Sebenarnya aku masih belum terima alasan Louis memilihku menjadi istrinya : karena ayahku mempunyai banyak hutang pada keluarga Louis yang mempunyai perusahaan tempat ayah bekerja dulu. Beberapa kali aku menelepon Ibu tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan. Pasti Ibu tahu bahwa anaknya yang jadi korban ini juga tidak bahagia dengan pernikahan aneh ini.
Ya, aku tidak bahagia. Memang menjamin menikahi pria idaman wanita itu bakal senang? I tell you that it's a big no.
Aku menuruni tangga dan melihat Louis duduk malas di sofa dengan stick Xbox di tangannya. Dia pulang dari studio dan belum mengganti pakaian tapi sudah bermain games. Bahkan sepatunya belum dibuka. Hey para fans Louis, begini lho kelakuan idola kalian!
"Louis.." Aku menghampiri Louis dan duduk di sofa juga, dengan jarak agak jauh tentunya.
Louis menekan tombol 'pause' dan menatap tajam ke arahku. "Peraturan nomor sekian : jangan ganggu aku ketika bermain Xbox."
Peraturanmu banyak ya, tuan muda.
Aku pun berdiri dan melangkah meninggalkan Louis sambil memasang wajah cemberut. "Belle, ambilkan aku minuman!" Teriak Louis.
Tuh kan kubilang apa, idola kalian ini menyebalkan!
Tapi aku bisa apa selain jalan ke dapur, membuka kulkas dan mengambil 2 kaleng Pepsi?
Aku menyimpan kaleng-kaleng Pepsi tadi diatas meja. Lalu melangkah pelan lagi meninggalkan Louis. "Are you crazy? Suaraku bisa rusak kalau meminum minuman dingin bersoda! Ambilkan aku air mineral!"
Ya Tuhan, aku ingin Kau mengirimku hadiah berupa lapisan kesabaran saat ini juga.
Aku kembali ke dapur dan mengambil segelas besar air mineral lalu menyimpannya diatas meja dekat sofa tempat Louis bermain Xbox.
Baru beberapa detik melangkah dari ruang tengah, aku dikagetkan Louis yang berteriak. "HOLY SHIT I LOST! FUCCCKKKKKKK!" Dia berdiri dan membanting stick Xbox nya ke atas sofa lalu mengacak-acak rambutnya. "INI GARA-GARA KAU, BELLE!"
Aku pun menoleh ke arah Louis sambil memasang wajah bingung. "Me?"
"IYA! COBA TADI KAU TIDAK MENGGANGGUKU! ARGGGGH!"
Louis, kau sudah gila.
Aku masih mematung menggenggam pegangan tangga sambil melihat Louis. Apa iya kalah main Xbox sangat krusial buat hidupnya?
"Kemari kau!" Teriak Louis lagi. Sontak jantungku berdegup kencang, takut tiba-tiba dia melemparku dengan ratusan kaset Xbox nya lalu membakarku hidup-hidup.
Aku pun menuruti kemauannya, menghampiri Louis dan duduk di sebelahnya -- masih dengan jarak yang agak jauh.
"Kau tahu tadi aku bermain final liga Eropa!" Omel Louis layaknya seorang Nenek yang bunga anggrek nya dicuri anak kecil. "Dan tim ku kalah! Shit shit shit!"
Ya terus?
"Maaf, Louis." Ucapku.
"Kau mau apa sih tadi?"
"Ada hal yang mau aku tanyakan sebenarnya tapi kalau kau masih marah padaku, aku batalkan saja."
"Jangan buang-buang waktuku. Langsung saja mau tanya apa."
"Louis, apa Ibu dan Ayah mu memberitahumu hutang besar apa yang Ayahku punya sampai aku harus membayarnya dengan begini?"
"Tentu saja. Kau tidak tahu?" Aku menggeleng. Dia memberiku senyuman sinis ala Louis. "Kau ingat-ingat 5 tahun lalu ada peristiwa besar apa yang terjadi di keluargamu? Dan saat itulah Ayahmu meminjam uang pada Ayahku."
Aku termenung sejenak mengingat-ingat. Tahun ini aku 23 tahun, artinya saat aku 18 tahun ya. Hmmm.. "Damn. Kuliahku?"
"Ya. Demi obsesimu masuk Oxford."
"Astaga." Saat itu Ayah bilang aku boleh masuk universitas mahal itu, Ayah punya tabungan, katanya. Tahu Ayah meminjam pada keluarga Louis, mungkin saat itu aku membatalkan semuanya. Maafkan aku, Ayah. "Baiklah, Louis. Terimakasih."
"Ya." Louis kembali memainkan stick Xbox nya. Aku kali ini benar-benar meninggalkan Louis sendirian di ruang tengah. "Belle, wait, Belle!" Teriak Louis saat aku baru menaiki 5 anak tangga.
"Apa lagi, Louis?"
"Jangan lupa berkemas. Besok siang kita akan ke Amerika."
What? America? HELL YEAH!
![](https://img.wattpad.com/cover/31063578-288-k589451.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MRS. TOMLINSON ✖️ LOUIS TOMLINSON
Fanfiction"Istri palsumu itu cantik, man." "Kau bercanda. Dengan dada dan bokongnya yang rata maksudmu?" Hai. Aku Camila Belle. Dan jika kalian berpikir menjadi seorang istri Louis Tomlinson itu menyenangkan, mari kuceritakan.