"Apa yang kau lakukan?" seru Chan ketika pemuda itu diserang tiba-tiba.
Jeno selaku penyerang Chan hanya tertawa remeh dan kembali menyerang kapten timnya.
Chan hanya bisa menghindar, ia tidak mungkin melawan balik anggota timnya.
"Kau tau?" Jeno menjeda serangannya dan memandang tajam Chan yang sedikit terengah, "Harusnya aku yang menjadi kapten tim kita. Harusnya aku! Tapi ketua entah bagaimana malah memilih kau!" ia menyerang Chan lagi, "Aku bahkan telah mendukung ketua sebelum kau diluluskan dari asrama! Aku yang direkrut lebih dulu, kenapa kau yang dijadikan kapten?"
Chan menghindar serangan Jeno yang semakin tak terkendali, "Jeno, dengarkan aku—"
"Dengarkan apa?" teriak Jeno, "Apa, hah? Apa yang mau kau katakan?"
"Aku sungguh minta maaf. Jika memang kau ingin menjadi kapten, biarkan aku berbicara dengan ketua—"
"Omong kosong!" Jeno mengeluarkan kekuatan yang belum pernah diperlihatkannya untuk menyerang Chan, serangan itu berhasil mengenai kaki Chan sampai kapten tim itu terjatuh.
"Jeno—"
"Sudahlah kak Chan," Jeno berjalan mendekat dan menyerang tangan Chan dengan kekuatannya yang tadi.
"Argh," Chan memegang tangannya. Kekuatan apa itu?
"Aku sudah muak mendengar suaramu," Jeno menggunakan kekuatan mengontrolnya dan mencekik Chan.
"Akh!"
Jeno terus berjalan mendekat, "Percuma kak Chan, percuma jika kau memberi saran," Jeno memegang leher Chan dan mencekiknya secara langsung.
Chan yang tubuhnya memang masih di bawah kendali Jeno hanya bisa memekik tertahan.
"Aku sudah membuat pilihan," Jeno tersenyum sebelum cahaya merah mulai menguar antara tangannya dan leher Chan.
Chan mengernyit, tangan Jeno terasa panas. Tiba-tiba cahaya itu semakin membesar.
"ARGH!" Chan mendongak.
Ini kekuatan penyerap!
Chan ingin menghentikan Jeno, tapi pemuda itu tidak bisa. Kekuatan pengontrol Jeno masih aktif dan sekarang tubuh Chan terasa amat sakit karena kekuatan penyerap salah satu anggota timnya itu.
Teriakan Chan semakin kencang, tapi Jeno tidak perduli. Ini di tengah hutan perbatasan, teman-temannya tidak mungkin ke sini. Jeno tidak akan dipergoki, ia yakin.
Setelah beberapa saat, cahaya itu mulai mereda. Jeno menarik tangannya, tepat saat itu Chan langsung jatuh bersimpuh dan terbatuk kuat.
"Ah, maaf kak Chan," lagi-lagi Jeno tersenyum, "Mungkin ini menyakitkan, tapi ini adalah jalan yang sudah aku ambil. Lagipula kita adalah kaum hitam, tidak mengenal belas kasih dan rasa kasihan."
Chan masih terbatuk, ia memukul dadanya yang terasa sakit.
"Kau tau kak Chan?" Jeno mensejajarkan dirinya dengan Chan, "Kau tidak pantas menjadi kaum hitam. Kau terlalu lembut, kau mementingkan orang lain, kau bahkan rela mengambil resiko tinggi untuk orang yang bukan ketua. Kau tidak pantas kak Chan, sama sekali tidak pantas," Jeno bangkit sambil tertawa.
Chan mendongak dan menatap Jeno.
"Nah kak Chan," Jeno berkacak pinggang, "Seperti yang ku bilang, kau tidak pantas. Jadi mulai sekarang, Chan telah mati."
Chan mengerjap terkejut.
"Oh tenang kak Chan, aku tidak akan membunuhmu," Jeno tertawa, "Ya, setidaknya bukan aku. Selamat tinggal kak Chan," Jeno melambai lalu berjalan menjauhi Chan.
"Jen—" Chan kembali terbatuk sampai memuntahkan darah.
Chan yang ditinggal sendiri menatap tangannya lamat. Apakah kekuatannya hilang?
Ia mencoba mengeluarkan kekuatan pasirnya. Bukan pasir yang muncul di tangan Chan, melainkan hanya hembusan angin dan itupun sangat sebentar.
Chan menatap tangannya tidak percaya.
Sungguh? Kekuatan yang dilatihnya mati-matian hilang?
Saat sedang sibuk mengeluarkan kekuatannya, Chan tidak sadar ada yang sedang memperhatikannya.
"Kapten! Ada kaum hitam!"
Chan sontak menoleh dan mendapati beberapa orang berjubah putih.
Oh tidak, itu kaum ksatria.
"Sebentar!" tahan Chan dengan suara serak begitu salah satu dari kaum ksatria di depannya mengangkat tangan ingin menyerang.
Pemuda kaum ksatria itu diam namun tangannya tidak turun.
"Aku tidak berniat membuat keributan, sungguh," jelas Chan, "Tadi aku bertengkar dengan sesama kaumku, tidak berhubungan dengan kaum kalian sama sekali."
Para ksatria diam. Tidak menolak atau menerima penjelasan Chan.
"Kau tidak berniat untuk menyerang kaum kami?" tanya pemuda bersurai pirang.
Chan mengangguk.
Pemuda bersurai pirang itu menatap temannya.
"Kau tidak berniat menyerang, tapi kau tetap melewati batas kawasan. Bawa dia," perintah pemuda yang tadi hampir menyerangnya.
Chan hanya diam karena ia sadar tidak akan bisa melawan. Lagipula kepalanya sangat sakit.
Tepat ketika dua orang dari kaum ksatria itu sampai di depannya, Chan kehilangan kesadaran.
***
141120
Ini cuma cerita fiksi, karakter jahat di sini juga cuma fiksi nggak jahat beneran
See ya~
KAMU SEDANG MEMBACA
Czar ✓
FantasySemua orang bisa menjadi kapten. Jalan keluar tidak hanya satu dan semua orang punya cara masing-masing untuk menemukannya. Tapi di antara banyak kapten, hanya beberapa yang bisa memimpin dan mempersatukan mereka. Pemimpin, sang pemersatu dua kaum u...