L Y T 100k

2.2K 238 25
                                    

Prilly berhembus nafas lega karena dapat mendudukkan bokongnya di sofa rumah. Keringat bercucuran didahi wanita itu. Akhirnya, ia mengibas-ngibaskan tangan didepan wajah untuk sedikit memberi kesegaran. Disebrangnya, Ali pun melakukan hal yang sama, ia mendongakkan kepalanya seraya memejamkan mata.

Dari arah dapur, bi Inah membawa nampan berisi dua gelas jus jeruk dingin untuk kedua majikannya.

"Makasih, Bi." Ali mengulas senyum. "Bi, tolong obatin lengan Prilly, ya."

Mata bi Inah melirik lengan Prilly, benar saja terluka. Dahi wanita paruh baya itu berkerut menatapnya. "Neng, itu kenapa?"

"Gapapa, mungkin ini luka yang enggak disengaja aja kegores. Gak usah diobatin," kata Prilly sambil tersenyum tipis.

Ali meneguk jus jeruk sampai habis, lalu menatap manik mata Prilly. "Jangan ngada-ngada. Sengaja darimana? Udah, Bi, obatin aja Prillynya."

Bi Inah mengangguk mengiyakan. Ia berjalan cepat menuju tempat dimana kotak obat tersimpan. Sedangkan Prilly mengerucutkan bibirnya, "Kenapa harus diobatin? Kan aku udah gak sakit. Tadi kamu juga udah siram pakai air," protes Prilly.

"Jangan bantah, ya. Nanti kamu infeksi!"

"Ini luka kecil!" sungut Prilly sambil menunjukkan lengannya yang terdapat goresan.

"Ayo, Bi," panggil Ali agar Bi Inah segera datang.

"Ih jangan, Bi!"

"Nanti kalo gak diobatin, bakal masuk kuman. Aku gak mau ya kamu ngeluh sakit!"

"Emangnya aku ini sakit apa sampai ngeluh-ngeluh?"

Bi Inah datang terburu-buru mendengar kedua majikannya saling beradu mulut, bahkan suara mereka terdengar sampai doraemon's room yang jaraknya lumayan jauh. "Aduh, Ali sama Neng Prilly jangan besar-besarin masalah sepele atuh. Gak enak didenger orang."

Ali dan Prilly kompak bungkam, keduanya saling tatap diikuti pelototan mata. Bi Inah menatap mereka dengan heran.

"Udah mau punya anak, masa bertengkar gegara ginian?"

Prilly bersedekap dada, namun saat kedua lengannya akan menyatu, Prilly meringis karena baru menyadari ada luka yang belum mengering.

"Tuh kan!" ucap Ali membuat Prilly semakin kesal. Suaminya sangat menyebalkan!

"Ali yang mulai duluan tuh, Bi."

"Kamu bandel, Sayang!"

"Sayang-sayang palamu peang," sinis Prilly sambil mendelik.

Bi Inah duduk disebelah Prilly. Ia mengambil alkohol lalu menumpahkan sedikit diatas kapas bersih. Dengan perlahan ia mengusap lengan Prilly dengan kapas yang basah itu.

"Sama suami gak boleh gitu. Dia bener kok, mau yang terbaik buat Neng Prilly. Kalo infeksi, kan, kamu juga yang ngerasain."

Prilly mengangguk pasrah. "Iya, Bi."

"Assalamualaikum." Ali, Prilly dan Bi Inah kompak menoleh. Mereka tersenyum melihat kehadiran mama Ully dan papa Rizal yang masih berdiri di ambang pintu.

Bi Inah bangkit dari duduknya lalu membungkuk, ia berlalu pergi ke dapur untuk menyediakan minum untuk mereka.

"Ayo masuk, Ma, Pa," ajak Ali sambil berjalan menghampiri mertuanya lalu salim kepada orang tua Prilly. Begitupun Prilly mencium punggung tangan orang tuanya.

"Gimana kabar kalian?" tanya Papa Rizal sambil berjalan masuk dan mendudukkan diri di sofa.

"Baik, Pa," jawab Prilly.

The Perfect CaptainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang