SEMBILAN

31 4 0
                                    

Danang telah memerintahkan asistennya untuk meminta seluruh karyawan segera bersiap untuk kumpul di ruang meeting sebelum mereka sampai di Kantor. Kurang lebih 20 menit, akhirnya sampailah Danang bersama Ryan di sana. Ryan mengerti bahwa dirinya akan diberikan suatu hukuman untuk tindakannya, ya, Ryan menyebutnya sebagai, "Kejutan Istimewa".

Dengan langkah cepat, Danang berjalan langsung mengarah ke ruang meeting, diikuti oleh Ryan yang berjalan sejajar di sampingnya, dan juga asisten pribadi Danang yang sudah bekerja padanya sejak pertama kali Perusahaan ini dirintis dari awal, yaitu Joko, yang berjalan di belakang.

"Silakan, Pak!" Joko mendahului langkah Danang, lalu mempersilakannya masuk ke ruangan meeting dengan terlebih dahulu membuka pintunya.

Danang pun masuk diikuti Ryan yang menarik napas bosan terlebih dahulu. Ia berharap, ini tidak akan lama. "Selamat pagi!" Ucap Danang mengawali pertemuan pagi ini.

Para karyawan langsung berdiri ketika Danang memasuki ruangan dan langsung menjawab bersamaan. "Selamat pagi, Pak!" Balas mereka dengan sopan. Bahkan ada pula yang sampai sedikit mencodongkan badannya, tanda memberi hormat. "Silakan duduk!" Kata Danang menginterupsi.

Semua karyawan pun duduk kembali pada kursinya masing-masing. Terkecuali Ryan. Ia tampak bingung harus duduk di mana. Mengingat kursi di ruangan itu, kini sudah penuh ditempati oleh karyawan Ayahnya, Danang. Biasanya, Ryan akan duduk di kursi yang paling dekat dengan Danang, namun kini kursi itu di tempati oleh orang lain. Kelihatannya, Danang dengan sengaja melakukannya.

"Baik! Tanpa membuang lebih banyak waktu lagi, langsung saja," Danang menarik napasnya panjang sebelum kembali melanjutkan perkataannya. Ruangan begitu hening, tanpa siapapun berani bersuara.

"Saya memutuskan untuk memindah-tugaskan Ryan, anak saya, untuk mengurus Kantor Cabang Aditama yang berada di Bandung. Jadi, untuk Pak Hadi bisa kembali bekerja di sini, sementara Ryan yang akan mengurus di sana."

Kedua mata Ryan, sontak membelok. Kenapa ia harus mengurus Kantor Cabang yang berada di Bandung? Lalu, bagaimana dengan kuliahnya di Jakarta? Dia baru saja memulainya dan sekarang harus pindah. Yang benar saja?

"Loh, Pa? Aku, kan, kuliah di Jakarta. Gimana sama kuliahnya? Pindah di Bandung?" Ryan akhirnya memutuskan untuk membuka mulutnya.

"Tidak. Kamu tetap kuliah di Jakarta dan tinggal bersama Papa. Begini Ryan, jarak antara Jakarta-Bandung itu tidak terlalu jauh, hanya cukup 3 jam atau sedikit lebih mungkin untuk sampai. Jadi, kamu bisa bolak-balik Jakarta-Bandung setiap harus kuliah dan mengurus Kantor," papar Danang dengan begitu santai.

"Tapi, Pa ...."

Sebelum Ryan melanjutkan lagi, Danang memotongnya. "Jadi mulai besok, saya yang akan kembali mengurus Kantor di sini. Dan Ryan, yang akan mengurus Kantor Cabang. Ya, saya akui. Baru semalam saya memutuskan untuk menyerahkan tugas ini sepenuhnya pada Ryan. Tapi setelah saya pikir kembali, Ryan masih butuh banyak belajar tentang kedisiplinan. Ada yang ingin memberikan pendapat atau sarannya?"

"Maaf, Pak, sedikit berpendapat," kata salah seorang karyawan sambil mengangkat tangan kanannya.

"Ya, silakan!"

"Menurut saya, Pak Ryan sangat berbakat di bidang Bisnis. Jika untuk kedisiplinan, saya akui, beliau memang masih kurang. Tapi itu tidak menutup kenyataan bahwa beberapa bulan ini, beliau juga berhasil dalam mengembangkan bisnis Kantor."

"Iya, Pak. Saya juga setuju!" kata yang lain menyetujui.

"Benar, Pak. Pak Ryan sangat handal dalam mengurus bisnis, akan sangat disayangkan jika beliau tidak lagi bekerja di Kantor Aditama."

Ryan yang mendengar pernyataan dari beberapa karyawan itu langsung tersenyum. Seakan ia merasa sudah membanggakan Danang. Sedangkan Danang berdeham, sebelum akhirnya lisannya kembali berkata. "Saya tidak menyuruh Ryan untuk berhenti bekerja. Ya, benar. Kemampuannya dalam berbisnis tidak bisa dipungkiri lagi, apalagi hanya dalam waktu yang singkat ini. Tapi tetap saja, dia harus belajar tentang kedisiplinan. Dan saya rasa, dengan Ryan dipindahkan ke Bandung, akan membuatnya belajar lebih banyak lagi." Danang lebih mempertegas setiap ucapannya sembari berdiri dan menepuk pundak anaknya.

"Ini sudah menjadi keputusan saya. Saya harap, kamu bisa lebih bertanggung jawab lagi," Danang masih memegangi pundak Ryan. Dan Ryan hanya terdiam seraya menelan ludahnya.

"Baik, saya rasa cukup. Terima kasih! Selamat pagi!" Danang meninggalkan ruang meeting dan diikuti oleh asistennya lalu karyawan-karyawan di ruangan tersebut perlahan keluar satu persatu. Dan Ryan, ia masih diam di ruangan itu lalu memilih untuk duduk di kursi, tempat Danang duduk tadi.

"Gila apa? Gue bolak-balik Jakarta-Bandung? Astaga! Ini mah bakal nyiksa gue," kata Ryan sembari mengacak-acak rambutnya.

******

Ryan kini berada di rumah dan berada di ruang tamu. Untuk naik menyusuri tangga, rasanya begitu malas. Jadi ia memutuskan untuk mengistirahtkan dirinya di sofa ruang tamu. Lagipula, tidak akan ada orang yang hendak bertamu, bukan? Lalu, untuk apa bersusah payah ke atas, jika di ruang tamu saja, Ryan pasti bisa tertidur.

Belum sempat ia memasuki alam bawah sadar, senggolan tangan seseorang sudah membangunkannya. Ryan langsung mengerjap kaget. "Papa!" Rupanya itu adalah Danang.

"Tidur di kamar, bukan di ruang tamu," kata Danang yang kini duduk di sofa. Ryan pun ikut mengubah posisinya menjadi duduk sambil menggaruk tengkuknya.

"Kenapa?" tanya Danang tanpa alasan membuat Ryan bingung.

Jujur saja, sejak Raysa, Ibunya, meninggal dunia, Ryan tak pernah mengobrol santai dengan sang Ayah. Hal itu kini membuatnya merasa canggung. "Kenapa, Pa?" Ryan kembali melontarkan pertanyaan yang sama sembari terkekeh pelan.

"Loh? Malah tanya balik."

"Soalnya gak paham, Papa tanya kenapa apanya? Hehe...." lagi-lagi, Ryan tertawa garing.

"Ya udah, kalau capek, tidur di kamar. Jangan di sini! Kalau ada tamu datang, ngelihatnya kurang sopan, kan?" Danang mengelus kepala Ryan pelan lalu pergi meninggalkannya.

Ryan yang ditinggalkan, hanya terdiam dan sedikit menahan sesaknya. Entah rasa sesak apa itu? Mungkinkah ia rindu akan suatu kasih sayang? Ryan hanya bisa menarik napasnya lelah sambil memijit keningnya.

********

To Be Continued!

Hijrah Cinta [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang