chapter 1

5.4K 194 24
                                    

Keringat dingin membasahi tubuh ku malam itu. Aku segera bangun dari ranjang kecilku, disebelah kulihat adikku Rama masih tertidur lelap di ranjangnya yang berada tepat di samping kiriku.

Aku segera bangkit berjalan ke kamar mama, kubuka perlahan. Terlihat mama tertidur dengan dengkurannya yang memenuhi kamar. Tepat disebelahnya Dini adikku tertidur memeluk erat guling-nya. Telinganya pasti sangat kuat, ia bisa tertidur nyenyak mendengar konser dengkuran mama 

Kuambil nafas panjang.

Kucari sosok itu di semua arah, mataku menyusuri disetiap sudut kamar ini, ternyata malam ini Papa belum juga pulang.

Yah setiap malam saat aku terjaga dan masih saja melihat pemandangan yang sama. Dimanakah dia pelindung keluarga ku.

Seseorang yang kuharap menjaga kami dari ancaman kejamnya malam.

Yah pasti ia bermalam disana lagi...

••••

Namaku  I gede Arya Devanda, semua orang dengan akrab memanggilku Arya. Aku anak pertama dari tiga bersaudara, umurku terpaut cukup jauh dari adik-adik ku, Dengan adik keduaku Rama kami berbeda 7 tahun sedangkan dengan Dini selisih 10 tahun.

Sebagai anak sulung tentu aku harus lebih kuat untuk menjaga keluarga ku, harus tangguh untuk bisa diandalkan, itulah harapan yang sangat orang tuaku inginkan dariku.

Untuk mencapai harapannya, mama dan papa mendidik aku dan juga adik-adikku sangat keras. Setiap kesalahan akan dibayar dengan hukuman, pukulan, cambukan tapi tetap dibawah lutut saja.

Papaku orang yang sangat disiplin dan ketat pada aturan. Aturan hidupnya jelas bahkan Menu makanannya selalu bergizi, belum lagi olah raganya sangat teratur walau hanya lari sore keliling komplek. Makanya ia selalu  terlihat bugar.

Aku tau mama sangat mencintai papa. Hingga selalu sabar menerima semuanya. Walaupun setiap malam sebelum tidurnya aku mendengar sayup-sayup  suara tangisannya dari dinding kamarnya.

Disituasi itu, aku adalah Arya yang masih berumur belia 15 tahun, aku masih saja diam, aku tak tau harus berbuat apa, hanya memandangi dari jauh kesedihan mama. Sejak kejadian itu, mama selalu saja meneteskan air mata.

••••

Ingatan ku kembali menari-nari, tentang kejadian besar dua tahun lalu. Saat papa pulang ditengah derasnya hujan. Bajunya basah kuyup. Ia segera berlarian ke kamar mencari mama.

Kudengar mereka bertengkar hebat,
Mama mengeluarkan kata-kata sampah serapahnya. Tapi papa tetap saja tak mau mengalah.

Perkelahian itu berakhir dengan kepergian papa. Sementara mama meraung dari bilik kamarnya.

Aku memeluk kedua adikku yang menangis ketakutan mendengar semua itu. Sebagai kakak hanya ini yang bisa kulakukan.

Dari kejadian hebat itu, aku mendengar semuanya. Sejak saat itu papa tidak lagi bermalam dirumah kami.

Papaku tidak serta Merta pergi dari keluarga ku, hanya saat malam saja. Ia berangkat kerja dari rumah kami, menjemput aku dan adik-adikku sepulang sekolah. Mengajari kami bermain bola. Memastikan kami mengerjakan PR, ia berada dirumah hingga kami tertidur. Kemudian pergi menghabiskan malam.

Ya..., Sejak ia mengakui sesuatu pada mama. Bahwa ia terpaksa menikahi wanita muda yang suaminya baru saja meninggal. Wanita itu istri teman dekatnya, papa telah berjanji pada temannya untuk menjaganya, ditambah lagi wanita itu memiliki bayi yang masih kecil.

Itulah kenapa papa lebih memilih bermalam disana. Mungkin karena kasihan pada bayi wanita itu.

Aku adalah Arya yang masih belum mengerti apa arti semua ini, yang aku tau ada sisi yang terluka dimasa kecilku. Tapi luka ku tak perlu orang lain tau. Biarlah ku pendam saja. Mama pasti lebih terluka dibanding aku. Arya belia.

••••

Aku sangat berbeda dengan adikku Rama ataupun Dini, jiwa pemberontak ku lebih kental dibanding mereka.

Dimasa remaja entah berapa kali orang tuaku harus menemui kepala sekolah karena kelakuanku, entah itu pelanggaran ringan yang berulang, sampai pelanggan berat seperti memalsukan kartu ujian.

Jangan tanya berapa kali aku pindah sekolah karena kenakalan ku. Sudah cukup banyak. Walaupun saat menemui kepala sekolah mama atau papa datang, mendengarkan seksama semua keluhan guru, mereka kemudian akan membelaku, apalagi jika guru sudah melampaui batas menghukum atau sampai main tangan padaku

Tapi jangan tanya dirumah, hukuman ku pasti lebih berat, pernah satu bulan aku tidak menerima uang jajan. Tapi otak ku yang jenius ini akan memikirkan banyak cara untuk mendapatkan uang jajan.

Hidupku memang sangat keras. Amat keras. Aku terbiasa memutar otak untuk bertahan hidup. Memberikan uang pecahan kecil di warungnya yang cukup ramai, setelah belanja kutanyakan kembaliannya, si penjual yang sibuk akan tampak bingung, kemudian menyakan lagi pecahan berapa uangku, akan kukatakan dengan wajah penuh keyakinan uangku pecahan seratus ribu atau lima puluh ribu. Jadilah aku punya uang jajan yang banyak Tampa meminta pada mama atau papa.

Saat dijambret aku akan sangat cepat menyesuaikan diri, seperti berbohong dan mengada-ngada, membuat cerita sedih sehingga orang mengasihi ku dan tak jadi mem-buly atau memeras ku.

Bagaimana aku cukup jenius bukan

••••



To My Beloved (BAD) Wife {Bagian Arya}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang