Dimas

78 12 0
                                    

Senin di sekolah begitu hening. Raka tidak masuk dan kelasku dihangatkan dengan kemunculan akun austin1717. Ketika kucoba lihat dari akun realku, akunnya telah di private. Siangnya, Gilang terus bertanya apakah aku baik-baik saja, sampai aku bosan mendengarnya.

~~~

Selasa hanya ada sebuah surat izin dari orang tua Raka yang tersimpan rapi di atas meja guru. Aku sudah menghubungi Raka beberapa kali, menanyakan kondisinya secara baik-baik. Namun, sudah dua hari Raka tidak membalas apa pun. Padahal dia selalu online.

~~~

Hari Rabu, belum ada tanda-tanda Raka kembali. Aku kian menyendiri, hingga istirahat kedua Dimas berpapasan denganku. Namun aku hanya menunduk, perasaanku menjadi campur aduk. Ketika bel pulang berbunyi, aku buru-buru keluar kelas karena tahu Gilang akan mengajakku mengobrol lagi. Dan aku berhasil kabur sebelum Gilang menyadari aku pulang duluan.

~~~

Kamis, Raka kembali namun dengan kawat gigi yang menghiasi mulutnya. Raka tidak menyapaku, namun ia berbasa-basi dengan Agnes dan Bella. Kini Raka selalu keluar kelas ketika bel istirahat, dan kembali setelah guru masuk untuk memulai pelajaran. Pulang sekolah, aku melihat Raka sedang tertawa terbahak-bahak bersama geng anak IPS 2, ada Maudy sebagai ketua gengnya. Hanya Raka sendiri yang berposisi sebagai laki-laki di tengah perempuan-perempuan itu. Raka sempat melirikku, namun menggerling tak peduli. Malamnya, aku mendapati pesan bahwa orang tuaku akan pulang akhir Desember. Itu artinya, Natal kali ini akan menjadi hari terburuk. Aku mulai kesepian.

~~~

Jum'at, ada berita duka bahwa guru biologiku wafat. Dan hal yang paling membuatku merasa sedih adalah Bu Jessie berkata bahwa Bu Rona merasa bersalah karena telah menuduhku yang tidak-tidak soal surat hinaan itu. CCTV memberikan bukti bahwa aku tidak pernah ke ruang guru. Hanya Adam yang menghampiri meja Bu Rona dan menyimpan surat itu. Di sisi lain, sekolah dibubarkan karena guru-guru hendak pergi melayat. Aku tidak langsung pulang karena menunggu Raka memiliki waktu senggang. Tapi, ketika aku memanggilnya, Raka hanya menoleh sesaat lalu keluar kelas, tak peduli padaku. Bella dan Agnes memang temanku. Tapi mereka bukan sahabat dekatku.

~~~

Sabtu pagi, Bu Ira mengirimku kue bolu buatannya. Aku senang karena ada yang berkunjung. Sudah lama aku tidak memiliki teman ngobrol. Siang tiba, aku memutuskan untuk menaiki sepeda lamaku yang bannya baru kutambah angin. Aku menggoes ke rumah Adam untuk mengembalikan ponselnya. Ketika aku pamit pulang, Adam memanggilku.

"Gw mau ngomong sama lu bentar boleh?" Tanyanya. Aku pun mengiyakan. Kami duduk di pekarangan rumahnya. Adam kemudian bercerita soal Dimas.

"Dia nangis mulu setiap malem Kir. Ngechat gw, neleponin gw. Curhat tentang eluuu terus. Tapi gw usahain buat gak bosen dengerin curhatan dia. Soalnya lu tahu kan kalo tuh orang udah ditolak dia bakalan sakit hati ampe dendam kesumat?" Cerita Adam.

Aku menggeleng pelan. "Masalahnya gw gak terlalu kenal dia kayak lu kenal Dimas."

"Itu masalahnya. Dia sebenarnya gak niat neror elu. Soal nomor-nomor itu, dia sengaja buat dan gonta ganti kartu. Itu semua demi apa? Demi elu!" Jelas Adam. Sejujurnya aku tidak marah. Aku sudah terlalu cape menanggapi semua hal yang pernah terjadi.

"Cara dia salah. Gw gak bisa tenang selama berhari-hari gara-gara semua teror itu. Gw sebenarnya bisa mati!" Ucapku dengan nada tinggi. "Dan karena uang lu mau aja jadi budak dia buat nyelakain orang lain? Gw gak nyangka sama elu Dam. Diem-diem bisa jahat juga ternyata ya," sindirku.

Adam diam, merasa bersalah. "Gw tahu gw salah. Dan gw juga gak membetulkan tindakan Dimas yang udah berlebihan kek gitu. Gw minta maaf Kir--udah nakut-nakutin elu. Nyorat-nyoret mobil sodara lu. Mecahin jendela rumah lu. Gw pengen ganti rugi. Tapi gw bingung harus dimulai darimana. Gw bingung."

RULE #1 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang