25_ Error

1.3K 97 31
                                    

🌼🌼🌼

Setelah kufikir, aku menyadari tindakanku kekanakan. Aku sempat-sempatnya berfikir negatif pada kedua sahabatku sendiri. Wajar saja. Mereka mengobrol, bercanda saat aku tidak ada. Itu bukan masalah. Kami bersahabat, bersama-sama dalam keadaan apapun. Tapi kenapa aku menaruh prasangka buruk ini? Tidak seharusnya begini. Ali juga sahabatku. Sungguh aku merasa bersalah. Saat di sekolah aku tidak mau mendengar penjelasan mereka, mengabaikannya.

Aku mengangkat boneka beruang dari Ali. Menatapnya. Justru disini, Ali-lah yang memperhatikanku berlebihan. Aku bodoh. Sangat egois. Seli berhak membenciku. Dan Ali.. dia berhak kecewa pada sikapku. Aku memeluk Bubu. Mendekapnya seraya menjatuhkan air mata. Perasaan bersalah ini menghantuiku. Membuatku sulit untuk tertidur.

***

Hari baru telah menyambutku bersama cahaya mentari pagi. Aku melakukan rutinitasku bersiap-siap untuk sekolah.

Papa mengantarku sampai di gerbang sekolah. Aku melangkahkan kakiku perlahan. Hal pertama yang harus kulakukan adalah minta maaf.

Aku berhenti tepat di depan pintu kelas. Bersiap membukanya. Puh.. semoga mereka mau memaafkanku.

Cklekk

Belum juga aku membukanya, pintu kelas terbuka dari dalam.

"Raib!"

Dia memelukku sangat erat. Sampai aku kesulitan untuk bernafas astaga!

"Sel-a-aku- tidak bisa-naf-fas"
"Ra! Kemarin itu salah faham. Sungguh aku tidak menyukai Ali, begitupun sebaliknya. Jangan berfikir yang tidak-tidak ya!"
"I-ya-tapi-lepas dulu-uhukk"
Bukannya melepas pelukannya, Seli justru mendekapku sampai aku benar-benar sesak.

"Maafkan aku ya Ra! Aku sampai tidak bisa tidur! Mataku berkantung persis seperti panda! Kemarin kamu sampai marah begitu. Maaf ya Ra!"
Karena sulit berbicara aku menepuk punggungnya. Dasar Seli! Tidak sadar juga ini di ambang pintu. Banyak kelas lain yang melihat.

"Woyy ni bocah malah teletubis-teletubisan didepan pintu! Minggir dong orang ganteng mau lewat! Sel lu apa-apaan sih Raib gak bisa nafas woyy!!"

Seketika Seli melepas pelukannya. Aku menarik nafas lega. Beruntung ada Toni. Jika tidak, entah bagaimana nasibku. Kami segera duduk di kursi. Seli lagi-lagi meminta maaf. Berulang kali berkata tidak sengaja karena terlalu takut.

"Iya Sel, tenanglah aku masih hidup kan? Yaampun. Aku yang seharusnya minta maaf atas sifat burukku kemarin."
Seli menggeleng lalu tersenyum.

"Sifatmu wajar Ra. Aku mengerti. Kamu hanya takut kejadian masa lalu diantara orang tuamu dan Miss Selena terulang kembali kan? Tenanglah Ra. Ini hidup kita. Bukan mereka. Kamu Raib. Aku Seli. Dan Ali. Kita berbeda, mempunyai kisah tersendiri. Oke" Bibirku tertarik. Seli tersenyum lebar. Pada akhirnya kami tertawa. Seli berhasil mengusir fikiran negatifku. Dan menggantinya dengan senyuman. Benar. Kami adalah kami, bukan mereka.

Bel tanda pelajaran sudah berbunyi. Hari ini mulai belajar. Awal kelas 12. Tapi Ali? Sudah kutebak dia terlambat lagi.

Guru sudah masuk. Tentunya pertemuan pertama. Kami tidak mengenalnya.

"Pagi anak-anak"
"Pagi bu"

"Aduhh tidak perlu memasang muka berak dong. Ibu ulangi ya. Pagi anak-anak"
"Pagi buu" Setelah itu kami tertawa serempak. Ibu itu mengangkat kedua jempolnya sambil tersenyum. Kesan pertama guru Kimia ini sangat baik.

"Okey, hadir semua? Ada yang sakit atau izin?" Tanya ibu.

"Tidak ada bu, kalau yang terlambat selalu ada everyday today yesterday sunday monday tuesday thursday friday saturnus-

Friendzone(RaSeLi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang