chapter 14

2.6K 172 41
                                    

Hatiku kian kelu tak terkira, di pagi itu,  saat ragaku baru saja menikmati hari libur dengan bangun lebih siang, membiarkan detak jam berlalu tampa memusingkan target kerja harian, namun suasana santai seketika berubah menjadi bencana bagiku, saat mataku baru saja mamandang langit -langit kamar dengan buram, meletakkan bingkai segi empat besar itu diantara netra dengan tumpuan batang hidung  dan juga daun telinga, alat bantu netraku yang tak melihat jelas pemandangan jarak jauh.

Lamat kulihat wanita yang dulu adalah bagian hidupku, meski kini tempatnya masih tetap saja sama dihatiku, memakai kebaya putih dan resmi bersanding dengan seseorang yang rasanya tak asing bagiku, kurasa aku pernah melihat pria itu, tapi dimana?! Ya, aku kenal betul siapa dia. Kupandang lekat foto pernikahan Tian di laman instagramku. Beberapa teman Tian juga berteman denganku di media sosial, tampak memposting moment  tersebut. Seketika dadaku berdesir hebat, rasanya aku belum rela melepas mu dan anak-anakku pada pria selain diriku.

Hatiku kian hancur melihat caption yang mereka cantumkan, beserta tanda tagar atau dikenal hastag dengan jodoh takkan kemana, jika jodoh bertemu jua, jodohku sahabatku, teman tapi merid dan banyak lagi. Apa mereka tidak memikirkan ada aku disini, bagaimana hancurnya perasaanku melihat ini semua, apa mereka sadar? ada aku sang mantan suami disini! Atau mereka memang sengaja? Ah... sudahlah, dengan semua dosa ini,  mana mungkin mereka mengindahkan lagi perasaanku.

Kututup laman instagram dengan cepat, beralih membuka pesan-pesan di whatsapp-ku yang menumpuk, padahal ingin sekali masalah kerja hari ini kuabaikan, aku ingin bernafas lega, tapi apa bole buat, aku butuh pengalihan dari kabar tak terduga mengenai  Tian dan memang banyak pekerjaan yang harus ku urus. Walau sangat susah membendung rasa kecewa dan sakit dibagian hati lainnya. Bayangan foto tian tersenyum tadi tak benar-benar bisa hilang di benakku.

Aku masih belum merelakan pernikahan mu Tian, kau bahkan sama sekali tidak mengabariku sedikitpun tentang peristiwa sakral itu, kau tau Bukan, ada Bintang  dan Angkasa yang merupakan darah daging ku disana! Laki-laki itu akan jadi bagian baru untuk anak-anakku, tidakkah terlintas di hatimu untuk mengabariku sebentar saja. Rasanya sangat perih melihat kabar ini dari orang lain, bukan langsung darimu Tian. Meski malam itu, ku tau seseorang telah melamarmu, tapi tak pernah kusangka bisa secepat ini, aku belum benar-benar menyiapkan hatiku. Bagaimana cara berakting seolah ini tidak berpengaruh apapun padaku. Sungguh ini peran yang amat sulit.

Rasa sakit ini , mulai bermetamorfosis menjadi kecewa dan sebentuk kemarahan mendalam di otakku. Mungkin karena gabungan beberapa emosi yang tertahan cukup lama dan sangat jauh dilubuk hatiku mulai menyeruak dan tak lagi bisa menampungnya, entah dari kapan aku berusaha meredamnya. Terutama emosi dengan jenis marah pada diriku sendiri.

"Mas... Baru bangun itu jangan main Handphone mulu! Bantuin aku dong.., gendong Awan yaa...  Aku mau ke warung depan bentar, ada yang harus dibeli... "

Suara Rora segera menghentikan aktifitasku, kuambil nafas dalam, mengangguk pelan, kemudian kuterima gendongan Putri kecilku itu, kesedihan dan kemarahanku akan cepat beralih dengan melihat Durja kecil nan manis itu. Ku cium pipi putih lembut miliknya. Kudekap ia di dadaku.

"Kamulah penyemangat papa nak,  semoga nanti kamu bisa bertemu dengan dua kakak lelakimu ya..."ujarku halus

••••

You see her when you close your eyes
Maybe one day you'll understand why
Everything you touch surely dies

Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go.... And you let her go...

To My Beloved (BAD) Wife {Bagian Arya}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang