TIGA BELAS

24 2 0
                                    

Mobil yang dikendarai Andre, perlahan kembali menyusuri jalanan malam. Sang hujanpun masih setia menemani dari sore hingga malam tiba saat ini. Bahkan, hujannya semakin deras saja. Andre menyetir mobil dengan hati-hati dan selalu waspada dengan sekitarnya, mengingat hujan deras seperti ini akan sangat rentan terjadi hal yang tidak diinginkan. Belum lagi dengan jalanan yang terasa licin. Semoga saja, ia bisa pergi ke Rumah Sakit bersama Ibu dan Adiknya dengan selamat.

Drrtt ... drrtt ... drrtt ....

Ponsel Fathimah bergetar, ia langsung meraihnya dari saku gamis coklat yang ia gunakan. Terpampang jelas nama suaminya di sana, sekaligus Ayah dari Azkia dan juga Andre. "Assalamu'alaikum, Pa."

"Wa'alaikumussalam. Udah sampai di Rumah Sakit, Ma?"

"Belum, Pa, ini kita masih di jalan. Andre yang bawa mobil."

"Ya sudah, bilang ke Andre hati-hati, ya? Sama Azkia, gimana keadaannya?"

"Alhamdulillah, lebih baik. Ini Kia di samping Mama," kata Fathimah sambil menatap mata Azkia yang menatapnya pula seraya tersenyum. "Papa ke sini sama orang-tuanya Rizki?"

"Iya, Ma, ini sekalian bareng. Ya udah, Papa tutup dulu, ya, Ma? Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Panggilan terputus secara sepihak. "Ndre, hati-hati." Nasihat Fathimah lembut seraya memegang bahu kiri Andre.

Andre melihat Fathimah dari kaca depan mobil lalu memasang senyum manisnya seraya berkata, "Iya, Ma."

Beberapa menit berlalu, akhirnya Andre, Fathimah, dan Azkia sampai di tempat tujuan. Sebelumnya, mereka sudah dikabari, dimana Rizki kini berada. Jadi langsung saja mereka menuju ruangannya. Di perjalanan menuju ke ruangan rawat inap, tanpa sengaja Andre menyenggol bahu seorang laki-laki. Hal itu membuat langkahnya terhenti, sementara Fathimah dan Azkia lebih dulu berjalan tanpa memperhatikan bahwa Andre tak lagi berada di samping mereka.

"Maaf, Pak, saya gak sengaja," kata Andre seraya mengatupkan kedua tangannya, tanda meminta maaf.

"Oh, iya, tidak apa-apa. Saya juga salah, saking terburu-burunya jadi tidak memperhatikan jalan," balas lelaki itu, lelaki yang lebih tua dari Andre. Ia adalah Danang.

"Iya, Pak, saya minta maaf sekali lagi."

Danang menepuk-nepuk bahu Andre sambil tersenyum lebar. "Ya sudah, kelihatannya kamu juga sedang terburu-buru, kan?"

Andre hanya tersenyum kikuk, lalu meminta izin untuk pergi. "Iya, Pak. Kalau begitu, saya izin permisi duluan."

"Iya, silakan." Andre perlahan menjauh termakan oleh langkah. "Ayo, Jok!" Ajaknya pada asisten pribadinya, Joko.

*****

Andre kini sudah berada di ruang rawat Rizki. Di sana juga sudah terdapat Fathimah dan Azkia yang menemaninya. Ia berjalan lebih dekat mendekati sisi ranjang yang Rizki kini tempati. Lukanya memang cukup parah, namun syukurnya Rizki kini sudah siuman. "Gimana sih, Ki? Lo naik mobil sambil tidur apa gimana?" Tanya Andre dengan maksud bercanda.

Rizki yang ditanya malah cengengesan saja, ia bahkan tak terlihat merasakan sakit. Azkia yang melihatnya jadi merasa geram sendiri. "Ih, Mas Rizki kok malah ketawa sih? Orang ditanya gih sama Abang."

"Mau dijawab apa lagi, Kia? Nih, anak udah jelas tidur tadi di jalan mah."

"Heh! Sembarangan aja lo kalau ngomong, Ndre. Gue emang udah agak jarang gitu, sih bawa mobil ke bengkel. Sibuk gue," kata Rizki membalas dengan santai, seakan tidak terjadi sesuatu padanya.

"Sesibuk apapun, kalau ada hubungannya sama keselamatan, ya diutamakan dulu dong, Nak Rizki. Untung aja sekarang masih bisa ketawa, kan?" sambung Fathimah menasehati disertai humor ringan agar suasana tidak terasa menyedihkan.

"Iya, Tante. Alhamdulillah masih untung, hehehe."

Tak lama kemudian, tibalah kedua orang-tua Rizki dan juga Irwan, suami Fathimah. Sang Ibu langsung berlalu memeluk sang anak yang berada di ranjangnya. "Astagfirullah, Rizki! Kamu ini buat Ibu khawatir banget loh."

"A ... aduh, Bu. Tanganku sakit loh, Bu," kata Rizki seraya merengek kesakitan disertai senyuman jahilnya, padahal kenyataannya ia merasa biasa saja. Ibunya pun langsung melepaskan pelukannya. Dan setelah itu mengelus-elus dengan pelan tangan Rizki. Namun tanpa berdosanya, Rizki malah tertawa receh dengan hal itu.

Suasana hangat dalam situasi seperti ini dalam Keluarga Azkia, membuatnya masih saja bisa melamun. Suatu hal yang tak bisa dijelaskan sudah mengganggunya. Ia berusaha mengingat-ingat hal yang ia lakukan, mungkin saja ia melupakan sesuatu yang penting. Tapi entahlah, ia tak tahu apa itu.

*****

"Bagaimana, Yan?" suara lantang milik Danang terdengar menggema dalam sebuah ruangan yang tidak cukup besar ini.

Ryan terduduk di ranjangnya, ia tidak terlalu banyak terluka. Hanya sedikit cedera. "Apanya, Pa?"

"Ya kamu, tabrakan rasanya gimana?" tanya Danang dengan raut wajah datar, namun malah terlihat lucu bagi asistennya, Joko. Jokopun menahan tawanya sehingga mulutnya menggembung. Hal itu rupanya, mengundang lirikan dari Bosnya. "Kamu kenapa, Jok?" Tanya Danang membuat Joko kembali berdiri dengan tegapnya.

Joko terdiam.

"Ya, sakitlah, Pa. Badan rasanya kayak remuk. Kayaknya Ryan gak bisa kerja, kurang lebih sebulanlah," jawab Ryan dengan memelankan suaranya dikata paling akhir.

"Hah? Berapa lama?" tanya Danang lagi sambil berjalan mendekati Ryan.

"Sebulan, Pa," Ryan mengulang jawabannya.

"Kalau seminggu aja gimana? Toh, luka kamu itu gak parah. Papa tadi lihat sendiri, orang yang tabrakan sama kamu itu lebih parah daripada kamu."

"Gimana, ya, Pa? Takutnya kalau seminggu, badan Ryan belum enakan gitu."

"Ya udah, lima hari kalau gitu."

"Eh, jangan, Pa. Bentar amat."

"Hmm ... oke, tiga hari."

"Astaga, Pa. Seminggu aja deh, udah."

"Oke, seminggu kamu bisa santai dulu di rumah. Dan untuk kuliah, kamu akan diantar-jemput sama Joko. Deal?"

Ryan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dan harus mengiyakan tawaran sang Ayah. "Deal!" Baiklah! Gagal sudah rencananya untuk menghabiskan waktu bersenang-senang bersama teman-temannya dengan sebotol vodka atau bahkan lebih.

*****

To Be Continued!

Hijrah Cinta [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang