Chapter 15

5 2 0
                                    

•••

"Ini ikan asin harganya berapa, Pak?"

"Dua puluh ribu aja, Neng," balas pedagang ikan asin yang sedang merapikan dagangannya.

"Ryn, men--,"

"Arynn!!!"

"Arynnn, kamu dimana?"

Aisyah menyapu semua pasar, tak melihat Aryn sedikitpun.

Aisyah mengingat kejadian sebelumnya, seingat dia Aryn tidak berpamitan untuk pergi kemanapun. Aisyah terus saja mencari di semua penjuru pasar. Hingga ia menanyakan sosok ciri-ciri Aryn pada pedagang disana. Namun nihil, tak ada satupun yang mengetahui Aryn.

•••

"Ryn, lu mau kan?" tanya Ribal yang masih mengelus-elus pucuk rambut Aryn yang tertutup oleh hijab nya, Ribal memeluk tubuh Aryn yang dibalut baju muslim.

"Bal …," lirih Aryn dalam dada bidang Ribal.

"Kenapa hm?" Ribal melepaskan pelukannya, ia menangkup pipi tembem Aryn, dan tersenyum.

"Kalo gue gamau gimana?"

"Kenapa gamau? Lo masih cinta kan sama gue?" jawab Ribal cepat.

"Gue cinta sama lo, tapi gue gamau lakuin itu!" tegas Aryn.

"Kenapa gamau?" tanya Ribal.

Wajah Ribal sudah terlihat kesal dengan jawaban dan pertanyaan yang dilontarkan Aryn. Tak sesuai ekspektasi Ribal sebelumnya.

"Gue gamau!" tegas Aryn menjauh dari Ribal.

Dengan cepat Ribal menggenggam tangan Aryn.

"Gue mohon, lo jangan pergi dari gue. Gue sayang sama lo, Ryn,"

•••

"Astaghfirullah, kemana dia?" tanya Umi pada Aisyah.

"Gatau Umi, tadi di pasar Aryn tiba-tiba hilang," jawab Aisyah dengan ketakutannya.

Ia takut jika akan dimarahi oleh Umi, selaku ustadzah disana. Ia takut akan terjadi salah paham karena membawa santriwati putri yang baru saja menginjak pasar ia tinggalkan.

Umi terlihat sangat panik, ia berdiri dan melangkah pergi keluar.

Aisyah terlihat sangat kesal, Umi yang sangat begitu perhatian dan peduli pada gadis pembawa masalah di pesantren itu.

•••

"DIRAAA!!!!" teriakan Maiza membuat seisi dapur menutup telinganya dan menoleh kearah Maiza dengan tatapan membunuh.

"DIRAA!!! LO DIMA-- hep!!" Maiza menangkap sayuran yang salah satu santriwati lempar.

"Apaan ini?"

"Berisik, mending kamu bantuin potongin!" jawab salah satu santriwati yang mendapat anggukan dari Maiza.

"Eitss!!! Gamau! DIRAAA!!!" lagi-lagi Maiza berteriak memanggil nama Dira.

"Dia lagi buang sampai, Mai. Kenapa sih," jawab salah satu santriwati yang sedang menggoreng kerupuk disana.

"Kepo, Yaudah gue pergi dulu. SEMANGATT MASAKNYA!!" teriak Maiza pergi meninggalkan dapur.

•••

"DIRAA!!!! YUHUU!!!"

"DIRAAA!!!!" teriak Maiza, berlari ke arah Dira yang sedang mengobrol dengan santriwati lain di depan asramanya.

Dengan secepat kilat ia berlari ke arah Dira, tenaga yang sangat kuat Maiza tak sengaja menabrak tubuh Dira, sampai Dira terjatuh.

"Aww … sakit anjir," rengek Dira mengusap-usap tangan kanannya yang terkena bebatuan tanah.

"Maaf, Dir …," Maiza mengulurkan tangannya untuk membantu Dira, Dira menerimanya dengan tatapan kesal.

"Apaan sih, kenapa Ha? Kenapa?" tanya Dira dengan nada kesal, sambil membersihkan roknya yang kotor terkena tanah.

"Aryn, Dir. Arynn!!!"

"Aryn kenapa?" tanya Dira.

"Anu, eeee …,"

"Apaan sih, Mai. Gajelas banget lu,"

"Aryn ilang, Dir!" tegas Maiza.

"APAA?!!" teriak bebarengan antara Maiza dan kedua santriwati yang tadi sedang mengobrol dengan Dira.

"Kenapa Aryn bisa ilang?" tanya Rida, Rida adalah salah satu santriwati di sana. Yang memang tadi ia sedang mengobrol dengan Dira.

"Mana saya tau, saya kan bukan emaknya,"

"Aww …," Maiza meringis kesakitan, mengusap-usap kepalanya karena toyoran dari Dira.

"Ditanya jawab yang bener," ucap Dira.

"Iya-iya,"

"Gue gatau dia dimana, kata Ustadzah tadi Aryn sama Kak Aisyah ke pasar. Tapi pulang Aryn sudah gaada," jelas Maiza yang mendapat anggukan dari ketiga gadis dihadapannya.

"Ayo kita ke Ustadzah," Dira menarik keras tangan Maiza.

"Ehh pelan-pelan anjir," ucap Maiza yang merasa sakit di tangannya karena tarikan dari Dira.

"Berisik lu!"

•••

Matahari sudah terbenam 2 jam yang lalu, semua orang panik dengan kejadian siang tadi. Tak pernah terjadi masalah seperti ini sebelumnya.

"Umi, apakah Aryn sudah ketemu?" tanya Gibran yang baru pulang mengajar, dan baru saja mendapat kabar bahwa Aryn hilang sedari siang.

Umi hanya mondar-mandir sedari tadi, ia tak menjawab pertanyaan dari anaknya itu. Terlihat dalam raut wajahnya ia sangat khawatir dengan keadaan Aryn saat ini.

Gibran hanya diam memperhatikan Umi, dilihatnya Umi mengambil benda pipih di  atas lemari.

Umi menelpon seseorang. Sudah tiga kali ia coba namun tetap hasilnya,

'Nomor yang anda tuju sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi …,'

Untuk keempat kalinya, baru telpon Umi di angkat oleh seseorang di seberang sana.

"Assalamualaikum," ucap Umi lembut pada seseorang yang ia telpon.

"Hallo …,"

"…"

"Mohon maaf, Pak. Apakah Aryn ada disana?"

"…"

"Iya, Pak. Sedari siang ia tidak ada,"

"Tadi izinnya pergi ke pasar, tapi sampai sekarang ia belum pulang," jelas Umi.

"…"

"Tapi Pa--,"

Tutt tuttt

•••

"Sialan! Anak itu lagi, anak itu lagi!"

"Pembawa sial!!"

•••

Permainan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang