Sepertinya harapanku untuk kembali pada Tian hanyalah bias butiran air ditengah Padang pasir nan tandus. Menguap! Hilang dan tak berbentuk. Di saat malam itu, saat kulihat lekat netra Tatiana, kami beradu pandang cukup lama, kemudian ia melangkah dengan cepat menghindari ku yang tengah bersama Rora dan bayiku Awan disebuah Pesta pernikahan tetangga Rora, yang pada akhirnya kutau, ternyata itu adalah pernikahan Hana sahabat terdekat Tian.
Aku dan Rora yang semula mematung akhirnya hanya bisa menghela nafas dalam, kikuk dalam pikiran masing-masing.
"Mas, mantan istrimu kok bisa ada disini? Dia kenal sama mas Gani atau istrinya? Sejak kapan dia pulang?" Ucap Rora dengan pandangan tajam kearah ku.
"Ah sudahlah, itu bukan urusanmu..."
"Jadi dia urusanmu? Kamu udah tau dia udah pulang? Jangan-Jangan Kamu udah ketemu dia kan? ayo ngaku mas!
"Cih.., mau berapa kali aku bilang, bukan urusanmu, urus saja awan, dia juga gak ganggu kita kan, sudahlah sekarang kita pulang saja..."
"Aku gak mau, gak bakal aku biarin mantanmu itu merusak rumah tangga ku..."
"Kamu yang merusak rumah tangga kami, jangan seolah kau yang jadi korbannya... Sudahlah ayo sekarang PULANG!" Ucapku menarik keras tangan Rora
"Kenapa? kamu masih suka sama dia? Masih cinta? Iya..., Mau aku teriak disini, biar orang tau dia menggoda suami ku..."ucapnya mengancam ku
Tak ku balas ucapan memancing dari Rora, ku tarik ia menjauh dari kerumunan, ku lepaskan tautan keras di pergelangan tangannya setelah berada diparkiran.
"Ayo masuk... Jangan sampai kegilaan mu membuatku lebih muak lagi...! Ayo...! Jangan buat awan mendengar kata-kata burukku untukmu lebih dari ini..."
Rora masih menantang netraku tajam, kemudian menangis tersedu dan masuk kedalam mobil memangku bayi Awan. Selama perjalanan pulang, tak sedikitpun ku tanyai Rora. Kubiarkan tangisnya pecah dalam diam. Bayang Tian yang berlarian pergi masih saja mengulang di ingatanku.
"Ah... Setelah ini, tak mungkin lagi mengirimkan pesan untuk memintanya kembali, dia pasti akan lebih muak denganku" batinku
"Semoga saja dia masih mengizinkan aku bertemu anakku Bintang dan Angkasa"
••••
Minggu-minggu telah berganti, syukurlah Tian dan keluarganya masih menyambut baik kunjunganku untuk bertemu putra-putraku. Meski memang Tian kian menjauh dariku, dia bahkan tak lagi menggubris pesan-pesan ku. Tak ada pemberitahuan pesanku telah dibaca.
Hatiku memutih, tak lagi merah tua ataupun merah muda, mengharapkan Tian kembali sungguh nestapa. Wajahnya tak lagi berada diantara kedua anakku. Dia menghindari ku sebaik mungkin.
Sesuatu yang berharga dan bersinar akan nampak jelas, ketika ia tak lagi menjadi kepunyaan mu, agaknya itulah kata yang pantas untukku. Sepertinya halnya dulu, saat aku masih bersama Tian, Rora terlihat begitu memabukkan ku, kini saat Tian kian menjauh dan aku sudah bersama Rora, Tian justru tanpak lebih indah.
Aku memang pria tamak. Tidak pernah tau artinya bersyukur. Kini ku terima juga hukuman ini, tersiksa dalam kerinduan pada orang yang telah ku sia-siakan
••••
Tak terasa sudah sebelas bulan berlalu, berada dikota kecil ini untuk rolling kerja tahunan yang bersifat sementara. Satu bulan belakangan hari-hariku kini lebih lama berada disini, apalagi ini jelang tutup buku akhir tahun. Waktu terasa amat singkat saat membuat laporan panjang untuk semua pencapaian penjualan cabang di kota ini. Jika hasilnya minus atau defisit, habislah harapanku untuk naik jabatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
To My Beloved (BAD) Wife {Bagian Arya}
Любовные романыRang #1 segitiga -Mei 2021 Rang #1 mendua - mei 2023 Pagi yang merubah segalanya Ya....Pagi itu saat ku terbangun dan kau tidak lagi membalas pesanku, tidak lagi menjawab telepon ku. Andai saja... Aku tak bertemu wanita dengan rambut coklat panjan...