EMPAT

38 4 0
                                    

Malam yang sunyi mulai menyelimuti. Jam semakin menunjukkan kewaktu tengah malam, bahkan sudah hampir dini hari. Tepat pada pukul 00.30, Ryan keluar dari kamarnya. Sejak pulang dari acara perpisahan di Sekolah, ia memang tak berniat untuk menghabiskan waktunya hanya di rumah saja. Semalam ia baru kembali ke rumah saat waktu menunjukkan pukul 11 malam, itupun hanya untuk menyegarkan badan dengan mandi. Dan mungkin saja untuk tidur sejenak, namun sayangnya kedua indra penglihatannya tak mau diajak berkompromi. Karena itulah, saat ini Ryan berniat untuk kembali pergi.

Keadaan rumah memang sudah sepi, kedua orang tuanya sudah bisa dipastikan sedang tertidur pulas. Mengingat mereka sangat bekerja keras dalam memgembangkan Perusahaannya. Tapi tidak dengan para penjaga di rumahnya, mereka berkeliling layaknya sedang melakukan pos ronda. Hal itu tentu saja tidak menghilangkan niatnya untuk tetap beranjak pergi. Ia bosan, jenuh, pikirannya kalut ditambah dengan hati yang sedang hancur, membuatnya ingin bebas. Membebaskan dirinya dari itu semua.

Ryan melangkah menuju parkiran, masuk ke mobil pribadinya, memutar kunci mobil, dan dengan segera menjalankannya. Mendengar suara mobil, tentunya membuat para penjaga mengalihkan pandang ke arahnya, atau lebih tepatnya ke arah mobil yang kini sudah menyala. Ryan masih belum bisa menjalankannya, karena para penjaga itu kini malah berdiri di belakang mobilnya. Dengan maksud agar Tuan Mudanya ini tak lagi berniat untuk keluar, mengingat hari sudah sangat larut malam.

Ryan tak mau ambil pusing, jika memang mereka tidak mau menyingkir dari belakang mobilnya, maka ia sendiri yang akan nekad untuk tetap menjalankannya. Mobil bergerak mundur dengan cepat, alih-alih tak mau tertabrak tentunya, para penjaga itupun menyingkir dan tak lagi menghalangi Tuan Mudanya ini untuk pergi. Jika sudah begitu, penjaga gerbangpun tak akan berani bila tak membukakan gerbang untuknya.

*****

K

ini, Ryan bersama mobilnya telah melesat cepat membelah keheningan malam. Jalanan yang baru ia lewati ini, mungkin memang terlihat sepi. Tapi tidak dengan beberapa jalan lainnya. Banyak kalangan anak muda yang melakukan aksi balap motor. Alhasil, suara bising knalpot akan terdengar begitu keras dan riuh. Belum lagi dengan suara para penonton yang meneriakkan jagoan masing-masing. Sangat disayangkan, Ryan sedang membawa mobil dan tidak ada niatan untuk ikut serta dalam aksi tersebut. Ryan hanya ingin menenangkan pikirannya dengan tiap tegukan yang akan membawanya jauh dari rasa yang menyebalkan ini.

Tak butuh waktu lama baginya untuk sampai ke tempat tujuannya. Mengingat kecepatan mobil yang ia gunakan begitu bebas melesat tanpa ada siapapun yang bisa menegurnya. Ia menggunakan jalan pintas, sehingga tak ada polisi berpatroli yang akan mengejarnya dalam malam. Cukup cerdas untuk ukuran yang sudah sekian lama tak melakukan aksi seperti ini. Mungkin saja hampir tiga tahun lamanya, sejak ia berpacaran dengan Azkia tentu saja. Ah! Tolong, hilangkan nama itu dari pikirannya!

Ryan memarkirkan mobilnya lalu melangkah masuk ke tempat lokalisasi. Agak canggung sekaligus aneh rupanya. Suasana begitu ramai dengan disertai lampu-lampu warna-warni yang malah membuat kedua matanya pusing. Ia langsung menuju bar, memesan sebotol minuman yang ia yakini akan sedikit asing lagi bagi lidah dan tubuhnya. Tapi tak apa, ia masih akan meneguknya sampai habis, bahkan kalau perlu ia akan menambahnya sekitar 2 atau 3 botol lagi. Dia berniat akan menghabiskan malamnya di sini.

Saat beberapa tegukan telah meluncur bebas di tenggorokannya, seorang wanita berpakaian seksi mendekatinya. "Hai, butuh teman?" Namun Ryan tak menggubrisnya, ia membiarkan wanita itu menggerayangi tubuhnya. Ah! Dia salah besar, dia benar-benar mengganggu ketenangan. "Lo bisa pergi?" Tanya Ryan yang sebenarnya lebih seperti perintah. Namun wanita itu, tidak mengindahkannya. Ia malah semakin mendekati Ryan. Ryan muak! Ia membanting gelasnya, sehingga semua orang mengarahkan pandangan ke arahnya. Dan rupanya, di sana juga terdapat teman-teman Ryan, salah satunya Bagas.

"Lo punya telinga, kan? Lo bisa denger gak? Gua bilang pergi!" teriak Ryan tepat di depan wajah wanita itu, wanita itu merasa kesal dan langsung berlalu pergi. Melihat dirinya yang menjadi pusat perhatian, membuatnya malah semakin muak. "Apa lo semua liat-liat? Lo pikir gua tontonan? Bubar lo semua!" Teriaknya lagi, kali ini keamanan di tempat tersebut dengan pakaian serba hitam menghampirinya dan menyuruhnya untuk tidak membuat keributan, jika tidak menurut maka dengan paksa, mereka akan mengusirnya. Ryan mendengarkannya, namun bersikap acuh. Kepalanya malah semakin pusing, tidak adakah obat yang bisa menyembuhkannya?

Pandangannya mulai kabur, tapi Ryan tetap meneguknya lagi, lagi, dan lagi. Bagas dan teman-teman segengnya yang melihat Ryan sudah hampir pingsan, memutuskan untuk menghampirinya. Langsung saja, Bagas memegang bahu Ryan seraya memanggilnya. "Yan!"

Ryan menengok, dilihat teman-teman segengnya ada di sini. Namun Ryan acuh saja dan kembali menuangkan segelas minuman pada gelasnya. Matanya mulai berkunang-kunang, pandangannya kabur, dan bahkan Ryan hampir saja muntah. Bagaimana tidak? Dia sudah menghabiskan sebotol dan sekarang sudah menambahnya lagi. "Lo ngapain, sih, Yan? Kalau mau minum, ya bagi-bagilah jangan diminum sendiri." Celetuk Dion yang berniat untuk menghentikan Ryan yang terus saja minum.

"Berisik lo!" jawaban yang singkat dan jelas. Bermaksud untuk mengusir teman-temannya sendiri dan memberi peringatan agar tidak mengganggunya sedikitpun.

"Udahlah, Yan. Lo udah minum banyak banget," kata Bagas mencoba menasehati, namun Ryan malah kembali menarik kerah baju Bagas. "Ini hidup gua! Gua yang jalanin, kenapa harus lo yang banyak komen?" Ucap Ryan pelan, namun penuh dengan penekanan.

"Gue temen lo! Gue berusaha ngingetin aja, udah lama lo gak hidup kayak gini lagi, tiga tahun bukan waktu yang sebentar, Yan."

"Kalau gua mau balik kayak dulu, masalah buat lo? Kok lo malah ngatur gua, hah?!"

Bug!
Sebuah tonjokan keras meluncur bebas di sudut bibir Bagas, setitik darah langsung muncul sebagai tanda bekas. Lagi-lagi semua penghuni tempat itu, mengarahkan pandangan ke arah Ryan. Keamanan langsung melerai mereka berdua, namun sayang, Ryan malah semakin menjadi. Ia kembali meluncurkan tonjokan keras pada temannya, Bagas. Entahlah! Mungkin dia sedang berusaha meluapkan segala kekesalannya.

Saat para keamanan sudah berhasil memisahkan mereka, Ryan pun dibawa keluar. Namun sebelum sampai di luar, Ryan jatuh pingsan.

*******

To Be Continued!

Hijrah Cinta [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang