Gerimis

82 13 0
                                    

Aku belum bisa tidur sampai pukul sepuluh malam. Padahal, kepalaku sudah pening sekali karena dipenuhi banyak hal. Aku pun membuka WhatsApp dan langsung duduk ketika melihat Raka baru saja mengupdate status. Padahal, dia jarang sekali membuat SW kecuali ucapan hari paskah atau hari-hari penting lainnya. Dengan cepat aku langsung membukanya dan tercenung.

Dia tidak pernah memposting quote galau semacam ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia tidak pernah memposting quote galau semacam ini. Mungkin inilah fenomena yang jarang sekali terjadi. Tapi, kata-kata ini untuk siapa?

Aku pun me-replynya untuk menetralisir degup aneh didadaku.

Aku pun me-replynya untuk menetralisir degup aneh didadaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku menunggunya membalas. Entah kenapa jari-jari tanganku bergerak-gerak gelisah, seperti tak percaya dengan apa yang baru saja kulihat.

Tak lama, ia membalas.

Kirana : dih Raka kenapa si lo?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kirana : dih Raka kenapa si lo?

Raka : kenapa kenapa

Kirana : aneh banget

Raka : aneh gimana

Kirana : ih bodo ah terserah -_-

Raka : apaan si ga jelas

Kirana : lah

Lalu obrolan kami terhenti sampai disitu. Aku kembali merebahkan diriku, menatap langit-langit kamar. November membuatku khawatir untuk segala hal yang ada di sekitarku. Aku menunduk untuk melihat Anne, dan ia sudah tidur di kasur bawah.

Aku membuang nafas, merasakan sensasi aneh yang entah kenapa hinggap begitu saja.

Jangan-jangan aku mulai menyimpan rasa untuk Raka?

"Gak. Gak mungkin gw nyimpen rasa sama si kadal Bandung itu," gumamku, menepis hal yang sebenarnya tak kuinginkan terjadi.

Raka sahabatku. Kita sudah berjanji sejak bertahun-tahun yang lalu untuk tidak menyimpan perasaan satu sama lain, apalagi sampai pacaran. Semua akan berubah dan tidak akan sama seperti dulu.

Ya Tuhan.. Raka Raka Raka Raka....

~~~

Hari ini Jum'at gerimis di Antapani. Aku masih tidak pergi ke sekolah, karena pada hari ini aku benar-benar demam.

"Uhhh ini mah banyak pikiran elunya!" Anne menyodorkanku obat dan aku meminumnya.

"Kan lu yang bilang siapa juga yang mau sakit?" Tanyaku, berhasil membuatnya mendelik sebal.

"Kalo lu gak sehat nanti masalahnya kagak bakalan kelar-kelar lu mau?" Anne duduk di sebelahku.

"Ya enggak!" Seruku. "Plis dong tenangin gw... Gw gak mau ada kejadian kayak begini."

Anne mengusap dahinya. "Iya tapi mata lu celong banget tau gak? Gw tahu lu takut, lu cemas, khawatir atau apalah itu namanya. Tapi feeling gw lu mikirin sesuatu yang lain."

Aku menunduk, bingung hendak menjawab apa. Karena sebenarnya aku pun tak tahu apa yang sedang kupikirkan.

"Nah, kannn???" Anne menyenggol sikutku. "Mikirin apaan sih? Seumuran lu tuh harusnya fokus aja belajar sama nyari pacar."

Deg.

Pikiranku langsung melayang kepada Raka. Aku hanya merespon Anne dengan mendengus dan berkata akan tidur lagi. Anne pun membuka laptopnya dan mulai bekerja.

Aku memutar tubuh menghadap tembok.

Sayang sama orang itu tetap harus bagi hati. Untuknya, dan untuk dirimu sendiri.

Diseimbangkan.

Kalimat itu terus melayang-layang menghantuiku. Raka suka sama siapa?

Dan tak terasa--entah bagaimana rasanya aku baru saja tidur selama satu detik sampai aku terbangun karena suara Gilang terdengar tepat di sebelah kasurku.

Aku masih dalam keadaan sadar tak sadar, hingga aku seratus persen bangun hanya saja masih memilih untuk menutup mata, meyakinkan pendengaranku.

"Tapi udah periksa ke dokter, Kak?" Gilang bertanya kepada Anne.

Anne menjawab, "Belum, Lang. Sakitnya soalnya gak begitu parah. Yaa cuman anget dikit. Palingan besok juga udah sembuh." Gilang ber-ooh.

Aku menunggu mereka berbicara lagi. Aku tetap tak bergerak dan kini berasumsi mereka sedang memperhatikanku yang terbaring.

"Yaudah Kak mungkin nanti Gilang tanya Kirana lagi lewat WA. Takutnya ada apa-apa kalau dia naik motor sampe malem," ujar Gilang dan tak lama setelah itu ada bunyi deruman motor yang meninggalkan pekarangan rumah.

Aku membuka mata dan menatap jam di dinding.

Jam 3 sore.

Aku membelalak, tak percaya sudah tertidur selama itu. Tapi untungnya aku tidak merasakan pusing yang hebat karena kebanyakan tidur. Dan saat kusentuh wajahku, rasanya suhu badanku sudah membaik. Anne datang dan menanyakan kabarku. Lalu dia berkata, "Tuh Gilang bawain martabak buat lu."

Aku melirik sebungkus martabak di meja.

"Dan dia bilang tadinya mau minta izin sama gw buat ngajak lu ke Dago besok. Tapi pas tahu lu sakit dia jadinya khawatir lu kenapa-kenapa," jelas Anne panjang lebar. Aku hanya mengangguk-angguk tak semangat dan berjalan menuju kamar mandi.

"Lu dengerin gak sih?" Anne mulai senewen seperti biasanya.

"Denger, Anne..." jawabku seraya menekan setiap kata.

Anne mengembungkan pipinya dan berkata, "Gilang bilang Raka ngechat dia."

Aku berhenti melangkah. "Hah?"

Anne mengangguk. "Katanya Raka ngomong ke Gilang tolong jaga Kirana."

Aku terpaku.

RULE #1 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang