Chapter 4

12 2 0
                                    

Pantulan terik matahari, membuat gadis cantik yang sedang tertidur pulas dengan cepatnya terbangun dan mengucek-ngucek matanya.

Sangat aneh, gadis itu kini menggunakan pakaian muslimah, dengan handshock dan kaos kaki yang menutup auratnya.

"Ryn …," panggil pria yang sedari tadi fokus dengan jalanan. Pria yang menggunakan jas dan peci di tubuhnya. Sangat mirip penampilannya seperti gadis itu, 'islami'.

"Iya, Pah?" gadis itu menoleh dengan cepat, ia membenarkan posisi duduknya menghadap pria itu.

"Ryn, kamu setuju kan, Papah masukin kamu ke pesantren?"

Ya, mereka adalah Rizan dan Aryn, yang sedang berbincang-bincang dalam mobil. Memang sekarang adalah waktunya Aryn masuk ke pesantren. Semuanya telah di urus oleh Rizan 2 minggu yang lalu.

Aryn hanya mengangguk pasrah. Bukankah benar ia harus pasrah, kalo Aryn menolak pasti Rizan melakukan hal yang tidak-tidak.

"Bagus, anak pinter." Rizan mengelus-elus kepala putrinya itu dengan lembut. Sudah lama Aryn tidak merasakan perlakuan seperti ini.

Cittt

Dugh

•••

"Bagaimana keadaan anak dan cucu saya, Dok! DOK ANDA DENGAR KAN?! BAGAIMANA KEADAANNYA?!!" teriak wanita paruh baya, ketika melihat sosok pria menggunakan jas putih dan alat yang digunakan untuk memeriksa pasien menggantung di lehernya.

Wanita itu mendorong tubuh pria itu, dengan cepat dua suster menahan tubuh wanita itu dengan cepat.

"DOK! ANDA DENGAR KAN?! BAGAIMANA KEADAAN ANAK SAYA DI DALAM?!"

"Tenang Bu, tenang," Dokter itu menahan tubuh wanita di hadapannya.

Wanita itu menghela nafas kasar, ia menatap manik wajah Dokter dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sebelumnya saya akan bertanya terlebih dahulu," ucap Dokter itu.

"Apakah pasien perempuan sedang mengalami gangguan kejiwaan?" lanjutnya.

"Ke-kejiwaan?" tanya wanita itu.

"Ma-maksudnya apa, Dok?" lanjut wanita itu.

"Anak ibu apakah sering marah-marah atau tidak terkontrol emosinya?"

"Saya kurang tau Dok, saya Omanya," lanjutnya.

Wanita itu adalah Hera, ibu kandung dari Rea sekaligus Oma dari Aryn. Selalu saja wanita itu yang ada di samping Aryn ketika ia sedang ditimpa musibah. Karena, Omanya juga harus merawat suaminya yang sedang sakit di rumah, dia adalah Opanya Aryn.

Dengan cepat wanita itu memasuki ruangan tanpa izin pada Dokter sekalipun. Hera menuju Aryn, yang sedang terbaring lemah di atas ranjang. Hera sedikit melirik ke arah Rizan, tentu Rizan pun terbaring lemah. Apa peduli dia? Toh, Rizan selalu membuat cucunya menangis.

"Aryn … Aryn sayang …," ucap Hera gemetar.

"Kamu dengar kan? Ini Oma sayang," Hera mengelus-elus kepala Aryn yang tertutup hijab.

"Oma ga sanggup jika kehilangan kamu, Oma ga sanggup. Oma gamau kamu ke pesantren, Ryn. Tapi, apa boleh buat, itu keinginan Papahmu, Oma hanya bisa mendo'akan yang terbaik buat kamu, Ryn. Oma sayang sama kamu," lirih Hera.

Tes

Hera menangis, sedari tadi dokter dan kedua suster memperhatikan tingkah Hera, tak lama kemudian mereka keluar meninggalkan Hera di dalam ruangan itu.

•••

"Mamah …," seru gadis dengan gembiranya ia berlari menghampiri bayabgan wanita yang jauh di hadapannya.

"Eh, hati-hati, nanti jatoh,"

"MamahAryn kangen, Mah,"

"Mamah juga kangen sama kamu, Ryn," elusan tangan yang sangat di rindukan oleh Aryn. Pelukan hangat yang sangat di butuhkan dalam kehidupan Aryn.

"Mamah balik lagi kan?"

"Mamah gaakan ninggalin Aryn lagi 'kan?" lanjut Aryn.

"Mamah gaakan kembali lagi, Ryn. Mamah udah tenang di syurga,"

"Tapi Aryn pengen ikut, Mah. Mamah jangan tinggalin Aryn, Aryn benci sama Papah. Aryn benci!"

"Mamah harus pergi, kamu kembali lagi pada Papahmu, ia sangat mengkhawatirkanmu." bayangan wanita itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Membuat Aryn gelagapan dan terus berusaha mencari bayangan itu.

"Mah …,"

"Mamah dimana? MAHH!! MAMAH DIMANA?!"

"Mamah denger Aryn 'kan?"

"Mamah udah janji gaakan ninggalin Aryn lagi," Aryn tersungkur di lantai. Pakaian putih panjang yang menutupi tububnya.

"MAH?! MAMAH!!"

"MAMAHHH!!!"

Nafas Aryn memburu, keadaannya begitu syok. Hera yang sedang tertidur di sofa tersentak kaget dengan teriakan cucunya itu. Kondisi Aryn begitu lusuh, baju muslimah yang belum ia lepas 1 hari yang lalu.

Aryn tersentak kaget, ia bermimpi bertemu dengan wanita yang mirip dengan ibunya, wanita itu terlihat sangat bahagia.

"Kamu kenapa, Ryn?" tanya Hera mendekati Aryn.

"Oma … hiks hiks, Omaa …," Aryn menangis di pelukan Omanya.

"Kenapa sayang? Mau minum? Makan?"

Aryn hanya menggeleng, ia menunduk. Memainkan jari jemarinya dan tangannya yang dipasang infusan panjang di sampingnya.

"Oma?"

"Iya sayang?"

"Aryn kapan pulang? Aryn kangen kamar Aryn, Papah mana, Ma? Papah kondisinya baik-baik aja kan? Nenek kesini ga Ma?" tanya Aryn bertubi-tubi.

Hera menghela nafas kasar, ia menatap langit-langit ruangan dengan tatapan sendu.

"Nanti jika kamu udah sembuh, Papah ada kok, dia baik-baik saja. Malah Oma lebih khawatirin kamu loh," ucap Hera dengan senyum paksaannya.

"Nenek mana Ma? Nenek pernah kesini ga?"

"Nenek kayaknya sibuk, Ryn. Nenek kamu belum kesini. Waktu awal ada telpon kamu dan Papah kamu kecelakaan. Oma langsung pergi ke seini liat kamu. Oma gamau kamu pergi meninggalkan Oma,"

Huh

Aryn menghela nafas kasar.

"Papah sama Nenek ga sayang Aryn kan, Ma?" ucap Aryn dengan nada sendu.

Permainan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang