Hoodie

250 18 0
                                    

"Pakeeet!" Suara seorang lelaki asing berteriak di depan rumahku. Aku langsung membuka pintu, menyambar paket tanpa mengucapkan terima kasih dan berlari menuju kamar.

Aku langsung membuka bungkus secara brutal dan memekik girang ketika melihat isinya.

Hoodie hitam supreme yang begitu macho. Aku tak langsung membuka bungkus plastiknya karena yang harus kulakukan adalah mengirim fotonya kepada temanku.

Ka lu suka gak?

Lalu aku memencet tombol send.

Tak lama, Raka mengetik membalas pesanku tanpa tanda centang biru.

Raka : Keren woy demi apa 😭

Aku tersenyum.

Raka : Tapi emang gw pantes pake begituan?

Ia kembali mengirimkan pesan. Lalu aku menjawab.

Hah begituan begimana? Kan lu suka pake hudi.

Raka : ya tapi kan gw gak pernah pake warna item.

Aku menggeleng dan mengetik,

Makanya coba aja dulu.

Raka : Gw ke rumah lu sekarang, ye? Lima menit.

Lima menit, balasku.

~

Raka sampai ke rumahku menaiki sepedanya. Ia memarkirkan di depan garasi dan mengetuk pintu rumahku. Aku langsung menyambutnya dan menariknya ke ruang tengah. Aku mengambil hoodie tersebut dan memperlihatkannya kepada Raka yang kini tampak sumringah.

"Kalo gw jadi elu pasti bakal langsung pake," kataku memberinya kode.

"Ahahaha bisa aja lu! Sini gw cobain," ia mengambil hoodie tersebut. "Eh cukup gak ya?" Ia menempelkan hoodie di depan tubuhnya. Aku memiringkan kepala.

"Cukup deh keknya," jawabku.

Raka menengadah kepadaku dan memakainya tanpa membuka t-shirt yang sedang ia pakai.

"Longgar dikit," ujarnya seraya merapihkan hoodie.

"Gapapa. Ntar kalo lu gendutan dikit pasti pas banget," kataku. Raka tertawa mendengar ucapanku dan ia tersenyum lebar.

"Makasih, ya," katanya, memutar badan sambil merentangkan kedua tangannya untuk melihat baju baru yang ia pakai.

Aku tertawa kecil, "Kayak ke siapa aja, lu. Pake makasih segala."

Raka pun berhenti berputar dan tampak berpikir. "Eh Kir. Gw lihat si Dimas lagi nginjek sesuatu di pinggir jalan."

Aku mengernyit bingung, "Nginjek apaan? Tai ayam?"

Raka mengepalkan tangannya dan memukul kepalaku pelan, "Enggak gituu... Kayaknya dia ngerokok lagi."

Seketika aku bergeming, "Oh."

"Oh aja?" Tanya Raka terkejut.

"Iya emang gw harus respon gimana?" Tanyaku mengibaskan rambut.

"Ya bilang apa kek buat ngeluapin kekesalan lu," jawabnya agak senewen.

"Apaan orang gw udah gak kesel," kataku.

"Maksud lu?"

"Gw putus."

Raka membuka mulutnya tak percaya. Aku mengangkat kedua alisku, menunggunya bereaksi. Tetapi ia tidak bereaksi selama persekian detik. Hanya diam dengan mulut menganga, dan aku mengambil sobekan kertas bill dan memasukannya ke dalam mulutnya.

"CIH! Jail lu keterlaluan, Kir!" Raka meniup-niup potongan kertas menggunakan lidahnya.

Aku tertawa puas. "Abisnya muka lu kayak paus mules."

"Diem lu," Raka mengusap-usap dagunya. "Tapi lu beneran putus sama Dimas?"

Aku mengangguk mantap. "Itu kan yang lu mau?"

Raka nyengir, aku melemparnya dengan sisa kertas di tanganku.

Lalu kami berdua duduk di sofa depan tv dan membicarakan Dimas yang kini resmi berstatus sebagai mantanku. Aku cukup geli mendengar sebutan itu. Tapi apa boleh buat? Pergaulan Dimas kini sudah tidak lagi satu frekuensi denganku. Aku lebih baik menjauhinya dari sekarang, sebelum aku terkena apa yang kusebut sebagai, pengaruh buruk.

Raka menoleh padaku. "Boleh ngomong sesuatu, gak?"

"Apaan?" tanyaku sambil menyeruput soda kaleng.

"Gw seneng lu putus sama dia," katanya.

"Hmmm,"

"I mean wow. Akhirnya. Soalnya gw udah khawatir banget lu bakalan ikut-ikutan terjerumus. Padahal dulunya si Dimas anak baik, 'kan? Dia kebawa sama geng mafia pajak, sih. Untungnya lu bersikap tegas. Dia juga udah sering posesif sama lu, kan? Apalagi ampe jambak-jambak rambut lu kayak berantem kemarin. Mendingan lu gak usah jalan bareng cowok dulu deh. Khawatir bakal keulang,"  Raka menghentikan ocehannya, "ASTAGA KIR LU DENGERIN GW NGOMONG GAK SIH?"

Aku berhenti memainkan rambutku. "Iye gw denger dari tadi lu ngomong, Raka Sueb."

Raka mengerucutkan bibirnya yang berwarna pink natural. Tapi aku menangkap ada pantulan kilau di kedua bibirnya. Aku memalingkan wajah untuk menepis prasangkaku. Mungkin aku hanya salah lihat. Jadi kuputuskan untuk mengambil minuman lagi karena tidak mau berpikir macam-macam.

Yang bener aja?

RULE #1 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang