Chapter 8

10 3 0
                                    

Lantunan ayat suci al-qur'an terdengar sangat merdu di dalam masjid, terlihat disana santri putra sedang mengaji, yang dibimbing oleh seorang ustadz.

"Bran, tolong ambilkan kitab kuning di meja Abi,"

Gibran, pria tampan yang masih muda, sudah paham ilmu keagamaan yang cukup dalam, disana Gibran mendapatkan gelar ustadz MuTaSan (Muda Tampan berwawasan). Yang menjadi incaran santri-santri disana, ia anak dari pemilik pesantren. Yusuf - Seorang pendiri pesantren Al-fatah, pria yang sudah berumur, namun terlihat masih sehat. Walaupun Yusuf sudah berumur, namun ketampanannya masih melekat diwajahnya.

Gibran pun pergi untuk mengambil kitab kuning dirumah Abinya. Ketika di jalan, Gibran melihat gadis cantik didekat gerbang asrama putra. Ia heran, siapa gadis yang berada disana.

Gibran melangkah menuju gerbang asrama putra dengan perlahan, ia mengerutkan dahinya. Ia tidak menemukan siapa-siapa disana, Gibran terus saja melantunkan ayat suci Alquran, mungkin sekarang ia merasa takut.

Terdengar suara wanita yang sedang tertawa, namun Gibran tidak menemukan siapa-siapa disana. Ia terus saja mencari, menelaah disetiap sudut asrama putra. Matanya menyipit, terlihat samar ada orang yang duduk disebuah kursi didekat pohon.

Gibran mendekat perlahan, lantunan ayat suci al-quran masih ia lantunkan. Ia terkejut melihat seorang gadis berpakaian muslimah sedang menangis memeluk sebuah bingkai foto.

'Pukul 10 malam, mengapa ada gadis berpakaian muslimah, sedang menangis disini,' pikir Gibran.

Gibran mendekat, ia memberanikan diri memegang pundak gadis itu.

Gadis itu tersentak kaget. Ternyata bukan hantu, pikir Gibran.

Tiba-tiba gadis itu memeluk tubuh Gibran erat, Gibran berusaha memberontak. Tapi, tenaga gadis itu cukup kuat, Gibran tidak bisa berkutik.

Gadis itu menangis di dada bidang Gibran, Gibran tak berani membalas pelukan gadis itu.

"A-anda si-siapa?" tanya Gibran terbata-bata.

Tangisan gadis itu semakin kencang. "Gaada yang sayang sama gue, gue manusia yang ga berguna. Kenapa gue dilahirin di dunia ini! Kenapa?! Hiks …,"

"Anda tenang dulu,"

Setelah beberapa menit dengan posisi itu, gadis yang sedari tadi menangis kini menjadi lebih tenang. Ia tersadar dengan posisi itu, ia melepaskannya dengan cepat dan mendorong tubuh Gibran ke belakang.

"Siapa lo?"

"Kenapa lo peluk-peluk gue?" tanya gadis itu dengan wajah takut.

"Anda siapa? Santri disini?" tanya Gibran lembut.

Gadis itu meneliti setiap inci tubuh Gibran, ia mengangguk pelan. "Kenalin, gue Aryn, Lo santri disini juga 'kan?"

Gadis itu adalah Aryn, gadis yang sedari tadi menangis dengan memegang bingkai foto yang tak lepas dari pelukannya.

"Iya, anda kenapa menangis?" tanya Gibran.

"Dan … kenapa anda bisa ada disini, ini asrama putra, putri dilarang masuk kesini," ucap Gibran jelas.

Aryn memperlihatkan bingkai foto yang sedari tadi ia pegang.

"Ma-maksudnya?" tanya Gibran.

Tanpa diduga Aryn melempar bingkai foto itu ke sembarang arah, ia tertawa keras, mendorong tubuh Gibran hingga tersungkur ketanah.

"Hahaha …,"

"Gaada yang sayang sama gue!! GAADA! Gue benci kalian!" teriak Aryn.

Gibran semakin heran dengan gadis dihadapannya itu, dilihatnya gadis tadi yang sedang menangis sekarang tertawa seperti seseorang yang tidak punya masalah.

Aryn berlari keluar gerbang asrama, Gibran pun mengejarnya dengan cepat. Gibran berhasil menggenggam tangannya, dengan cepat Gibran langsung melepaskannya kembali.

Angin malam yang menghembus baju sangat terasa dingin, Aryn yang berhenti ditengah jalan, dan menatap jalanan dengan tatapan kosong.

"Gue kangen Mama …," lirih Aryn.

"Emangnya dia kemana?" tanya Gibran hati-hati.

"Mamah …,"

---

"Makasih udah dengerin cerita gue," ucap Aryn.

"Iya, sama-sama," jawab Gibran.

Mereka berdua sedang berada di pos yang berada ditengah-tengah gerbang perbatasan antara asrama putri dan putra.

Gibran tersenyum, senyuman Gibran yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya.

"Kitab kuning!!" ucap Gibran tiba-tiba, ia berlari meninggalkan Aryn sendiri disana.

---

Pria yang sedari tadi asik dengan koper-kopernya kini berbaring di sofa ruangan.

Tak lama kemudian, datanglah seorang wanita tua masuk ke dalam rumah itu. Wanita itu melihat ada seorang pria tertidur di sofa, ia pun berniat membangunkannya.

"Nak …," lirih wanita itu.

Pria yang kerap tidur tadi, terbangun seketika. Terkejut melihat siapa yang membangunkannya.

"I-ibu …,"

"Ngapain Ibu kesini?" Tanya pria itu sembari membenarkan posisi duduknya.

"Ibu kangen Aryn, Zan. Ibu boleh liat Aryn?"

Wanita itu adalah Hera. Hera sangat merindukan cucunya itu, sudah lama ia tidak berjumpa Aryn, cucuk kesayangannya itu.

"Gabisa," tolak Rizan.

"Ibu mohon, Zan. Ibu kangen sama Aryn,"

"Ibu pengen tau keadaaan dia bagaimana …,"

"IBU BISA DENGER APA YANG DIOMONGIN RIZAN 'KAN?!"

"RIZAN BILANG GABISA, YA GABISA!" tegas Rizan.

••••

Permainan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang