Robekan kertas dan sebongkah pecahan kaca diletakkan Kenzie di atas meja. Semua mengerubunginya. Omar tahu pecahan kaca itu, tetapi untuk sobekan kertas ia tidak tahu sama sekali. Kenzie berhasil menyembunyikan temuan itu darinya.
Dua huruf yang tertulis kapital pada sobekan kertas membuat semuanya berpikir keras. V dan R. Apakah ini semacam inisial? Nama dari suatu tokoh? Tidak. Asumsi yang paling benar tentang ini baru sekadar kaitannya dengan pembunuhan pejabat. Jika ditemukan di tangan mayat Mantan Wakil Ketua DPR, artinya ini sesuatu yang amat penting.
“Bisa kau jelaskan bagaimana kau menemukan dua benda ini, Kenzie?” pinta Evans.
Kenzie memandang lurus dua benda tersebut. Menceritakan detail kejadiannya. Hal-hal yang ia sembunyikan atau saksikan, tak tersisa lagi untuk disimpan sendirian.
“Kau sudah memeriksa semua kaca di lorong itu? Tidak ada satu pun yang rusak ataupun baru saja diganti? Tentang serbuk di bawah bingkai, menurut kau apa itu?” Evans memelotot. Cerita yang Kenzie sampaikan mengindikasikan sesuatu. Namun, sekali lagi, jejaknya tidak bisa begitu saja dibaca.
“Aku sudah memeriksanya, jendela itu bersih. Tidak ada tanda-tanda bisa diangkat. Juga tampak sekali itu bukan kaca baru, aku melihat noda dan debu hampir di setiap sudut. Untuk serbuk, aku tidak bisa mengkonfirmasinya. Mesiu? Rasanya bukan. Dari rekaman CCTV di plaza itu, tidak ada kejanggalan. Semua berjalan normal,” papar Kenzie. Meski demikian, ia ragu. Parviz pasti memiliki taktik tertentu untuk menutupi kejahatannya. Ruang keamanan menjanjikan hal-hal ganjil sekaligus hebat mudah dijalankan.
“Kalau begitu pecahan kaca apa ini? Kenapa bisa berada di lantai?” Mikasa bertanya-tanya. “Jika jarak antara pecahan dan jendela itu dekat, aku bisa paham kaitannya. Tapi, kau menemukannya dekat pintu yang mengarah ke tangga darurat? Tunggu, bisa jadi itu adalah pecahan dari kaca yang diganti hari itu dan kebetulan terjatuh saat diangkut–”
“Tidak mungkin. Jendela di lorong tidak ada tanda-tanda memiliki kaca baru,” potong Kenzie cepat. Bersikeras atas keyakinannya.
Evans seperti tersadarkan, menarik kursi kembali menghadap komputer. Jemarinya cepat mengetikkan sesuatu. Mesin pencarian yang sudah ia program sedemikian rupa berjalan, keakuratannya melebihi Google dan peranti lain. Dalam hitungan detik, hasilnya muncul. Evans membaca data tersebut. Menepuk meja. Berbalik.
“Seperti dugaan kau, Mikasa. Aku mengecek data reparasi di gedung itu, dan menemukan ini. Tidak mengejutkan karena jendela di lorong bukan satu-satunya jendela yang ada di lantai sembilan belas. Kenzie, kau tidak salah, hanya saja luput satu hal penting. Keberadaan jendela di ruang keamanan. Kau ingat ada berapa jendela di sana?” Evans menunjukkan data hasil pencariannya. Kenzie melongok, sedikit terkejut.
Ruangan keamanan lantai sembilan belas di gedung plaza tersebut selain unik juga memiliki akses yang terbatas. Keberadaan layar raksasa di sana mengharuskan kondisi cahaya sesuai. Lampu-lampu yang menerangi ruangan itu Kenzie ingat sekali, jumlahnya lebih dari lima belas. Cahaya matahari akan merusak semua penerangan, sehingga jendela seharusnya tidak dibutuhkan.
“Seingatku, tidak ada jendela di sana,” jawab Kenzie seraya menerawang kembali ingatannya. “Tapi, ada satu celah kecil yang muncul dari gorden besar berwarna hitam di pojok ruangan. Seandainya itu jendela, maka posisinya sejajar dengan jendela di lorong. Pasti simetris, mengingat dari luar gedung terlihat diselimuti kaca.”
Melepas tembakan dari lantai tersebut teramat ideal bagi penembak jitu. Sasarannya bagai seekor semut yang begitu asyik membawa setumpuk makanan, tidak tahu ajal mengintainya. Kenzie menelan ludah, hipotesis macam apa pun akan menuntun satu hal sama. Gedung itu saksi bisu pembunuhan orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jamur Busuk Negara [Complete]
AksiSeorang pejabat dinyatakan hilang, Omar sebagai seorang polisi lalu lintas diberi wewenang untuk menyelediki posisi kendaraannya. Hingga pada suatu malam, ia dan seorang temannya, Kenzie, menemukan keberadaan mobil si pejabat. Mereka susah payah mem...