan banyak dosa, kau tak perlu memikulnya. Kunamai bidadari kecil ini Shitiga Awan Persada, agar kelak ia tau bahwa ia memiliki dua kakak, dia bukanlah anak sulungku, tapi anak pertama perempuan ku.

Tiga bulan berlalu, kehadiran putri kecil ini memalingkan kesedihanku akan perpisahan dengan Tian dan juga anak-anak ku di Ujung kota sana, dia membuat hariku kian hangat walau hanya melihatnya menangis ataupun tersenyum kecil. Meski rasaku pada Rora tak lagi sekuat dulu, namun kehadiran bayi kecil nan indah ini membuatku lebih kuat bertahan mendengar omelan panjang Rora, hardikannya ketika tingkat sensitivitas wanitanya kian meninggi, ada saja kelakuan ku yang salah dimatanya, jika dulu rasanya aku sangat jengah tapi dengan adanya Awan kututupi rapat rasa muak dan jenuhku pada ibunya itu.

Awal bulan yang merubah segalanya, tuhan sepertinya mendengar doaku setelah sekian lama, ditengah kebahagiaan bersama kehadiran Awan, pagi itu pak Sandi memanggilku ke ruangannya, ia memberikan amplop untukku baca, kulihat dengan Lamat, ternyata surat pengalihan kerja ke kantor cabang untuk satu tahun kedepan, kulihat tulisan kota cabang itu tak lain adalah kota kecil tempat mantan istri dan dua anakku berada.

Tuhan terimakasih untuk kesempatan yang kau berikan, kesempatan untuk memperbaiki sesuatu yang kurusak bertahun lalu, semoga hati Tian bisa mencair, dan mengizinkan ku bertemu dengan kedua darah daging ku.

Malam itu ku pacu mobil dinas dengan kekuatan hati yang luar biasa, rasa rindu pada anak-anakku disana kian terasa memenuhi dada ini. Pengalihan kerja kali ini terasa kian membahagiakan.

••••

Saat mentari tengah menyengat dengan sinar yang amat terik. Siang itu, dengan peluh yang memenuhi pori-pori kulit wajahku, ku langkahkan kaki dengan segenap asa menuju rumah itu, rumah tempatku dulu melangsungkan akad, kulihat dengan jelas rasanya tak ada yang berubah, kecuali statusku dengan Tatiana. Kupencet bel berkali-kali.

"Teett.... Teett...!!"

Sekilas kulihat seseorang membuka pintu dan dengan cepat pula menutup nya, sosok wanita yang dulu pernah menghiasi hidupku, Tian....! Tapi aku bisa apa? Kedatangan ku mungkin mengagetkan-nya, walaupun kemungkinan Tian membukakan pintu sangat kecil, ku coba lagi menekan tombol putih kecil itu.

Sesaat aku tersadar, Aku tak bisa memaksanya, waktuku masih banyak bukan, ku ambil nafas panjang

"Tian.......,maaf.."ujarku dengan suara tertahan

Aku tau, Tian pasti masih butuh waktu, kupilih mengirimkan pesan di Instagramnya. Kulihat ia telah membacanya, hmmm.. sepertinya aku memang harus terus bersabar untuk bisa menemui anak-anakku.

••••

Minggu demi minggu pun berlalu, kuminta pada Tian untuk mengizinkan ku menemui bintang dan adiknya. Walaupun permintaan ku terasa kian sulit, tapi nasib mujur lagi-lagi masih berpihak padaku. Akhirnya, subuh itj Tian membalas pesanku

Dari:Tatiana

Ya... Silahkan temui anak-anak besok jam 4 sore, setelah Dayat atau bunda dan Bapak pulang kerumah....

Pertemuan harus ditemani orang lain agar tidak ber-khalwat, aku dan kamu bukan lagi mahrom.. terimakasih

Meski pesan itu terasa amat dingin, tak ada lagi panggilan sayang atau suamiku lagi, tapi terasa begitu menyejukkan dadaku yang penuh karena rindu teramat berat pada anak-anakku.

Pukul 03:30 Sore, ku kendarai mobil menuju rumah orang tua Tian, aku tak ingin terlambat menemui sang bintang dan anak keduaku. Kupencet bel rumah Tian tepat dipukul 04:00 sore.

Teet... Teetttt

Kulihat sosok bunda membuka pagar, mempersilahkan ku masuk ke dalam rumah, rasanya begitu sangat memalukan menginjak lagi rumah kedua orang tua Tian mengingat kejadian buruk yang sudah ku perbuat pada putrinya dan juga cucunya. Tapi ku tebalkan muka dan telingaku, ku tanggung rasa malu dan harga diriku yang tercoreng didepan Bapak dan juga bunda tian.

Dengan sangat canggung ku Salami kedua mertuaku, dalam Islam tak ada mantan mertua bukan, walaupun ikatanku dan Tian telah berakhir mereka masih mertuaku jua, sungguh rasa malu danterhina menampar telak wajahku kala itu, saat beliau berdua justru dengan baik menerima jabatan dari tangan dariku lelaki penghancur masa depan putrinya itu.

Hanya rasa malu, malu, malu dan malu yang memenuhi setiap rongga di paru-paruku. Aku juga begitu tersiksa menatap mata Bapak Tian yang menerimaku dengan baik, aku lebih senang dimaki secara langsung oleh mereka dibanding diperlakukan sebaik ini, memandangnya tersenyum ramah sudah meluruhkan semua sendi-sendi tulangku, rasa bersalah kian mendera dan menyiksaku dari dalam sini.

"Papa..... Papa......"

Kudengar suara dari jagoanku bintang, lihatlah ia sudah bisa berlarian, sangat banyak waktu yang kulalui tanpamu duhai anakku.

Air mataku mengalir sempurna didalam dadaku, Kuteguk tangis tak berbentuk itu sendirian didalam hatiku, tak perlu mereka tau rasa sedih dan kecamukku. Kupeluk erat putra pertama ku dengan rindu yang tak tertahankan....

"Maafkan papa nak....." Bisikku lirih, Kutau bintang belum mengerti maksudku, walau dimatanya tak ada sedikitpun raut dendam tapi kuharap suatu saat ia dapat memahami rasa bersalahku yang kian menyiksaku selama ini, rasa bersalah padanya dan juga ibunya.

"Papa... ada adek Akasa tu didalam, Adenya Kaka bintang..., Bintang saaaaaayaaang banget sama adek"

Mulut kecil bintang berkata lagi... Sungguh aku sangat ingin memandang anak keduaku... Rasa sesak ini kian meremas ulu hatiku.

"Dimana adek sayang..? Papa mau ketemu adek... Kakak jaga adek terus ya, jaga mama juga ya nak..."

"Siap pak!!" ucapnya sembari hormat, kemudian dengan cepat berlarian masuk

"Oma.... Papa bilang mau ketemu Ade Akasa" bintang segera menarik baju bunda diruang tamu

"Ohh iya bentar ya... Oma akan bawa adek ketemu papa ya bintang..." Ucap bunda kemudian

Tak lama kulihat bunda menggendong anak keduaku kearah luar rumah, rasanya tak sabar ingin melihat wajah itu, bagaimanakah rupanya!

Kuraih Gendongan yang bunda berikan padaku, kulihat lekat paras itu, dia adalah anak lelaki keduaku, Alisnya sangat tebal, dia terlihat begitu mirip dengan kakaknya Bintang.

"Namanya Sang Angkasa Persada" ucap bunda lirih

Ku anggukan kepalaku pelan, nama yang indah, sangat cocok untuk putra ku ini. Rasanya hidupku sangat bahagia memiliki dua orang putra dan seorang putri.

Batita Angkasa terlihat sangat nyaman di pelukanku, Oh putraku maafkan semua dosa yang papa perbuat pada mu dulu, kau sangat manis, tak seharusnya dulu papa marah karena tidak menginginkan mu nak. Beruntung kau lahir dengan sehat dan sempurna meski Lagi-lagi maaf papa tak berada didekat mu saat kau lahir di dunia ini. Semoga papa bisa membayar semua kesalahan papa dimasa lalu padamu.

Sekilas Kulihat ada bayangan Tian diujung sana, ku rasakan tatapannya yang hangat, aku tau ia tengah memandangiku dari dalam rumah sedang memeluk Angkasa didadaku, Tian... masih bisakah, lebih tepatnya masih mungkinkah aku meminta kesempatan lagi padamu?!

•••••









To My Beloved (BAD) Wife {Bagian Arya}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang