Chapter 6

11 2 0
                                    

Rangkaian kegiatan di pesantren tidak membuat Aryn meninggalkan kebiasaan cerobohnya. Setelah membuat baju koko seorang santriawan basah kuyup, ia kini telat ikut jama'ah salat isya.

"Bener-bener minta hajar ini yang bikin peraturan. Anak orang bukannya dikasih makan malah disuruh ngaji, huh!" ucap Aryn berbicara sendiri.

"Teriak aja terus, kayak merdu aja itu suara,"
sambungnya sembari tergesa-gesa karena tim keamanan yang bertugas sudah berteriak mengingatkan.

Bughh

"Heh! Lu gak punya mata hah?!" bentak Aryn pada perempuan di depannya.

"Gue punya kaki goblok, ngapain jalan pake mata," sahut perempuan berjilbab kurang rapi itu, atau mungkin sedikit berantakan.

Hal tersebut tentu saja membuat Aryn naik pitam, ketika hendak memberi pelajaran pada perempuan urak-urakan itu, seseorang mendekati mereka dengan nafas ngos-ngosan.

"Dira, yampun aku capek tauk. Kamu jalannya kok ya kenceng banget, pasti gara-gara sayur bayam tadi ya. Udah gitu ninggalin aku lagi, untung aja itu Kak Sinta gak mergokin. Kalo iya, bisa tamat aku malam ini. Liat nih, sendal aku sampai copot dalam masa pengejaran tadi, ih," ucap perempuan minimalis itu dengan nafas masih memburu, namun berbicara cepat hingga terdengar tanpa spasi.

Sedang perempuan yang dipanggil Dira dan Aryn tengah menahan sesuatu yang akan pecah.

Satu

Dua

Tiga

Keduanya kompak tertawa membuat gadis lain di depan mereka menatap heran.

"Ada yang lucu?" tanyanya melongo.

"Kita ngetawain lu Maisaroh," jawab Dira sambil mencubit pipi gembul gadis tersebut.

"Sakit tauk, ih. Lagian udah aku bilang juga jangan panggil aku Maisaroh. Mai za nama aku Maiza. Awas aja manggil Maisaroh lagi, ga bakal mau aku tuh nemenin pipis malem-malem," sahut perempuan bernama Maiza itu dengan bibir dimajukan lima senti.

"Lah, jan gitu dong. Canda sayang, cantik-cantik kok ambekan, sih," ucap Dira sambil terus menahan tawanya.

"Ehm, udah kelar belum dramanya?" Aryn memotong pembicaraan dua orang aneh di depannya.

"Kamu ..., siapa? Duh, maaf ya sampai kelihatan gak kasat mata dari tadi ehehe," balas Maiza menggaruk tengkuknya yang tentu saja tidak gatal.

Krik krik krik

"Ah, yasudah kenalin aku Maiza dan ini temen aku namanya Dira," ucap Maiza tersenyum ramah.

"Ini kisah kami berduaaa," lanjut Maiza sambil merentangkan kedua tangannya.

"Eh, muka kayak nenek Kabayan jangan sok keras niru Upin Ipin, ya," sahut Dira menyentil kening Maiza.

"Woy, gak tau diri banget kalian ya. Udah tau telat dari tadi masih aja ngerumpi di situ, eh?!"

Suara macam geluduk itu tentu saja mengagetkan mereka bertiga, sambil berlari tergopoh-gopoh, mereka kompak mengangkat tinggi rok seragam mereka, kecuali Maiza tentu saja.

Perempuan yang tidak terima dipanggil Maisaroh itu, lagi-lagi tertinggal jauh di belakang.

•••••

"Ssttts ..., kamu belum ngasih tau nama kamu," ucap Maiza berbisik, bagaimana tidak? Di mimbar depan tengah ada ceramah singkat dari salah satu ustadz senior.

"Dih, kepo," sahut Aryn sedikit melirik.

"Ayolahhh, jadi temen kita ya. Biar tambah rame, ya ya ya," bujuk Maiza tak mau mundur.

"Cerewet banget sih Maisaroh! Oke! Aku Aryn. Zaskia Aryne, puas lo!" bentak Aryn setengah berbisik.

"Sabar Maiza, teman baru dapet diskon buat ngatain kamu, sabar," ucap Maiza sembari mengelus dada.

"Bicara lagi, gue iket pake karet itu mulut. Rame bener dari tadi," sahut Dira yang menatap kesal.

"Lu juga, kenalin nama gue Dira. Mulai sekarang kita temen, jadi gak usah sok jual mahal kayak gitu, ishh," sambung Dira terdengar memerintah.

"Dih, si Dirjana satu. Songong amat, neng," sahut Aryn disambut cekikikan oleh Maiza yang berada di tengah-tengah mereka berdua.

•••••

Selepas shalat isya' para santri diarahkan untuk segara menikmati makan malam sebelum tidur.

Memisahkan diri, Aryn dan teman barunya kedapatan asik membujuk ketua asrama putri.

"Ayolah kak, jadiin kami bertiga sekamar ya, demi kerukunan umat beragama."

"Eh, kutu landak. Lu pikir gue non-muslim," sahut Dira tak terima lalu memiting leher Maiza. Sementara yang dipiting meringis kesakitan.

"Tuh kan kak, kita akrab banget kak. Sampe peluk-pelukan kayak gini," ucap Maiza meyakinkan.

"Udahlah kak, rugi apa sih nurutin kemauan itu kutu air. Bikin pusing juga lama-lama dengerin dia ngoceh," ucap Aryn sudah muak.

"Nah, setuju tuh gue sama Aryn," sahut Dira pindah ke sebelah Aryn berdiri.

"Okelah nodai aku dulu demi kemaslahatan bersama," sambung Maiza berusaha ikhlas.

"Baik, kakak turutin kemauan kalian. Tapi kalian harus janji gak bakalan suka telat lagi. Gimana?" putus ketua asrama putri tersebut.

"Siap, laksanakan!"

"Gak janji."

"Dih, ngatur."

Permainan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang