Epilog

20 5 2
                                    

Kejahatan tidak akan selamanya berkuasa. Hidup dalam kungkungan kepercayaan yang salah adalah penjara. Sejarah membuktikan, sesuatu yang abadi, diingat dan dipelajari hingga masa kini, adalah kebaikan. Kejahatan hanya pengiring. Kerakusan sesaat. Kenzie memikirkan itu selama dua bulan terakhir. Ia merasa, sebagai seorang manusia sudah sepantasnya tidak mudah tertipu. Apalagi, terperdaya ketamakan dunia. Belajar dengan benar dari sejarah merupakan solusi.

Setelah mengunjungi Museum Fatahillah bersama-sama, Kenzie dan ketiga kawannya kini berada di makam ayah dan ibu. Dua bulan berlalu, semak belukar meninggi di sekeliling makam. Mikasa bersama Omar menabur mawar. Senyap. Mereka semua diam merenungi hakikat kehidupan, menelusuri benang-benang ingatan masa kecil, hingga mengingat pesan bijak yang diajarkan.

Kenzie mengusap nisan. Nama ibunya terukir lengkap. Ia ingat sekali senyum manis ibu, tingkah laku, dan kebiasaannya. Di balik jilbab lebar yang selalu dikenakan, ibu adalah sesosok malaikat kecil berhati lembut nan penyabar. Penuh kasih sayang. Petuahnya adalah arah langkah bagi Kenzie. Ia menyeka mata. Sungguh, ia rindu pada sapa hangatnya kala pagi tiba.

Ia beralih, mengusap nisan ayah. Nama Badruzzaman tampak amat menawan. Ayah adalah bulan purnama yang menerangi langkah banyak orang. Dalam kesempatan hidupnya, tak pernah sekalipun terlewat untuk membantu orang lain. Menebar kebaikan adalah kewajiban. Kenzie tumbuh dengan ajaran-ajaran luar biasanya. Dari kegemaran ayah membaca, nama Kenzie terlahir.

Bahkan, sifat tersebut menurun pada putranya. Sang guru menegakkan badan. Ayah selalu mengajarkan agar bersikap tegar apa pun yang terjadi.

Omar, Evans, Mikasa juga hanyut dalam buaian ingatan. Mereka semua tumbuh bersama. Ayah dan ibu bagai pelindung sekaligus guru terbaik. Bukan hanya itu, mereka sudah menganggap ayah dan ibu seperti orang tua kandung.

“Parviz merenggut banyak hal dalam kejadian dua bulan lalu.” Kenzie berbicara, memecah hening. “Kepergian ayah ibu teramat berat bagi kita, tapi itu juga mengajarkan bahwa hidup di dunia sungguh sejenak. Banyak hal kita lalui bersama, apakah pada akhirnya perpisahan terhadap dunia akan memisahkan kita? Parviz dan organisasi Vrijmetselarij bukan sekadar musuh ataupun penjahat. Aku belajar dari mereka, kejadian hari ini seribu tahun kemudian akan menjadi sejarah yang boleh jadi dibaca banyak orang. Maka, kita tidak boleh salah mengambil jalan. Menorehkan tinta hitam dalam sejarah kita kelak.”

Omar menyahut, “Lucu sekali jika ada orang yang mengatakan dengan lantang bahwa dirinya bisa meraih keabadian. Hari ini aku melepas seragam polisi, boleh jadi esok melepas semua busana dan mengenakan kain putih bersih tanpa jahitan. Ya, benar sekali. Sejarah kita ditulis dari awal menginjak bumi.”

“Aku setuju. Kita tidak tahu esok akan bagaimana? Apakah akan tetap tenteram, atau justru penuh isak tangisan? Yah, sebagai manusia biasa, sudah sepantasnya kita banyak merenungi kehidupan. Apalagi, orang-orang yang sudah tidak muda lagi,” kata Evans.

“Karier tidak pernah menjamin,” ujar Mikasa, seraya mendekap keranjang mawar. “Aku mempertaruhkan segalanya dua bulan lalu. Maju beriringan bersama kalian menyadarkanku. Menghadapi orang seperti Parviz yang memaksakan ideologi kebebasan sejati membuka benak. Sejarah para nasionalis bangsa ini bahkan tidak terlepas dari keburukan. Apa yang mereka lewati akan kita lewati juga, tapi pasti lebih dahsyat lagi. Hai, aku tidak ingin seribu tahun lagi orang-orang mengenalku dengan buruk.”

Mereka tertawa renyah. Kejadian penuh intrik berlalu di belakang. Para penjahat menerima hukuman. Penegak hukum menjalankan tugasnya masing-masing. Omar sudah kembali menertibkan lalu lintas, Kenzie dan Guru Samas melatih anak-anak setiap sore seperti biasa, Mikasa melakoni berbagai proyek filmnya, dan Evans berhadapan dengan komputer lebih lama lagi dari biasanya. Mereka kini sering bertemu. Sekadar duduk mengobrol atau pesta makan besar dengan hidangan ala koki Kenzie.

Roda kehidupan terus berputar. Organisasi Vrijmetselarij meski keberadaannya di tanah air tidak pernah dipublikasikan lagi, tetapi para anggotanya boleh jadi tersebar luas di seluruh penjuru Nusantara. Keyakinan Parviz dan para pengikutnya membuktikan hal itu. Percaya atau tidak, mereka sungguh organisasi penuh rahasia. Sampai kapan pun, yang tertulis dan dibaca tentang mereka tidak sepenuhnya benar. Satu lagi, oligarki di negeri ini tidak ada habisnya. Dari zaman ke zaman. Mereka tumbuh dan berkuasa dengan berbagai alasan.

Jamur Busuk Negara [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang