DUA PULUH SATU

29 3 0
                                    

Maya kebingungan sendiri melihat konsumen yang baru saja datang dan tiba-tiba pergi begitu saja. Lalu kenapa ia ada di depan pintu ruangan Azkia? Apa Azkia sudah datang? Dia pun memutuskan untuk mengetuk pintu ruangan Azkia.

Tok ... tok ... tok ....

"Azkia? Kamu ada di dalam?" Maya mengulang beberapa kali ketukan pintunya hingga akhirnya, knop pintu itupun berputar dan akhirnya terbuka.

Azkia keluar dengan memasang senyum manisnya. Walaupun sudah tidak ada air mata yang mengalir, namun jelas kentara, matanya sedikit memerah dengan pipinya yang lembab. Itu sudah memberikan jawaban, bahwa gadis manis ini habis menangis. "Kamu nangis, Ki?" Tanya Maya seraya memegang kedua pipi Azkia.

Azkia tersenyum kikuk seraya menjawab dengan terbata-bata. "E ... enggak, kok, Mbak. Mana ada aku nangis." Azkia berjalan menuju meja kasir dan mengelap mejanya untuk menghindari tatapan Maya. Ia tidak pernah kuat untuk berbohong pada seseorang dengan menatap matanya.

Maya menghampiri Azkia dan kini berdiri di sampingnya. Lalu iapun menghadapkan tubuh Azkia ke arahnya. "Gak usah bohong, Ki! Mbak Maya itu paham sama gelagat kamu."

Azkia tidak kuat lagi menahannya, ia menghambur kepelukan Maya. Ia menangis dalam dekapannya, wajahnya terbenam di sana. "Mbak May...." Tangis Azkia mulai meledak.

"Hey, kenapa? Tenang-tenang. Coba tarik napas dulu, terus cerita pelan-pelan," Maya mengajak Azkia untuk keluar dari dekapannya perlahan.

Azkiapun melepaskan pelukannya dan terlihat menangis sesenggukan. Wajahnya terlihat memerah, matanya terus mengalirkan tetes demi tetes air mata, belum lagi ditambah sesenggukan akibat menangis. Maya membelai lembut kepala Azkia. "Udah-udah, jangan nangis lagi. Coba cerita sama Mbak. Kenapa?" Maya mendudukkan Azkia di kursi, lalu mengambilkan segelas air untuknya. "Nih, minum dulu."

Azkia menerimanya lalu meminumnya perlahan dan meletakkannya di atas meja. Lalu ia menarik napasnya pelan, mencoba menetralkan deru napasnya yang tidak beraturan. "Mau cerita?" Tanya Maya menawari.

Azkia menganggukkan kepalanya, namun sebelum bercerita ia mengambil tisu yang tersedia di atas meja untuk mengelap hidungnya. Tentu saja kalian tahu, kan, untuk membersihkan apa?

"Nah, ayo, cerita pelan-pelan. Santai, oke?"

"Jadi, Mbak. Cowok yang barusan itu, mantan yang pernah aku ceritain ke Mbak."

Maya tersenyum di sudut bibirnya. "Oh, mantan kamu? Mantan tapi masih sayang, kan?"

"Ih, apa sih, Mbak?" Azkia memanyunkan bibirnya, cemberut. "Bukan gitu, maksudnya."

"Lah, terus apa kalau bukan masih sayang? Kalau emang udah biasa aja, kenapa menghindar? Kenapa nangis? Gak lihat apa? Orangnya sampai pergi gak makan dulu."

Azkia terdiam sejenak. Pikirannya berkecamuk sendiri. Ada benarnya juga perkataannya tadi, mengapa ia harus menangis? Mengapa harus menghindar? Apa lelaki itu masih memiliki tempat di hatinya? Berarti selama ini, namanya hanya berusaha Azkia kubur dalam-dalam, tetapi tidak mampu menghilangkannya. Alhasil, nama itu kembali muncul ke permukaan dan ingin menuju tempatnya yang semula.

"Kia," panggil Maya membangunkan Azkia dari lamunannya.

"Iya, Mbak."

Maya kembali memegang pundak Azkia, ia berusaha menguatkan seraya mencoba memberikan nasihat. "Ingat, kan, waktu itu kamu putus karena apa?"

Azkia membalas hanya dengan anggukan kepala sembari menunduk. Lalu, Maya kembali melanjutkan perkataannya. "Nah, sekarang kamu udah putus dari dia. Coba jelasin ke dia, alasan kenapa kamu mau putus pacaran. Insya Allah, Ki, dia bakal paham. Toh, sekarang udah ada bukti perubahan kamu, kan? Siapa tahu, dia juga mau berubah sama seperti kamu. Jadi, bukan hal yang gak mungkin kalau saat waktunya nanti, dia lebih memilih ta'arufan sama kamu. Tetapi, kalau nyatanya dia itu cuma mau main-main doang, lebih baik gak perlu diladenin. Hati wanita itu terlalu suci untuk dipermainkan, apalagi kalau harus mengungkapkan perasaan kepada seseorang lebih dulu. Beda lagi halnya, sama Khadijah radhiyallahu 'anhu, dia mengungkapkan perasaannya lebih dulu kepada Baginda Nabi, tetapi untuk ke jenjang yang lebih serius. Lah, kamu? Udah mau diseriusin?" Goda Maya diakhir nasihatnya.

Azkia kembali memanyunkan bibirnya. Heran saja dengan orang-orang di sekitarnya, yang memberikan nasihat kepadanya pasti tak melewatkan kesempatan untuk menggodanya dengan jahilan garing. "Belumlah, Mbak. Mau belajar dulu sampai paham, gak cuma ilmu dunia tapi juga akhirat. Biar keduanya seimbang."

Maya tersenyum lebar mendengar jawaban Azkia, lalu kembali membelai kepalanya pelan. "Kia, memang banyak orang yang bilang, keduanya itu harus seimbang. Tetapi, Allah sendiri sudah jelas-jelas berpesan loh dalam Al-qur'an."

"Pesan gimana, Mbak?"

"Allah berpesan untuk lebih mendahulukan ilmu akhirat dibandingkan dunia. Seperti Allah firmankan dalam Qur'an Surah Al-Qasas ayat 77. Coba, Kia tahu bunyi dan artinya gimana?"

Azkia mengawang-awang sebentar, ia seperti pernah dijelaskan oleh sang Kakak, Andre, soal ini. "Hmm ... بـسم الله الرحمن الرحيم

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Yang artinya, carilah negeri akhirat pada nikmat yang diberikan Allah kepadamu, tapi jangan kamu lupakan bagianmu dari dunia."

"Nah, kamu loh yang baca, udah tahu, kan, seharusnya? Kalau udah tahu, diamalkan dong Kia. Kalau setiap ayat Al-Qur'an itu kita terapkan dalam kehidupan, insya Allah gak bakal pernah lupa."

"Iya, Mbak," Azkia merasa seperti sedang diceramahi oleh Kakaknya, mereka berdua memang terkadang memiliki kemiripan dalam hal tertentu.

"Jadi, Ki, manfaatkan kenikmatan dunia untuk meraih kemulyaan di akhirat. Yang namanya menyeimbangkan keduanya itu sulit loh. Pasti bakal ada yang berat satu, makanya, Allah berfirman seperti itu untuk mengingatkan hamba-Nya agar mendahulukan kepentingan akhirat. Allah menciptakan makhluk, itu semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Berarti, tujuan utama kita, yaitu beribadah kepada Allah. Nah, kalau udah begini, pantas gak kira-kira kita seimbangkan tujuan utama dengan tujuan lainnya?"

Azkia terdiam mendengar setiap penjelasan dari wanita yang 2 tahun lebih tua darinya ini.

"Pada intinya, tetap dahulukan kepentingan akhirat, baru setelah itu dunia. Duh, tuhkan! Mbak Maya malah nyerocos terus dari tadi."

"Gak apa-apa, Mbak. Aku malah suka tahu kalau diingetin kayak gini, bisa nambah ilmu aku juga."

Tak selang berapa detik, pintu Restoran terbuka. Ada orang yang tentunya mulai datang, entah untuk sekedar meminum kopi, bersantai, ataupun numpang wifi gratis. Setelahnya, Azkia dan Maya kembali mengerjakan aktifitasnya masing-masing.

*****

To Be Continued!

Hijrah Cinta [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang