Chapter 13

4 2 0
                                    



Subuh kali ini diisi oleh adegan lempar sandal di koridor menuju kamar mandi santriwati. Bagaimana tidak? Aryn sudah sangat lama  membersihkan diri di kamar mandi, menyisakan Dira dan Maiza yang menjaga kamar mereka bertiga. Keduanya -Dira dan Maiza- kompak sakit perut. Alhasil keduanya saling berebut mencapai kamar mandi demi menuntaskan panggilan alam.

"Dasar bocah, ada-ada aja kelakuannya," seloroh Aryn sembari mengeringkan rambutnya dengan kipas angin.

Kemudian Aryn tak sengaja melihat benda pipih di kasurnya. Tadi malam, Ribal mengirimkan pesan berisi perintah untuk segera mengemas barang-barang Aryn.

Hal tersebut tentu saja diterima dengan sukarela oleh Aryn. Perlahan ia mulai membereskan barang miliknya untuk kemudian dimasukkan ke dalam kopernya.

"Buset, mau kemana lu pagi-pagi begini?" tanya Dira yang kembali dengan raut kesal setengah mati. Bisa dipastikan ia telah kalah balapan dengan lawan beratnya, Maiza.

Aryn menoleh, "Mau kaburlah."

"Dih, ga ada kapok-kapok ini kecoa betina."

"Ngomong apa lu, hah?!"

"Lah, santai mbak. Gitu aja marah, baperan ih," sahut Dira mulai berjalan kesana-kemari memegang perutnya dengan kedua tangan.

"Ishhh! Berak disini taurasa!"

•••••

Selepas sarapan, seluruh santri memasuki kelas mereka masing-masing dan memulai kegiatan belajar mengajar seperti biasa.

"Emang ga ada bosennya ya terlambat masuk kelas, ish!" sindir salah satu santriwati kala Aryn, Dira, dan Maiza baru saja melewati pintu kelas.

"Dia ... ngomong ke kita?" tanya Maiza menatap heran.

"Selain kita emang ada telat lagi disini, Maisaroh?" jawab Dira melirik kesal.

Tiba-tiba Aryn berjalan cepat menuju Putri, si tukang nyinyir pagi-pagi.

"Maksud lo apa ngomong kek gitu, hah?!" hentak Aryn memukul meja.

Putri berdiri menantang, "Udah tau salah masih aja ga terima kamu, ya!"

"Bacot lo! Itu urusan gue goblok! Ga bakal lu juga yang kena hukum, itu mulut jangan sembarang ngoceh lo!"

Ruang kelas seketika hening, menyaksikan adu mulut tanpa niatan melerai.

"Kamu emang ga tau malu, ya!"

"Mati aja lo!" sahut Aryn yang sudah sangat marah, lalu menarik kerudung putih yang dikenakan Putri.

"Heh! Lepasin gak!" Aduh Putri tak tak mau kalah dan mulai melakukan hal yang sama pada Aryn.

"Mulut kek lo ini emang harus dikasih pelajaran!"

"Assalamualaikum, pag-" Terdengar suara lembut dari arah pintu, "apa-apaan kalian berdua, hei!"

Putri dan Aryn kompak menghentikan pertikaian mereka, karena tau siapa yang berbicara.

"Dia duluan, Umi hiks," sahut Putri mulai mendramatisir keadaan.

"Tidak ada pembenaran, tindakan kalian sama saja. Lalu kalian semua hanya membiarkan perbuatan tidak bermoral ini? Dimana rasa malu kalian sebagai muslimah melihat saudara kalian melukai mahkotanya sendiri? Begitukah yang didapat kalian selama belajar di sini?"

Seisi kelas kompak membungkam, menyadari kesalahan masing-masing.

"Kalian berdua, keluar dan temui Ustadzah di ruang BK," perintah Umi menunjuk arah pintu dengan dagunya.

"Baik, Umi," sahut Putri menunduk dalam.

Lain halnya dengan Aryn, ia melenggang santai ke arah pintu. Hal tersebut hanya ditanggapi istighfar oleh Umi.

•••••

Deru motor sport pagar utama pekarangan pondok pesantren. Pengemudinya sengaja membuat keributan di sana.

"Assalamualaikum," sapa seseorang yang mengenakan peci hitam pada wajah yang tertutup helm full face itu.

"Suruh Aryn keluar sekarang juga."

Permainan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang