Chapter 17

2.6K 139 25
                                    

Dentuman Petir silih berganti menggelegar disiang itu. Langit yang semula cerah dengan cepat berganti gelap. Desiran Hujan deras dan angin meniup sangat keras membuat langkah kakiku terhenti menuju lapangan untuk mengejar target awal tahun baru mengganti ketertinggal tahun kemaren yang belum tercapai sesuai rencana.

Lagi...  kenangan itu mengusik lagi pikiranku. pikiran kacau tentang Tian yang sengaja kualihkan dengan bekerja tampa henti, kini suasana Hujan lagi-lagi menggelitik untukku mengingatnya.

Kusapu lagi wajahku dengan kasar. mencoba menapiknya walau amat susah. ketika Tian bahagia justru aku semakin merasa mencintainya.  aku memang Bodoh. Apalagi kata sampah serapah yang cocok untukku.

Bila dulu aku berfikir tak bisa kehilangam Rora, kini justru aku tak mempermasalahkan dia ingin pergi dariku. Aku memang pesakitan. Apa yang sebenarnya ingin kucari.

Kubuka pemberitahuan Group kerja dilayar Handphoneku. begitu banyak Wejangan dari atasanku beserta kata motivasi. Aku terhenyak dalam diam,  mencoba membangkitkan lagi semangat yang kian redup.

"Bangun Arya..... "

Kupanggil asaku yang kian pudur.

••••

Kusuap makan malam kali ini dengan penuh nikmat dan syukur. Apa ini masih bisa disebut makan malam atau makan sahur tengah malam.

Dering panggilan di handphone tak membuatku berhenti mengunyah suapan demi suapan,  perutku sangat kelaparan setelah seharian pasang badan ditengah badai. Terlihat nama pak Sigit dilayar, jarang sekali awal tahun beliau menghubungiku selarut ini. Segera kuteguk air untuk menelan cepat makan malamku.

"Hallo Pak.... "

"Hallo Arya....   progres kamu dan timmu cukup baik ini, semoga bisa lebih baik lagi ya. . "

"ya Pak Alhamdulillah...."

"jangan kasih kendor ya.... "

"Siap pak.... "

".....---------'---------..........."

"....----------'---------......."

Setengah jam berlalu, akhirnya sambungan dari pak Sigit berakhir. Kuambil nafas dalam. Mulai menyuap lagi sisa makanan dimeja kerja meski seleraku sudah cukup hilang.

"Pak Arya....  pamali pak makanan cuma disendok-sendok begitu tapi nggak dimakan.... "

Suara Khas, nyaring terdengar tidak asing itu membuatku terkaget dan dengan cepat menoreh kearah Samping.

"Eh Pak Ucup...  bikin kaget saja.. "

"Lembur lagi ya pak.... "

"Haha iya nih pak Ucup, awal tahun, jangan kasih kendor..."

"Semangat pak... "

Lagi, dering panggilan masuk menghentikan suapan makan malam dan obrolanku bersama pak Ucup. Terlihat nama pemanggil dilayar Handphoneku "Rora". Padahal sudah hampir dua minggu ini ia tak mengganggu ataupun mengirimkan pesan apapun.  Ah...,  mungkin ini ada kaitannya dengan pengajuan cerai yang dia urus kemarin.

Kuurungkan niat menerima panggilan Rora.  Aku harus fokus menyelesaikan rencana pencapaian kerja, tak ada waktu meladeni ucapan makian dan sampah serapah dari mulutnya. mendengar suaranya justru akan memperburuk hariku yang kian letih.

"Ya sudah pak Arya... saya turun dulu.... mau jaga lagi...  ada yang mau saya bantu pak...? "

"Oh...  iya baik pak Ucup.., Ngak ada yang harus bapak bantu juga,  terimakasih ya... "

To My Beloved (BAD) Wife {Bagian Arya}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang