Sudah beberapa hari ini Mina berkomunikasi baik dengan Chaeyoung. Bahkan terkadang ia mengabaikan pesan teman-temannya, kecuali Jihyo.
Ayah Chaeyoung pun merasa aneh ketika anaknya kini lebih fokus di ponsel jika berada di rumah. Sekarang Chaeyoung jarang melukis atau mendengarkan musik klasik dari turntable dan speakernya, namun tidak apa sebab itu tidak mengganggu waktu belajarnya.
Chaeyoung dan Mina akhir-akhir ini sering pulang bersama. Dengan catatan, Chaeyoung dan Mina bertemu di sebrang jalan yang jauh dari pandangan siswa lain. Chaeyoung masih enggan menjadi sorotan.
Kini mereka sedang berada di kediaman Mina, orangtua Minapun tidak melarang ia dekat dengan bocah laki-laki itu, sebab mereka merasa Chaeyoung lebih membuat mereka tenang dari pada membiarkan Mina keluar rumah.
Mina memang gemar pergi ke mall tapi semenjak dekat dengan Chaeyoung, ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Yang membuat orangtua Mina tenang adalah karena kegiatan mereka di rumah hanya sekedar mengerjakan PR, membaca buku, mendengar kan musik atau bermain uno. Tanpa ada ponsel, tanpa ada televisi atau laptop.
Lambat laun kebiasaan Chaeyoung menular pada Mina, walaupun awalnya membuat Mina kaget tapi lama kelamaan ia mulai menikmati semuanya.
Kini mereka sedang melihat foto Mina sewaktu kecil, beberapa kali Chaeyoung di buat tertawa karena banyak foto Mina sewaktu bayi yang menggemaskan. Ia tersenyum kecil saat melihat Mina sedang di gendong oleh ibunya. Sejenak Mina terdiam, ia teringat dengan sosok ibu. Mengapa tidak ada sosok ibu di keluarga Chaeyoung.
"Chaeng..." Chaeyoung yang sedang menunggu Mina membuka halaman selanjutnya pun kini menatap gadis yang sedang duduk di lantai, sedangkan ia berada di sofa.
"Boleh aku nanya?" Chaeyoung hampir menautkan alisnya mendengar penuturan Mina, lalu ia mengangguk kecil.
"Ibu kamu....." Mina ragu untuk bertanya namun Chaeyoung paham apa maksud dari kalimat itu. Mina ingin mendengar cerita tentang ibunya.
Chaeyoung menarik tangan Mina untuk duduk di sofa dan berhadapan dengannya. Mina mencari posisi nyaman untuk mendengarkan kisah yang mungkin akan serius. Kedua orangtua Mina belum pulang kerja, kini hanya tinggal mereka dan seorang ART.
Chaeyoung paling tidak suka di tanya tentang keluarga tapi setiap menatap mata Mina, ia begitu yakin dan percaya pada gadis itu, padahal mereka kenal belum cukup lama.
"Kamu tau kan bapak sekritis apa tentang demokrasi pemerintahan Indonesia?" Chaeyoung mengangguk dan tersenyum kecil. Bambam memang seperti itu
"Pas aku lulus SMP, bapak dan ibu cerai. Ibu aku cape dengan bapak yang masih aja membahas dan jadi aktivis demokrasi Indonesia, padahal dia udah pindah ke Norwegia. Kakak aku udah kerja di sana jadi dia tinggal sama ibu. Aku ikut bapak karena aku pikir bagaimanapun membiayai anak sekolah adalah tugas bapak" Mina tertegun mendengar penuturan Chaeyoung. Benar saja, ada sisi gelap di balik tidak adanya sosok ibu di antara Chaeyoung dan ayahnya.
"Lagian ibu asli Norwegia dan aku juga masih dwi kewarganegaraan" di balik diamnya kini mulai terkagum. Ia mengerti kenapa rambut Chaeyoung sedikit pirang tapi matanya coklat khas Asia. Ia blasteran.
"Sekolah kita, adalah sekolah ketiga pas aku masuk SMA" Mina nengernyit dengan kalimat ambigu itu
"Aku udah pindah tiga kali, alasannya bullying. Muka aku yang katanya kayak bule dan sejarah orangtua aku yang jadi sasaran buat mereka" Mina mengangguk paham
"Itu juga alasan kenapa aku engga mau berbaur dengan orang lain semenjak masuk sekolah ini, aku takut orang lain membahas masa lalu orangtua aku yang bahkan bukan kesalahan aku" suara Chaeyoung mulai parau
"Tapi Chaeng, aku suka kamu karena personal kamu, bukan dari masa lalu orangtua kamu" kalimat Mina membuat Chaeyoung mendongakan kepalanya dan hening tercipta. Sentuhan tangan Mina terasa di pipi Chaeyoung
Atmosfir berubah menjadi canggung, terlebih Chaeyoung yang mulai mengelus lembut tangan Mina yang berada di pipinya. Sebuah keyakinan terasa ketika Chaeyoung menatap Mina, binar matanya menunjukan bahwa gadis yang berada di depannya itu berbeda.
Perlahan Chaeyoung mendekatkan wajahnya kepada Mina membuat gadis itu terkejut dan memejamkan matanya, hembusan nafas mereka kini mulai terasa satu sama lain saat jarak wajah mereka tinggal beberapa senti.
"We're home" Chaeyoung dan Mina terperanjat kaget dan segera duduk tegap, bahkan Mina hampir loncat dari sofa.
"Chaeyoung" sapa ibu Mina saat mereka mendekati kedua remaja itu. Ibu Mina kini mulai dekat dengan Chaeyoung, bocah laki-laki yang selalu menemani anak kesayangannya tersebut.
"Hey buddy" ayah Mina memamerkan piringan hitan yang baru saja ia beli kepada Chaeyoung, teman Mina.
"Toto ya om?" Ayah Mina mengangguk dengan bangga
Chaeyoung berdiri dan menghampiri ayah Mina yang sedang berjalan mendekati gramofon. Sebelum memasukan vinyl ke gramofon, ayah Mina membersihkan dengan cairan, lalu mengelapnya dengan sikat karbon.
"Itu om beli ya cairannya? Kalo Chaeyoung bikin sendiri" ayah Mina terperangah mendengar penuturan anak muda tersebut dengan senyum mengembang di wajahnya.
"Bikin dari campuran alkohol isopropil, air putih sama sedikit deterjen" jelas Chaeyoung membuat ayah Mina memukul bahunya
"Keren juga lu" kekeh ayah Mina membuat Chaeyoung tersenyum sembari mengelus bahunya yang terasa sedikit panas, karena pukulan itu walaupun bercanda namun cukup kencang.
Mina hanya melihat kedua pria itu sembari tersenyum. Hingga ibunya datang dan mengelus puncuk kepala anaknya
"Dari tadi ngapain aja? Belum mandi jam segini, mandi dulu!" Ibu Mina mengecup pipi anaknya yang sedang cengngesan
"Chaeng aku mandi dulu ya" ujar Mina, lalu Chaeyoung menoleh sembari tersenyum. Jantung Mina kembali berdegup kencang saat melihat lesung pipi Chaeyoung yang begitu manis.
"Yaudah, aku pulang aja kalo gitu ya?" Chaeyoung mencoba melangkahkan kakinya untuk mengambil tas yang berada di atas sofa.
"Gaboleh! Makan dulu" Ayah Mina mengunci leher Chaeyoung dengan tangannya dan menarik remaja itu menuju meja makan
"Kamu cepet mandi nya!" titah ayah Mina di balas anggukan oleh anaknya.
Seharian itu Chaeyoung menghabiskan waktu bersama Mina dan keluarga. Ayah Chaeyoung tidak pernah mengeluh, sebab anaknya selalu pulang tepat waktu alias tidak larut malam. Lagipula sekarang Bambam sedang ada project, jadi jarang berada di rumah. Ia merasa tenang jika Chaeyoung memilik teman. Tidak menghabiskan waktu dengan piringan hitam, kanvas dan musik klasiknya. Setidaknya Chaeyoung kini sudah bersosialiasi, walaupun hanya satu orang tapi itu membuat Bambam merasa tenang.
Next chapter:
"Lu nyebelin ya sekarang"
=====
"Kamu berdarah"
=====
"Impas ya?......"
Gada yang kena ya kemarin? Hahaha yok lagi yok bisa
KAMU SEDANG MEMBACA
Maverick
Fanfiction(COMPLETED) Inspired by Ada Apa Dengan Cinta. "When you know why you like someone, it's a crush. When you have no reason or explanation, it's love." Ketika kau mencintai seseorang, tidak akan ada kata yang bisa menjabarkan tentang apa yang kau rasak...