Bab. 7

14.6K 3.2K 1.2K
                                    

Terkadang, sikap bodo amat itu perlu dari pada membuang energi untuk menjelaskan tentang diri kamu ke orang yang sirik sama kamu.
Diam aja udah, biar suksesmu saja yang akan menjawab.

•Atlas 2 •

Karya Nadia Pratama

Karya Nadia Pratama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.












"Jadi istri gak becus! Kamu itu tugasnya cuma ngurus anak dong, malah kaya gini. Nyesel aku nikahin kamu, gak berguna!"

"Astaghfirullah... kamu bilang aku gak berguna?" kedua bola mata perempuan itu berkaca-kaca akibat perkataan dari sang suami yang langsung menusuk hatinya.

"Aku bukan hanya mengurus anak-anak, aku juga ngurusin kamu, ayah, dan pekerjaan rumah juga aku yang urus. Tapi kamu dengan seenaknya bilang kalau aku gak berguna. Kamu emang gak punya hati!" satu tamparan keras mendarat di pipi perempuan berhijab biru itu.

Pak Ummar menatap ke langit-langit ruang keluarga, beliau ingin menangis karena tidak tega dengan apa yang baru saja dilihatnya, beliau juga marah karena perlakuan yang tidak sepantasnya di dapatkan oleh seorang istri dari suami.

"Pergi kamu dari sini!"

"Ku menangis...membayangkan, betapa kejamnya dirimu atas diriku..."

"Dasar suami kurang ajar! Gak tahu diri!" maki Pak Ummar.

Iya memang saat ini beliau tengah menonton sinetron siang, awalnya Pak Ummar tidak tertarik dengan sinetron seperti itu, tapi karena Randi sering menontonnya saat mampir ke rumahnya, Pak Ummar jadi ketagihan. Kaya penjual bakso boraks yang awalnya coba-coba, eh jadi keterusan.

Tidak lama kemudian, Pak Ummar mendengar suara jeritan dari kebun belakang rumahnya. Beliau langsung berlari ke sana sembari memanggil Hafsah.

"Sah! Ini siapa yang nangis tuh!" Hafsah yang tengah menyiapkan es krim di dapur, langsung menuju kebun dan melihat Kansa yang tengah menangis.

Hafsah khawatir jika Kansa menangis karena ulah tiga putranya. Tapi memang benar, triplet mulai berulah.

"Udah ya jangan nangis lagi." Hafsah membersihkan tanah yang menempel di rambut lurus Kansa.

Hafsah menatap satu persatu putranya, dia menarik napas panjang lalu menghembuskannya pelan. Kalau Mama Kansa bisa mengerti sih masih mending, tapi kan sifat Mama Kansa itu keras kepala, maunya menang sendiri. Hafsah mana sempat mau bela diri nanti.

"Aku mau pulang," rengek Kansa. Hafsah merunduk, kemudian menghapus sisa-sisa air mata yang ada di kedua pipi Kansa.

"Maafin triplet ya," ucap Hafsah. Kansa diam kemudian menatap triplet satu persatu.

Atlas 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang