Bab 12: Penyergapan Bus Kota

13 5 1
                                    


Stasiun BRT Semanggi. Bus Transjakarta merapat, menaikkan penumpang yang sudah mengantre. Bukan asing lagi, hampir dipastikan penumpang berdesakan. Stasiun ini berada di Koridor 9 yang membentang dari tenggara ke barat laut Jakarta. Dengan rute perjalanan dari Pinang Ranti-Pluit.

Rumah di Pondok Kelapa dipastikan tidak aman, penyidik dan pembunuh bayaran menempatkan tempat itu jadi tujuan utama. Kenzie dan Omar sepakat pergi sejauh mungkin. Sementara ini hal itu yang terpenting. Menggunakan Transjakarta itu mereka melarikan diri.

Bus berangkat, jalur khusus yang dibuat pemerintah melancarkan armada beroperasi. Omar duduk paling belakang, dekat pintu. Satu menit sebelumnya ia sudah berganti pakaian, kini mengenakan kaos oblong berwarna hijau dibalut celana kain hitam dan sendal jepit sederhana. Tak luput topi bertengger di kepala, menyempurnakan penyamarannya. Tidak ada petugas yang mengenali, bahkan para polisi seperti tidak mengikuti.

Demi keamanan satu sama lain, Kenzie memutuskan duduk terpisah. Sang guru mengikat rambut ke belakang, menutup kepala dengan tudung jaket. Tidak ada pakaian yang sama lagi, persis dengan Omar.

Hanya saja, ia menutup setelan sederhananya dengan jaket parka, sehingga sekilas mirip mahasiswa akhir semester. Ia juga melepas perban di telapak tangan, menampakkan luka tergoresnya. Walau berjarak, satu sama lain tetap saling menjaga, penuh waspada kepada siapa saja. Keduanya mengabaikan perih di punggung akibat api.

Terik matahari kian memanggang. Aktivitas jalan utama tak menunjukkan perubahan, konsisten dengan kemacetannya. Maka, dalam kondisi itu, para penumpang bus adalah golongan elite jalanan yang bisa memanfaatkan fasilitas. Berdesakan? Itu risiko yang tidak seberapa. Terpaksa berdiri? Bukan masalah besar sebab tidak sampai berjam-jam, bukan? Begitulah rencana sederhana Kenzie. Terlebih, jika ada pergerakan seharusnya terlihat jelas dari sana.

Satu halte terlewati, penumpang naik dan pergi silih berganti. Hampir tiga menit, Omar terus mengawasi seluruh kendaraan di samping. Membaca pelbagai nomor polisi untuk mengidentifikasi. Jenis kendaraan yang disamarkan anggota kepolisian bisa dibedakan. Berjaga dan menertibkan lalu lintas membuat pemuda itu hafal seluk-beluk jalanan. Bukan hal sulit membaca gerak-gerik pengguna sekaligus kendaraannya.

Di bangku depan, Kenzie kelihatan mengantuk. Kepalanya naik-turun tak beraturan. Penumpang di sampingnya tak menghiraukan, menoleh sebentar, lalu kembali pada kesibukannya sendiri. Omar merapatkan topi, tatapannya terhenti pada sang guru. Tiga puluh tahun berlalu, masa kanak-kanak bagai kotak yang dibiarkan tergelatak. Syukur, ia mengisinya dengan kenangan terbaik.

Omar menutup mata, mungkin ia juga bisa membuat diri lebih tenang. Dalam keheningan yang diciptakannya, sekelebat memori masa kecil mengisi ruang. Omar dan Kenzie yang kejar-kejaran, bermain bersama anak-anak lain. Pulang saat langit sudah petang. Ketika tiba di rumah, ibu akan berteriak-teriak marah. Sang polantas menyunggingkan senyum. Ah, ia lupa, bukan hanya Kenzie teman masa kecilnya. Ada dua anak lagi. Mereka masih berkawan dekat, hanya saja satu pekan terakhir belum berjumpa.

"Evans. Mikasa ...." gumam Omar samar.

Bukan rindu, Omar hanya kesal kenapa dua temannya itu sama sekali tidak menyodorkan bantuan. Berita tentang pembunuhan pejabat dan tuduhan kepadanya pasti sudah tersebar di media. Tidak ada alasan. Atau belum? Entahlah. Sang polantas membuka mata.

Bus menderu pelan, melambatkan laju. Halte Slipi Petamburan di depan. Omar memperbaiki posisi duduk, menengok ke belakang. Astaga, sejak kapan? Sebuah kendaraan taktis diam-diam mengikuti. Mobil warna hitam keabu-abuan dengan roda bercat merah itu terus mendekati bus. Aksara polisi yang ditulis besar-besar bersama lambang kesatuan khusus tertera di badan mobil, membuat sang polantas gemetaran.

Ia lekas berdiri, mengendap-endap di antara penumpang, menuju tempat duduk Kenzie. Sekitar empat detik lagi bus merapat, itu amat bahaya. Pasukan khusus pasti bukan hanya berada di mobil, beberapa sudah menunggu di halte untuk penyergapan.

Jamur Busuk Negara [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang