Kotak

65 15 0
                                    

Anne pergi dengan mobilnya pukul setengah tujuh pagi untuk memberikan surat sakit ke sekolahku. Aku berbaring di atas kasur tanpa selimut yang membungkus tubuh, tidak seperti orang yang seratus persen sakit. Aku baru tertidur selama lima detik dan langsung terbangun ketika Anne mengetuk, tangannya membawa mcD. Aku tersenyum senang. Namun ketika baru saja duduk di atas karpet kamar untuk makan, kami tiba-tiba bangkit sekaligus ketika mendengar bunyi lemparan benda keras dan kaca yang hancur.

"Suara apaan itu?!" Anne dan aku berkata bersamaan dan hatiku mencelos ketika melihat jendela sisi kanan rumahku telah hancur. Seseorang melemparkan batu yang diikat dengan botol pilox berwarna merah.

Aku bergegas keluar rumah dan tidak mendapati siapa pun di sana. Kecuali kap mobil Anne yang sudah dicorat-coret dengan tulisan merah pilox yang tampaknya permanen.

Di kap itu, dengan jelas tertulis,

Kembaliin hape gw!

"Anne..." gumamku, membiarkan Anne melihat sendiri apa yang terjadi dengan mobilnya. Tak sampai hati aku memberitahunya.

Benar saja. Anne langsung histeris.

"Persetan!!!" Anne meraung.

Aku cemas ada tetangga yang mendengarnya, jadi aku membawanya masuk, melirik kaca dengan perasaan sedih dan berkata, "Anne gw minta maaf banget lu jadi ikut masuk ke masalah ini." Aku dihinggapi rasa bersalah.

Anne menggeleng sambil membenamkan wajah di kedua tangannya. "Gak apa-apa Kir. Gw histeris gara-gara tuh mobil baru aja diservis kemaren."

"Gw ganti deh..." ucapku, walau tak yakin apakah ayah akan memberikanku uang tambahan. "Pake uang ayah."

Reaksi Anne seperti dugaanku, "JANGAN! Gw gak mau ngerepotin Om Hans lagi. Biar gw nyari duitnya sendiri."

Lalu kami sama-sama diam dalam keheningan, kesal dengan teror yang semakin berani.

"Kir mobilnya kok dicorat-coret gitu?" Tanya seseorang yang  membuat kami sontak menoleh. Raka berdiri di luar pintu, masih memakai seragam abu putih, dengan tas yang digendong di punggungnya.

Aku bangkit dari sofa, "Loh Raka lu ngapain ke sini?"

Raka nyengir, "Nengok elu lah."

Aku mengernyit, "Kok bisa izin?"

Raka menepuk-nepuk dada bangga. "Gw selalu punya cara. Udah gak usah dipikirin."

Aku membetulkan rambut, menyadari bahwa aku belum menyentuh air sejak bangun tidur. "Yodah sini masuk."

Aku dan Raka masuk ke dalam rumah, Anne mengusap air mata. "Hei Ka. Pa kabar?" Tanya Anne.

Raka menjawab, "B-baik, Kak Anne. Itu mobilnya?" Tangan Raka menunjuk ke luar, ia tampak bingung. Anne hanya tersenyum terpaksa, aku dan Raka duduk di atas karpet.

Raka menunggu di antara kami untuk berbicara, dan akhirnya aku pun menceritakan kepadanya soal teror, kejadian tadi malam dan kami memperlihatkan chat 'Gilang no baru' di ponsel milik Adam.

"PARAH!!" Raka meremas rambutnya, ikut frustasi mendengar kabar yang tak mengenakkan ini. "GILA! Gw gak nyangka ampe separah ini! Gw ikut prihatin," kata Raka, membuang nafas melalui mulutnya. "Eh btw kalian berdua nyangka kalo Gilang yang jadi dalangnya, kan?"

Aku dan Anne sama-sama mengangguk. Raka menepuk tangannya. "Nah maksud gw dateng ke sini juga mau ngasih kabar ke elu. Tadi pas gw mo balik ke kelas dari TU, gw lewat tangga yang di atas wc," katanya, aku mendengarkan.

"Dan gw denger ada suara orang yang mukul tembok gitu. Gw asalnya mau langsung nyamperin takutnya ada yang berantem apa begimana. Tapi gw nunggu bentar di tangga dan gw denger ada suara Adam bilang, 'gw gak mau ikut-ikutan beginian lagi! Mending lu urus aja tuh si Kirana! Mana hape gw diambil sama sepupunya'," Raka menghela nafas lalu melanjutkan, "Pas si Adam nyebut nama lu, gw makin nguping dari atas. Dan ternyata si Adam gak sendiri. Orang yang bareng dia bilang begini, 'yodah terserah elu. Berarti sia-sia selama tiga hari ini kita ngerencanain ini semua. Semua balik lagi ke elu. Kalo lu butuh duit, ikut rencana gw sampe akhir. Kalo enggak, ya silahkan nyapu jalanan lagi!'."

RULE #1 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang