Dan nyatanya, hukuman itu tidak main-main. Aku dan yang lainnya benar-benar tidak boleh duduk sampai bel istirahat pertama berbunyi. Aku bisa menahan rasa pegal di kedua lututku yang berdentum-dentum. Maura terus menerus meringis dan menekuk-nekukan kakinya pegal. Dan bunyi bel yang kutunggu-tunggu akhirnya berbunyi nyaring dan akhirnya aku terduduk lega.
Maura berbalik dari bangkunya dan mengusap-usap dada, aku mengangguk menyetujui bahwa ini memang benar-benar melegakan.
Aku melipat kedua tanganku dan menaruhnya di atas meja. Kubenamkan wajahku dan belum sempat aku menghela nafas, suara dua orang yang kukenal memanggilku.
"Kir,"
"Kirana," panggil mereka berdua bebarengan.
Aku menengadah. Kulihat Raka sudah berdiri di sebelah bangku kiriku dan Gilang di sebelah kananku.
Aku mengerjap beberapa saat dan mengusap wajahku dengan keras.
"Ada apa nih rame-rame?" Tanyaku menahan rasa lelah.
Raka menggerling Gilang yang menggerlingnya.
"Kir lu mau makan sama gw apa sama Gilang?" Raka bertanya padaku dengan intonasi yang cepat seperti sedang kesal terhadap sesuatu.
Aku menoleh kepada Gilang yang ada di atasku. "Hah? Emang lu ngajak gw?"
Gilang tersenyum tipis khasnya, "Mau gak?"
Aku menggembungkan pipi lalu menoleh pada Raka yang memutuskan. Aku mengangkat alis mengisyaratkan apakah Raka membolehkanku pergi bersamanya.
"Silahkan aja," ucap Raka singkat langsung keluar kelas.
Aku mengernyitkan dahi namun tak sempat berpikir ada apa dengan sikapnya pagi ini, karena Gilang langsung berkata, "Ayo. Nanti kantin keburu penuh."
Lalu aku mengikuti ajakannya. Kami berdua berjalan di sepanjang koridor, menyeberangi lapangan, hingga akhirnya sampai di kantin yang hampir ramai.
Gilang menunjuk salah satu bangku yang jaraknya agak terpisah dengan bangku-bangku yang lainnya, sehingga aku agak berat untuk pergi dan duduk di sana.
"Mau pesan apa?" Tanya Gilang.
"Sama aja kek elu," jawabku tak antusias. Gilang mengangguk dan langsung memesan makanan di salah satu kantin.
Aku menopangkan dauku seperti yang Raka lakukan sebelum masuk tadi. Mataku menyapu pandangan ke seluruh kantin yang bersih dan nyaman.
Aku menatap salah satu sudut terkumuh di kantin, yakni tempat sampah. Dan aku melihat Raka sedang membuang sampah, sebuah kotak kecil berwarna cokelat. Nampak seperti dus obat atau sebagainya. Aku memicingkan mata karena Raka merogoh saku celananya sambil menatap ke kanan dan ke kiri, seolah berharap seseorang tidak ada yang melihatnya.
Dan pada saat ia mengambil benda kecil dari sakunya, Gilang menghalangi pandanganku dari Raka.
"Ini. Aku pesen mie ayam spesial. Kamu suka, 'kan?" Tanya Gilang sambil duduk dan menyerahkan satu mangkuk penuh mie ayam kepadaku.
"Eh makasih, Lang... Nanti pas dah beres makan gw bayar," ucapku sambil menggulung mie di garpu.
"Enak aja. Aku yang bayarin, Kir," jawabnya sambil tersenyum lebar.
"Lah? Yaudah makasih deh. Tumben baik," ucapku datar.
Gilang menggoyang-goyangkan kakinya. "Hehe kan percobaan."
Aku mengernyit, "Maksud lu?"
"Enggak."
Aku mengambil sumpit dan memutuskan untuk memakan potongan ayam terlebih dahulu. Dan aku menyadari bahwa Gilang sama sekali belum menyentuh mangkuknya dan ia malah memperhatikanku.
"Gilang lu makan ih. Jangan ngeliatin gw kek gitu ntar nafsu makan lu ilang," kataku mendorong mangkuk miliknya.
"Maaf maaf," ucap Gilang. Ia pun meraih garpu dan mulai makan.
Kini, aku yang memerhatikannya. Ia tampak bersikap aneh. Mungkin ini taktiknya untuk mendekatiku. Tapi aku tetap harus waspada.
Aku pun mulai menghabiskan mie ayamki dan memerhatikan kantin lagi, diam-diam mencari Raka yang kini entah kemana.
Setelah selesai, aku pergi untuk membeli dua botol palpoo orange dan memberikan satu botol kepada Gilang.
"Gantian," kataku ketika Gilang menatapku bingung.
"Makasih," ucapnya senang. Aku tidak menjawab dan langsung menghabiskan minumanku sebelum Gilang selesai menghabiskan mie ayamnya.
"Bentar ya gw buang sampah dulu," kataku kepada Gilang yang masih makan. Aku berjalan melewati beberapa bangku yang kini melirikku penasaran. Aku tak menghiraukan ketika ada seorang siswa yang berteriak kepadaku ketika aku melewati kerumunan bangkunya.
"Hey Kirana.. dah mam lom?" Godanya yang diiringi tawa renyah teman-teman sebangkunya. Tapi aku hanya mengangkat bahu, menganggapnya bodoh karena basa-basinya terlalu basi.
Aku pun sampai dan membuang botol di ember tempat Raka membuang kotak kecil itu.
Aku agak mencondongkan tubuh ke tempat sampah untuk mencari apa yang sebenarnya dibuang Raka. Dan aku mengerutkan dahi ketika ada kotak lip cream kosong berwarna cokelat dan satu buah lip tint yang tampaknya belum setengahnya habis.
Aku memutuskan untuk mengambil lip tint itu, terlepas dari apakah Raka yang membuangnya atau tidak.
~~
Aku dan Gilang kembali ke kelas lima menit lebih awal dari bel masuk. Dan semua orang di kelas memerhatikan kami dan batuk berjamaah. Aku hanya mengernyit jengkel namun Gilang hanya terkekeh seolah mengiyakan.
Aku duduk di bangkuku, sambil sesekali menatap pintu kelas, menunggu Raka datang. Tapi nyatanya dia tidak datang bahkan dua puluh menit bel masuk kedua berbunyi. Untungnya, Gilang mengumumkan bahwa guru pelajaran sejarah hari ini tidak masuk dan hanya diberi tugas merangkum bab dua. Tentu saja aku tidak mengerjakannya, dan lebih memilih menatap lip tint di tanganku.
Siapa ya yang ngebuang lip tint ini? Mana setahu gw lumayan harganya. Sayang banget, padahal masih penuh. Emang beneran Raka yang ngebuang ni make up? Masa aja si? Eh tapi gerak-geriknya aneh.
"Nana!" Raka mengagetkanku. Aku terlonjak namun tidak berteriak.
"APAAN SIH?!" Ucapku kesal.
"Awok awok awok," Raka hanya tertawa puas. Ia bertanya apakah ada tugas dan aku jawab ya. Tapi dia sama-sama bahlulnya denganku karena tidak merangkum dan memilih untuk membawa bangkunya dan duduk di sebelahku.
"Eh apaan tuh?" Tanya Raka penasaran.
"Lip tint. Sayang banget gak sih? Padahal kalo gak cocok shadenya buat gw aja," kataku sambil memutar-mutar lip tint kecil di jariku.
Raka hanya mengangguk-angguk dengan tatapan kosong. Entah mengerti apa yang kuucapkan atau tidak.
Ia pun bersandar di kursinya dan menatapku. "IG lu belum balik juga?"
Aku berhenti memainkan lip tint. "Enggak, Ka. Apes banget keknya gw akhir-akhir ini. Kertas, telepon, dihack ig, terus tadi dihukum, lagi."
Raka mendekat ke wajahku, sehingga aku harus mundur.
"Mamam," ucapnya puas. Aku mendorong tubuhnya sekaligus hingga ia tersungkur ke bawah kursi.
"ALAH SIAH MAAP!" teriakku panik, seisi kelas tertawa. Kusodorkan tanganku untuk membantunya berdiri dan ia meraih lenganku. Ia pun menjulurkan lidahnya yang dehidrasi padaku. Raka membetulkan seragamnya sementara tangannya masih menggenggam lenganku.
Dan aku melihat kukunya yang agak panjang, bersih dan berkilau. Sangat berkilau.

KAMU SEDANG MEMBACA
RULE #1 [COMPLETED]
Ficção AdolescenteKirana harus menghadapi teror merugikan yang terjadi setelah ia mengakhiri hubungannya dengan Dimas, cinta pertamanya. Teror itu berlangsung selama berhari-hari dan sangat menyiksanya. Gilang, sang KM kelas yang sedang mendekati Kirana menjadi tersa...