"CEWEK BODOH!" Teriak orang yang baru saja menamparku. Aku menatap nanar Gilang yang kini tidak memakai kacamata. Wajahnya memerah seperti orang kesurupan, tangannya mengepal.
Aku memegangi sebelah wajahku yang terasa kesemutan dan perih. Raka masih belum bangkit dan aku mencoba menghampiri Raka untuk membantunya berdiri, namun Gilang langsung menarik lenganku.
"YAKIN LU MAU PACARAN SAMA BANCI????" Gilang berteriak di sebelah telingaku sambil memperlihatkan sebuah foto.
Walau mataku berkunang-kunang pusing, tapi foto polaroid itu jelas menunjukkan sosok siapa.
Raka. Di sebuah club, dengan wajah yang dipoles sedemikian rupa.
Aku hendak bereaksi soal foto itu, namun Raka telah mengambilnya dengan kasar.
"Lang. Licik lu. GAK LUCU!" Raka melayangkan pukulannya tepat ke dagu bawah Gilang.
Orang-orang di kafe menutup mulut dan berdiri untuk melihat apa yang terjadi. Tiga orang dari meja gerombolan anak yang tadi menggodaku menghampiri Gilang untuk menahan tubuhnya. Sedangkan yang satunya lagi, menahan tubuh Raka agar tidak lagi melayangkan pukulannya dengan lebih brutal.
"Lu keras kepala, sih! Udah gw bilang tahan dulu!" Salah seorang laki-laki yang menahan tubuh Gilang berkata dengan gusar.
Aku langsung mengerti bahwa orang-orang itu adalah teman Gilang.
"Lu sengkokol????" Tanyaku menahan marah.
"Enggak, Teh, gak gitu. Tadi Gilang telepon katanya apa ada cewek sama cowok galing ke kafe ini gak, saya jawab iya terus saya fotoin kalian berdua," lelaki berambut cokelat berkata dengan nada takut. "Maaf Teh, saya memang temannya Gilang tapi saya gak tahu apa-apa."
Gilang membalikkan badan, dagunya memar mengerikan. Aku langsung menghampiri Raka untuk melindunginya, walau nyaliku kini ciut melihat Gilang seperti itu.
"Kalo lu mau nyari masalah, mending pulang aja! Ini tempat orang santai bukan gegabah!" Ucap Raka di belakangku.
"Hahahaha eh banci tahu apaan lo soal gegabah? Kesian sahabat lo Kirana! Dibohongin bertahun-tahun mauuuu aja!" Gilang berkata sambil menunjukkan wajah yang marah bercampur dengan rasa jijik. Raka mulai bergetar, rambutnya menutupi setengah wajahnya.
Gilang melirikku dan mengucapkan sesuatu yang membuatku semakin tak karuan. "Setidaknya lu udah lihat foto tadi, Kir. Gw gak asal ngomong. Gw juga punya bukti yang lain!"
Raka bergerak-gerak hendak melepaskan diri selagi Gilang mengambil foto lain dari dalam saku jaketnya.
"Ini!"
Foto yang diperlihatkan Dimas kepadaku. Sudah dicetak, dan kini Raka dengan gerakannya yang sekaligus berhasil melepaskan diri dari cengkeraman orang yang menahannya. Raka langsung menarikku dengan kasar dan kami keluar dari kafe itu.
"UUUUUU BANCIII!!!" Teman-teman Gilang yang masih nongkrong di dalam bersorak menghina.
"DIEM LO!" Bentakku sekaligus, suaraku bergema ke seluruh sudut kafe, membuat mereka langsung bungkam, nampak terkejut dengan suaraku yang berat dan penuh amarah.
Raka mengambil helm terburu-buru dan menaiki motornya. Aku langsung naik tanpa bertanya lebih lanjut soal foto tadi.
Situasi sedang tidak memungkinkan untuk meminta penjelasan apa pun.
