"Apaan, sih?" kesal Prilly setelah menghentakkan tangan kanan yang ditarik paksa. Prilly menatap tajam ketika seseorang dihadapannya tertawa kecil.
"Prill, gue mau ngomong sama lo."
"Ngomong apa, sih, Maxime? Gue tuh udah bosen liat lo yang selalu nunjukkin muka di depan mata gue."
Maxime menunjuk cafe dengan tangan kanannya, kepalanya miring. "Kita bicara disana."
"Enggak-enggak! Disini aja, gue gak suka lama-lama. Apa yang mau lo omongin? Cepetan!"
Prilly mengerucut hidung dan melipat atas bawah bibirnya. Disaat seperti ini, harusnya ia mendapat ketenangan, tapi malah diganggu Maxime. Apalagi Ali sedang tidak didekatnya, Prilly merasa harus cepat pergi karena takut ada mata-mata jahat yang merusak hubungannya dengan Ali jika lelaki itu sudah sadar.
"Gue mau pamit pergi ke Kanada."
Mendengar itu Prilly tertawa renyah. "Peduli apa gue sama lo? Kalau mau pergi, ya pergi aja sih."
"Denger dulu," kata Maxime sambil menghela nafasnya.
Prilly sedikit memiringkan kepalanya menunggu apa yang mau Maxime ucapkan. Banyak lama amat
"Buruan!"
"Gue minta maaf!"
Ucapan Maxime membuat Prilly melongo sekejap. Perasaan gak ada angin gak ada ujan kok tiba-tiba dia minta maaf? Dan juga kenapa baru sekarang disaat Ali kecelakaan minta maaf nya?
"Ada rencana apa ini tiba-tiba minta maaf?" tanya Prilly sambil berkacak pinggang.
"Gak ada sama sekali, gue sadar kalau yang gue ucapin dan lakuin itu udah salah banget. Anggap aja ini cinta buta--"
"Emang! Kemarin kemana aja baru sembuh sekarang?" Prilly mengangkat dagunya tinggi-tinggi menantang, selain itu juga karena tinggi badannya kalah jauh dari tinggi badan Maxime.
Maxime sedikit melebarkan bibirnya sambil melirik samping kanan dan kiri. "Maaf, gue terlalu bodoh ambil tindakkan. Mungkin emang gue jarang muncul didepan lo, tapi gue bener-bener ngerasa salah karena setiap ketemu pasti ngerusak mood lo, Prill."
Maxime ini lucu ya, kesambet apa sih dia? Prilly mengangkat sebelah alisnya bingung. Ada rasa curiga terhadap apa yang Maxime bicarakan sekarang.
"Lo penyebab Ali koma, ya? Makannya minta maaf terus mau lari ke Kanada?" tuduh Prilly.
Mungkin memang tidak ada bukti, tapi, Prilly hanya menduga-duga saja siapa tau seseorang yang beraksi dengan Rassya itu adalah Maxime. Bisa juga mereka bersekongkol mungkin? Tapi, Prilly juga ragu mengingat tinggi badan Maxime tidak mungkin sekecil itu.
"Enggak, gue sama sekali enggak ngelakuin apapun. Lo nuduh gue, Prill?"
"Bisa aja lo kenal sama Rassya terus kerja sama buat ngehancurin gue," cerca Prilly sambil menatap tajam.
Maxime menggeleng keras, dirinya merasa sangat di cap jelek oleh wanita dihadapannya ini. Bagaimanapun juga ia masih waras untuk tidak berbuat hal sekeji itu sampai main tusuk-tusukkan.
"Bahkan gue sendiri juga gak tahu Rassya itu siapa. Gimana gue mau ngelakuin, kalau setiap hari aja gue punya jadwal kerja yang padat?"
Menatap mata Maxime beberapa detik membuat Prilly mengerjap sadar telah sembarang tuduh. Lagipula ini urusan papa dan Verrel, mereka yang akan mencari.
Prilly sedikit memalingkan muka. Bukan malu, cuma berkata maaf pada Maxime sangatlah malas. "Maaf gue salah sangka."
"Okey, gapapa. Jadi, apakah lo juga mau maafin gue?" tanya Maxime.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Captain
Fanfic[On Going] [Sedang di revisi] Hanya sebuah kisah tentang seorang pilot tampan menikahi wanita cantik dan manis karena sebuah perjodohan. Pilot tampan itu adalah Aliando Syarief. Seorang pilot yang bertanggung jawab dan profesional terhadap pekerjaan...