Gadis itu kembali menangis di kamarnya. Membenamkan kepalanya dengan kaki ditekuk, dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Namun suara ketukan pintu menyadarkannya, memaksanya untuk bangkit dari atas kasurnya lalu membukanya. Tak lupa sebelum itu, ia menghapus sisa-sisa air mata yang telah sukses membasahi kedua pipinya.
Ckrek!
Nampak seorang laki-laki tinggi yang tentu saja berusia lebih tua dari Azkia. Dia adalah Andre, Kakaknya. "Oh, Bang Andre! Kenapa, Bang?" Tanya Azkia dengan suara parau. Ah! Andre mungkin akan tahu bahwa adiknya ini habis menangis.
Tanpa dipersilakan terlebih dahulu, Andre langsung masuk ke kamar adik semata wayangnya ini, lalu duduk di sisi kasur seraya berkata. "Yang harusnya tanya itu Abang. Kamu habis nangis, kan? Lihat, tuh! Mukanya berantakan."
Azkia melirik sekilas ke arah kaca, mencoba memastikan. Rupanya benar, tampangnya benar-benar terlihat buruk. Matanya sembab, hidungnya memerah, dan tentu saja dengan pipi yang masih terlihat lembab. Lengkap sudah! Setelahnya, ia berjalan mendekati Andre, lalu duduk di sampingnya. "Keputusan Kia udah benar belum, Bang?"
"Udah," balas Andre tanpa ingin berbasa-basi.
Azkia mengernyitkan dahinya sambil menatapa Andre bingung. "Emang Abang tahu, keputusan yang mana?"
"Putus sama Ryan, kan? Ya udah, kok. Udah benar, Dek. Gak perlu disesali," tutur Andre begitu santai.
"Ih, Abang! Kayak gak pernah ngerasain putus cinta aja. Rasanya sakit, tapi gak berdarah."
Andre menarik kedua bahu Azkia untuk menghadap ke arahnya, lalu ia menarik napas dalam dan mulai memberika wejangan pada sang adik. "Dek, bisa mencintai seseorang itu adalah sebuah anugerah terindag yang Allah berikan kepada hamba-Nya dan itu wajar, apalagi bagi kalangan anak muda. Tapi ingat, ketika kamu mencintai makhluk-Nya, maka kamu harus bersiap merasakan yang namanya patah hati, ketika kamu merasa kehilangan. Nah, Allah sendiri sudah sedari dulu memperingatkan hamba-hamba-Nya, agar tidak berharap selain kepada-Nya." Andre berhenti memberikan jeda.
Azkia dalam pikirannya mulai memahami sekarang, Kakaknya ini akan membahas dengan cara Agama. Baiklah, kalau sudah begini, Azkia harus mendengarkan dengan seksama.
Kemudian Andre kembali melanjutkan. "Allah berfirman dalam surat Al-Insyirah ayat 8 yang artinya, 'Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.' Bukan cuma di situ, diriwayatkan juga oleh Imam Syafi'i dalam suatu hadits, yang artinya, 'Ketika hatimu terlalu berharap pada seseorang, maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya pengharapan supaya mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui orang yang berharap pada selain-Nya, Allah menghalangi dari perkara tersebut semata agar ia kembali berharap kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala."
"Terus, biar Kia cepat ngelupain Ryan gimana, Bang? Kia sayang banget sama dia, pasti bakalan susah ngelupainnya."
"Hmm ... gini, Dek. Melupakan itu hal yang sulit, apalagi dia itu ibaratnya ya ... udah jadi bagian dari hidup kamu. Nemenin kamu dalam masa putih abu-abu. Ya, pasti bakalan susah. Karena semakin kamu berusaha melupakan, malah jadinya semakin pedih. Tapi, satu yang bisa kamu lakukan."
"Lah, terus kalau Kia gak belajar melupakan, gimana bisa lupa?" tanya Azkia lagi dengan raut wajah cemberut, yang malah membuatnya terlihat imut.
"Hih, gemes!" kata Andre disela-sela menasehati, kemudian kembali melanjutkan. "Jadi, satu-satunya hal yang harus kamu lakukan itu bukan belajar melupakan, melainkan...." Andre menggantungkan kalimatnya.
"Apaan, Bang? Gak usah bikin penasaran deh."
"Pasrah kepada-Nya dan serahkan semua kepada-Nya," sambung Andre singkat.
"Gitu doang?"
"Iyap! Makanya, Dek, mencintai seseorang itu boleh-boleh aja, kok. Tapi jangan sampai melebihi cinta kita kepada-Nya. Sewajarnya aja, jangan berlebihan. Nah jadi ingat, kan, Abang! Abu Hurairah radhiallahu 'anhu juga meriwayatkan dalam sebuah hadits, yang artinya, 'Cintailah kekasihmu sewajarnya, karena bisa jadi suatu saat dia akan menjadi seorang yang engkau benci. Dan bencilah orang yang engkau benci sewajarnya saja karena bisa jadi suatu saat dia akan menjadi kekasihmu.' Hadits Riwayat At-Tirmidzi," papar Andre seraya mengelus lembut kepala adiknya.
Azkia menundukkan kepalanya, menarik napas lelah. Mungkin berbicara dengan Kakaknya bisa membuatnya lebih tenang untuk saat ini. Namun entah untuk beberapa saat ke depan. Andre sendiri memperhatikan Azkia, kelihatannya ia masih tampak murung. Pikirannya mengawang-awang, berusaha mencari topik pembicaraan baru. "By the way, kapan Kia mulai berhijab permanent? Gak buka-tutup kayak warung. Hehe." Andre tertawa garing pada akhir kalimatnya. Entahlah! Kelihatannya ini bukanlah waktu yang tepat. Dasar payah!
"Secepatnya, Bang! Lagian Kia juga belum banyak punya hijab, kan? Kalaupun ada itu belum syar'i. Baju-baju di lemari juga berarti perlu diberesin, terus diisi baju-baju yang lebih sopan. Kia gak bakal ngecewain Papa sama Mama. Kia bakal nurut, kok, Bang."
"Masalah belum bisa syar'i itu gak masalah. Semuanya itu butuh proses yang gak sebentar, butuh waktu. Nikmati aja setiap proses hijrahnya. Yang terpenting, kamu udah ada niatan untuk menutup aurat. Itu awal yang bagus. Gak usah pikirin apa kata orang tentang kamu. Lakukanlah selama itu benar!"
"Iya, Bang! Insya Allah," Azkia memeluk Kakaknya Andre, dan pelukan itupun dibalas dengan sebuah kecupan manis di keningnya. Andre begitu menyayangi sang adik melebihi apapun, walaupun ia tahu sebuah rahasia besar diantara mereka berdua. Rahasia bahwa, mereka bukanlah saudara kandung. Ya! Azkia bukanlah adik kandungnya, dan mereka tidak memiliki hubungan darah sedikitpun. Bagi Andre, tidak akan ada yang berubah. Azkia tetaplah hanya seorang adik kecil dimatanya dan Andre adalah Kakak yang akan selalu melindungi adik kecilnya ini.
*****
To Be Continued
Follow me on KBMapp : lenzareal
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta [Hiatus]
Ficción GeneralMungkin saja, belum seperti kisah cinta antara Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah. Namun di sini, ada suatu rasa yang tersimpan dengan anggun. Menunggu jawaban dari pujaan hati dengan memecahkan jawaban sederhana yang baginya adalah suatu teka-teki...