Raka melajukan motornya dengan ngebut. Ia menyelip beberapa mobil dan mengklakson motor-motor yang menghalanginya.
Angin berhembus kencang, menghasilkan suara gemuruh di telingaku yang tak memakai helm. Nafas Raka terdengar menyeramkan. Kedua tangannya menggenggam stang dengan erat. Urat-uratnya terlihat menonjol di bawah sinar rembulan. Aku tak berani melirik wajah Raka bahkan melalui spion, karena yang sedang memboncengku bukanlah Raka.
Ia seseorang yang kini dikuasai amarah dan kesabarannya sudah berada di ambang yang wajar. Wajah yang menyeramkan dan sangar.
Motor melindas polisi tidur tanpa memelankan lajunya, sehingga aku terlonjak dan merasakan sakit di kepala belakangku.
"Raka.. jangan ngebut!" Aku berusaha untuk berkata di tengah angin yang menyamai suaraku.
Raka tidak mendengar dan masih melajukan motornya dengan bunyi knalpot yang nyaring. "Rakaa! Pelanin motornyaaa!" Kini aku berteriak. Kudengar suaraku mulai bergetar, mataku memanas.
"RAKA! PELANIN MOTORNYA ATAU AKU LOMPAT SEKARANG!" Teriakku.
Raka mulai melaju ke sebelah kiri dan melepaskan genggaman dari stang kanan secara perlahan. Aku menunduk, tanganku menggenggam sisi jaket Raka.
Raka terdiam sambil menatap jalanan yang kini sudah ramai. Motor sudah tidak ngebut lagi, kecepatannya kembali normal seperti pertama kali Raka memboncengku dengan motornya. Ia tidak berkata apa-apa lagi sampai kami berada di Jalan Asia Afrika. Aku menatap kanan kiri, kebingungan kenapa tiba-tiba sudah sampai di sini.
Raka menyentuh tanganku yang berada di sakunya, aku mengenggamnya.
"Kir, maafin gw ya? Sekalii ini aja gw ajak lu jalan-jalan ke luar rumah. Gw pengen ke sini sama lu sejak dulu naik motor kayak gini. Boncengan biar kayak Milea sama Dilan. Tapi dulu gw baru punya sepeda. Dan sekarang gw punya motor. Akhirnya gw bisa ngewujudin cita-cita gw sama elu," ucap Raka. Ia mencoba mengalihkan pikiranku dari kejadian tadi dengan bercerita dan mengungkapkan apa yang ia rasakan. Aku tersenyum kecil, terus mendengarkan dia berceloteh dan senang akhirnya ia bisa mengatur suasana hatinya kembali seperti semula.
Lalu ia kembali berkata, "Nanti, kalo gw udah punya mobil, kita jalan-jalan ke Yogyakarta ya? Tapi untuk sekarang gw gak janji. Soalnya gw takut lu gak bakalan bisa nerima gw," lanjutnya. Aku bergeming, lalu membenamkan setengah wajahku di bahunya.
"Nanti kita ke Jogja bareng ya..." Aku pun menahan nafas setelah mengucapkan hal tersebut.
Kulihat Raka tersenyum lebar dari kaca spion. Ini malam minggu terindah yang pernah kurasakan seumur hidupku. Tapi, ada satu kejanggalan yang kupikirkan sampai pulang ke rumah.
Senyuman bahagia yang Raka perlihatkan ketika di Asia Afrika, tak bisa menutupi kesedihan yang ia tutupi melalui sorot matanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/247388708-288-k451482.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RULE #1 [COMPLETED]
Ficção AdolescenteKirana harus menghadapi teror merugikan yang terjadi setelah ia mengakhiri hubungannya dengan Dimas, cinta pertamanya. Teror itu berlangsung selama berhari-hari dan sangat menyiksanya. Gilang, sang KM kelas yang sedang mendekati Kirana menjadi tersa...